45

12.8K 1.1K 32
                                    

Enam bulan kemudian

Sean datang lagi. Kali ini hanya dengan pakaian santai bukan dengan setelan kerja yang biasanya dipakai pria itu kalau datang mengontrol kantor juga evaluasi bulanan mereka.

Lutfi yang memandangi sepupunya melirik sesekali ke jam diruangannya kemudian menggelengkan kepala. Dia sudah sadar sejak lama kalau sebenarnya Sean menaruh perhatian lebih kepada salah satu perempuan.

Hanya sebatas itu. Tapi semakin kesini, Lutfi yakin sebenarnya Sean ingin mengambil kesempatan untuk memposisikan diri sebagai pria pemilik satu-satunya dari Senna. Tapi memang dasar logika dan ego itu berat. Pria seperti Sean bila ditanyakan komitmen akan menjadi hal yang rumit.

Bukan hanya anaknya yang akan dijadikan alasan. Pekerjaan, umur dan keluarga besar menjadi pertimbangan Sean untuk berumah tangga.

Pria itu berdecak kemudian terkekeh, "Gue kirain udah sadar lo, Se"

Sean menaikkan kedua alisnya, "Maksudnya gimana?"

"Ya, soal ketakutan bego lo" Lutfi bersandar dengan santai dan kembali menjelaskan, "Gue heran sama lo, masih khawatir sama mantan asisten gue tapi lo katanya gak cinta"

"Ya kan emang gue care doang lut, lebay amat lo" sahut Sean dengan tanpa sadar menaikkan volume suaranya

Sepupunya menghela nafas, dengan senyuman yanb kembali mengulum, Lutfi menjelaskan, "Khawatir boleh, Se. Tapi lo sadar gak care lo segimana? Lo itu sebenernya cuma takut sama bokap lo, kan? Lo takut seandainya nasib Senna kalo kawin ama lo sama kayak anak lo pas baru lahir dulu"

Kembali Sean mengelak dengan melambaikan tangannya, "Sok tau, anjir. Lebay banget. Enggak"

"Nih, kenapa lo care ama tuh cewek?"

"Kan masalah skandal bego"

Lutfi mendengus, "Halah, skandal video. Buktinya sekarang orang udah lupa aja tuh sama itu video. Apa lagi? Sampe lo bela-belain minta maaf ke keluarganya? Apa lagi?"

Sean terdiam sejenak. Tapi dia yakin ada penjelasan lain untuk menjawab sepupunya yang konyol ini, "Ya, karena batal tunangan itu cewek, bego"

Bukannya setuju dengan ucapan Sean, Lutfi mengisyaratkan sepupunya untuk diam dan tidak membantah ucapannya, "Dih. Gak pake otak kan, lo. Se. Kita sama-sama tau ya kalo emang cowok baik-baik dan pinter, si Elang itu harusnya bakalan nerima Senna apa adanya. Video lo sama Senna itungannya video lama bukan? Jauh sebelum dia tunangan sama Elang. Harusnya bisa nerima dong"

"Bener juga lo" mau tidak mau Sean setuju juga. Pria itu kemudian memilih mendengarkan Lutfi

"Emang. Makanya masa iya lo cuma care karena masalah itu doang?" Lutfi menghela nafas. "Lo nyaman sama itu cewek, anak-anak lo nerima dia. Dia juga santai aja pas tau lo punya anak. Bahkan emak bapaknya minta lo nikahin dia"

"Gue gak cinta Lut" kata Pria itu dengan putus asa kepada Lutfi. Kenapa masih saja Lutfi meyakinkan dirinya jatuh cinta pada Senna padahal Sean sudah tahu dia tidak mencintai siapapun di dalam hidupnya.

"Terus lo mau nikah kalo udah cinta? Abis itu pas lama-kelamaan cinta lo abis, kalian pisah? Gitu?"

Sean menelan ludah. Benar tapi pertanyaan Lutfi yang terang-terangan itu membuatnya kesal, "Kok lo nyolot"

Lutfi melambaikan tangannya kembali, "Gak. Gue cuma bingung aja kalo lo selama ini sebenernya sayang sama itu cewek pake acara mondar mandir sebulan sekali ke jakarta pake alasan jenguk anak padahal mata-matain itu cewek. Ngaku aja, lo"

Sean diam. Menelan ludah. Baiklah, dia harus mengakui satu hal yang membuatnya selalu ragu untuk mengambil keputusan, "Gue takut bokap, Lut. Udah jadi presiden pula sekarang"

"Lo bilang bokap lo usir lo dari rumah. Gak diakui keluarga lagi. Kenapa lo masih peduli sama bokap lo" Lutfi menggelengkan kepala. "Sebelum lo makin bego terus itu cewek dinikahin orang, mending sekarang cari doi. Lo kawinin sebelum telat. Gak pake lama, gue tau lo itu cuma kurang lama aja geraknya kebanyakan takut sama bokap lo yang bahkan gak nganggep lo ada selama ini"

"Lo yakin nih?" Tanya Sean tidak ragu

"Lo mau cari dimana Sean? Cewek yang nerima masa lalu lo, yang cocok sama anak lo, yang orang tuanya aja nyuruh lo nikahin anaknya. Se, kesempatan gak dateng dua kali. Sana sebelum telat"

"Bokap gue..."

Lutfi berdecak, "Lo udah dewasa. Lo tau apa yang harus lo lakuin bukannya kabur aja ngikutin kata bokap lo"

Pria itu menghela nafas, "Yaelah, terus gimana sekarang?"

...

"Sean?" Perempuan itu menatap bingung.

Sean datang ke rumahnya. Tidak sendirian tapi dengan pasangan suami istri yang sudah tidak muda lagi menemaninya. Membuat Senna bertanya-tanya ada apa Sean datang di hari jumat menjelang weekend begini.

"Sen..." Sean memeluk Senna begitu saja sampai perempuan itu terkejut dan berusaha melepaskan diri.

Sayangnya orang tua perempuan itu datang dan Papa kemudian menarik putrinya dan berkata dengan tegas, "Rasanya saya sudah pernah bilang pada anda jangan temui anak saya lagi kalau anda tidak---"

"Saya kesini mau melamar Senna om" potong Sean dengan mantap. "Senna maafin gue. Om, maaf. Tapi izinin saya buat jadi pendamping Senna. Bukan karena terpaksa tapi karena keinginan saya sendiri, Om..."

"Sean, lo becanda?" Sergah Senna segera

Sean menggelengkan kepalanya, "Bisa kita bicarain sama keluarga saya, Om? Supaya bisa jelas kalau keluarga kami memang mau Senna sebagai menantunya..."

Senna melongo. Mama hanya menaikkan satu sudut bibirnya tersenyum memandang Sean. Papa? Dikepala beliau sudah berseliweran berbagai macam pikiran. Mau menolak, tapi pamali kata orang menolak lamaran seorang pria. Terlebih di belakang pria itu sekarang berdiri pasangan suami istri paruh baya yang tersenyum pada mereka.


.
.
.










Oke maaf lama gaes. Selain karena ada acara keluarga mendesak, Jakarta kena perombakan ekstrim dikarenakan authornya galau enaknya sean sm senna diapain. Soalnya dipisahin feelnya b aja, disatuin jg feelnya b aja.

IFMJIYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang