Karena weekend ini Sean juga kedua anaknya berangkat ke Singapura, Senna memilih pulang ke rumah setelah Sandy menjemputnya.
Mamanya sedang menyiapkan makan siang ketika Senna tiba dan segera menuju dapur untuk membantu ibunya. Mama tahu kalau Senna sudah datang dan memilih mendiamkan anak sulungnya itu sambil terus memindahkan potongan ayam goreng ke piring panjang yang tersedia di meja makan.
Papa kemudian duduk di salah satu kursi dan mulai memotongi telur rebus menjadi dua bagian lalu meletakkannya di atas piring bundar dan memberikan sesendok saus krim diatasnya.
"Ada acara apa lagi kok rame pake masak-masak segala?" Senna memutuskan bertanya kepada Papanya yang masih tenang dengan telur rebus ditangannya
"Oh..." Papa menatap putrinya, "Kamu mandi aja Senna, ganti baju yang cantik. Ada anak temen Mamah sama Papah mau dateng..."
Senna menautkan kedua alisnya. Menoleh kepada Mamanya yang sudah melirik ke arahnya. "Mama mau jodohin Senna?"
"Iya..." jawab Mama datar dan kemudian meletakkan sendok makan pada piring di sampingnya, "Kamu mau nolak, Senna?"
"Ma..." Senna hendak memprotes tapi kemudian wanita paruh baya itu mengajaknya menuju kamar sang Mama dan mengunci pintu rapat
Mamanya terlihat sangat tegas dan juga marah sekarang. Bahkan Senna sampai menunduk tidak berani menatap ibunya karena takut dengan amarah sang Mama
"Kalo memang pacar kamu cinta sama kamu Senna, sudah dari kemaren dia lamar kamu..."
"Maaah..." Senna menatap ibunya dengan tajam. Pacar? Demi Tuhan, Senna sedang sibuk mencari uang bukannya sibuk memadu kasih seperti yang Mamanya tuduhkan padanya
Mamanya menaikkan satu alisnya dengan tatapan menantang. Putrinya ini sudah sangat kelewatan dan dia sudah tidak bisa mentolerir lagi kesalahan putrinya. Mama bisa melihat tanda-tanda kalau putrinya itu sudah bukan gadis lagi dan beliau tidak ingin putrinya melangkah lebih jauh dalam hubungan terlarang. "Anak temen Mama siap menikah dan menerima apapun masalalu kamu..."
Senna hendak memprotes lagi tapi ibunya terlebih dahulu mengangkat jari telunjuknya mengisyaratkan untuk diam
"Senna. Jangan pikir Mama gak tau apa yang udah kamu lakuin ke tubuh kamu, ya. Mama gak mau kamu sampe kebablasan dan cowok kamu itu pergi tinggalin kamu..." Mama menelan ludah dengan susah payah, "Ini demi kebaikan kamu, Senna. Pria yang bertanggung jawab itu sudah pasti akan minta kamu ke Mama sama Papa sebelum dia menyentuh kamu..."
...
Namanya Elang. Seorang politisi muda yang sudah menduda karena istrinya meninggal melahirkan putri pertama mereka. Anak teman Papa dan Mama Senna ketika mereka masih sekolah dulu. Umurnya terpaut delapan tahun lebih tua dari Senna dan pria itu tampak seperti pria umur 32 pada umumnya.
Senna tidak bisa banyak membantah ketika akhirnya malam ini dia terpaksa merasakan pinangan sederhana dan ala kadarnya dikarenakan orang tua mereka yang diam-diam merencanakan semua ini tanpa sepengetahuan anak mereka.
"Senna ini kerja di firma hukum, baru kemaren diangkat jadi pegawai tetap..."
"Waduh mbak, idaman sekali. Untung ya anaknya nurut sama Mama dan Papanya. El, tuh dengarkan calon kamu kerja di kantor lawyer..."
"Bagus, kan? Cocok dampingan sama El yang katanya mau nyalon ya buat pilkada dekat ini?"
Elang hanya tersenyum ketika Mama Senna dengan semangat bertanya kepada dirinya.
"Sudah kenalan sama Senna?"
"Sudah, Tante..."
"Eh jangan panggil tante, panggil Mama saja. Kan sudah mau jadi keluarga kok masih sungkan-sungkan saja..."
Kembali Elang tersenyum dengan canggung ketika Mama Senna bicara padanya. Pria itu kemudian memundurkan dirinya dan duduk di kursi kosong sementara kedua ibu paruh baya itu berbincang.
Senna yang berada di sebelahnya tidak banyak memperhatikan dan hanya diam mengaduk asinan di tangannya.
"Senna..."
Suara bariton khas yang kemudian Senna sadari berada tepat disebelahnya membuat perempuan itu menoleh, "Mas El..."
Pria itu tersenyum. "Kayaknya kita sama-sama gak tau kalo bakal begini jadinya..."
"Iya..." kata perempuan itu kemudian kembali mengaduk asinannya, "Aku juga baru tau tadi siang..."
"Aku baru tau tadi pas masuk ke rumah kamu..."
Senna menoleh dengan tatapan bingungnya. Pria itu tertawa dengan suara yang sedikit ringan.
"Aku tebak kamu pasti punya pacar ya?"
"Eh..." Senna jadi kikuk sendiri dengan pertanyaan pria itu. Bukan pacar, tapi majikan. Sean memang belum memperpanjang kontrak mereka tapi dia merasa perlu memberi kabar ke pria itu kalau dia sudah tidak bisa menjadi partner Sean dan juga merawat kedua anak Sean.
Elang menganggukkan kepalanya kemudian berkata, "Kita gak buru-buru, Senna. Selesaikan dulu masalah kamu sama laki-laki itu. Kalau misalnya sudah selesai, kita bisa ambil waktu untuk saling mengenal..."
"Mas El, bener-bener serius nerima perjodohan ini?" Tanya Senna dengan bingung
Pria itu mengangguk dengan mantap. "Aku selalu ikut kata Mama kalau urusannya tentang kebaikan aku, Senna. Gak banyak orang tua yang mau repot-repot mengurusi anaknya seperti orang tua aku. Makanya aku mengiyakan tawaran Mama..."
"Tapi Mas El gak kenal sama aku, kan? Aku gak sebaik yang Mamaku ceritain, Mas..."
Kembali pria itu tertawa. "Mama dulu juga menjodohkan aku sama almarhumah istriku, Senna. Jadi aku percaya sama pilihan Mama..."
Senna menggelengkan kepalanya kemudian kembali bicara karena sejujurnya dia merasa terlalu rendah diri sekarang. "Tapi aku beneran gak seperti yang orang kira, Mas..."
"Mas rasa, dengan mengenal kamu besok-besok. Aku sendiri yang akan buktikan kamu bener baik seperti kata orang atau diluar dugaan kita..."
Perempuan itu termangu. Susah sekali bicara dengan pria ini.
Elang kembali memanfaatkan waktunya untuk bicara dengan Senna, "Gak apa-apa, Senna. Kita sama-sama belajar untuk menjadi lebih baik, kan? Aku baik-baik aja apapun keadaan kamu"