Ares dan Febi tertahan di kediaman Senna karena orang tua perempuan itu meminta penjelasan mengenai video juga catatan yang sudah tersebar di dunia maya itu.
Keluarga kecil Senna meminta waktu untuk para tamu pulang lebih cepat agar mereka bisa membicarakan masalah yang sedang terjadi kepada mereka. Termasuk kepada Diani yang diusir paksa oleh Sandy karena sikap kekasihnya yang sangat kekanak-kanakan.
Mama pingsan tadi, setelah mendengar penjelasan singkat dari Ares juga Febi mengenai video apa yang sudah terlanjur tersebar juga mengenai pekerjaan Senna yang diberikan oleh ayah anak kembar itu. Papa? Beliau nyaris saja pingsan untungnya masih ada Sandy sebagai penyangga tubuh beliau.
Elang memutuskan mengantar orang tuanya pulang. Memberi waktu kepada keluarga Senna, dan juga keluarganya yang tampak kaget ketika mendengar apa yang sudah terjadi. Terutama mengenai penjelasan Diani mengenai perempuan sewaan yang ternyata adalah calon menantu mereka sendiri. Keluarga Elang dengan keterkejutan mereka memutuskan pulang ke rumah.
Senna sudah menghela nafas menahan tangisannya sendiri karena Mamanya baru saja menamparnya ketika perempuan itu sadar.
"Mama gak pernah ngajarin kamu buat jual diri Senna!" Mama kembali menampar anak perempuannya itu dan kemudian menghardik Senna yang duduk dengan tatapan kebawah, "Apa yang kamu pikirin waktu kamu jual diri kamu, Senna?!"
Senna mengangkat wajahnya yang sudah berurai air mata, perempuan itu menatap lurus kepada ibunya, "Terus?! Mama pikir dapet uang darimana Senna sebanyak itu buat lunasin hutang Mama sama Papa ke bank?!"
"Kamu kan bisa pinjam ke yang lain?!" Bentak Mamanya tidak mau kalah, "APA GAK BISA LEBIH HINA LAGI KAMU PERLAKUKAN DIRI KAMU?!"
Kedua bola mata Senna melebar, "Oh, iya?! Memangnya ada yang mau pinjemin sama kita yang udah utang sana-sini buat nutupin hutang di bank?! Jangan lupa mah, kita minjem buat lunasin hutang di bank! Biar kita gak jadi gelandangan!" Senna menatap sengit ibunya kemudian, "Memangnya Mama pikir Senna mau?! Harusnya kalian mikir dulu kenapa sampai hutang di bank segala!"
Plak! Sekali lagi Mama mendaratkan tamparannya di pipi Senna, "Begitu cara kamu terima kasih sama Papa Mama yang sudah rawat kamu? Sekolahin kamu sampe kamu jadi sarjana?! Hah?!"
Ares dan Febi kembali meringis dan menundukkan wajahnya ketika mendengar Senna mendapatkan tamparan kembali. Anak kembar itu masih tidak bisa beranjak pergi karena tertahan oleh keadaan.
Febi yang merasa bersalah karena sudah meninggalkan begitu saja ponselnya diatas meja. Dan juga mengenai catatannya di note yang dia simpan. Tapi dia berani bersumpah catatan itu sudah dia hapus semenjak Senna dan Papanya saling menjauh beberapa bulan lalu. Video itu juga sudah dia hapus. Tapi Diani bisa menemukannya.
Berbeda dengan kembarannya, Ares berpikir bagaimana dia harus membalas Diani atas kelakuan gadis itu. Dia baru saja mendapatkan teman baru dan sekarang terancam hilang karena Diani. Terutama masalah Papanya yang tiba-tiba menyebar seperti ketakutannya. Sesekali Ares mendesis kesal pada kembarannya. Dan oh, dia bersumpah akan memberi pelajaran pada Diani juga kakaknya karena ini.
Kembali kepada kedua orang yang semakin sengit sementara pria paruh baya itu menatap putrinya dengan nyalang. Jelas sekali Papa menahan marah melihat Senna sekarang.
"Emangnya Senna minta disekolahin di tempet mahal, Mah?! Emangnya Senna minta biar bisa jadi sarjana?! Senna gak minta sekolah tinggi-tinggi sampe ngutang, Mah! Senna gak minta kalo semua itu sekarang jadi beban Senna!" Senna sudah terisak dan memegangi pipinya yang memerah karena tamparan ibunya, "Gak ada orang waktu itu, Mah! Papa masuk rumah sakit, Mama sakit, Sandy harus bayar sekolah, cuma itu yang ada dipikiran Senna, Mah?!"
"Diam kamu! Kamu udah bikin malu Mama, Senna!" Nafas ibunya memendek dan Mama mengepalkan tangannya menatap tajam Senna, "Kamu bikin malu... Mama kecewa sama kamu... Mama..." Mamanya memegangi dadanya kemudian menangis memukul-mukul dadanya sendiri, "Senna kamu kan bisa biarin rumah kita dilelang, Senna. Kenapa kamu lakuin ini ke Mama sama Papa?! Kenapa kamu harus melakukan hal seperti itu ke diri kamu sendiri?!"
Senna menahan tangisannya. Dia berdiam ditempatnya ketika ibunya itu sudah terduduk menangis dengan pilu. "Karena aku tau waktu itu Papa sakit karena Papa gak mau jual rumah masa kecilnya, Mah..."
Papa beralih dan menampar putri sulungnya itu sampai anaknya terjerembab di ujung sofa. Pria itu menahan sakit di dadanya dan kemudian menggelengkan kepalanya menatap Senna, "Kamu itu harta paling berharga Papa, Senna..." beliau menelan ludahnya dan kemudian menganggukkan kepalanya, "Rumah sekalipun gak sebanding sama apa yang sudah kamu lakukan ke diri kamu, Sen! Dimana otak kamu waktu kamu melakukan hal menjijikan seperti itu?! Papa gak besarin kamu jadi perempuan murahan Senna!"
"Iya ini salah Senna!" Senna mengangkat wajahnya, dengan gemetar perempuan itu menunjuk dirinya sendiri dan kemudian menahan isakkannya, "Ini salah Senna semua! Senna bikin malu! Senna jual diri! Senna pelacur iya! Kalo aku gak lakuin itu kita diusir tau! Tapi papa sama mama gak peduli kan?! Gak peduli kalo uang itu bisa buat pengobatan kalian sama sekolah Sandy?! Yang kalian tau cuma Senna yang udah jual diri!"
Sekali lagi Papa mengangkat tangannya ingin menampar putrinya itu. Beliau berhenti ketika Senna menatapnya dengan berani dan mata putrinya sudah merah berurai air mata.
"Senna pergi..."