"Gue sekarang ngekos, thanks to you..." kata Senna sambil meletakkan beberapa kantung belanjaan di kitchen table milik Sean
Sementara Sean, sudah mengernyitkan keningnya ketika dia melepaskan kancing kemeja, "Haha... Lo ngapain bawa belanjaan segala? Gue kan butuhnya minum susu dari lo..."
Senna membekap mulut Sean, "Anggep aja makasih gue karena lo udah bantuin nyariin kosan dan nge-dp itu kosan..."
Pria itu menyingkirkan tangan Senna dari wajahnya, mengunci gadis itu kemudian mengangkat tubuh Senna dan mendudukkannya di meja makan. Sean melebarkan kedua tungkai kaki Senna dengan lembut, "Oh, iya? Gue mau keluar di dalem. Buat hadiah gue, gue gak perlu makan..."
Senna yang masih awam dengan urusan bercinta hanya bisa menggigit bibirnya dan mengalungkan lengannya dengan lembut ke leher Sean.
Satu minggu yang lalu, Sean mengantarkan dirinya pulang dan meninggalkan perempuan itu begitu saja atas permintaan Senna. Setelah memutuskan beberapa hari, Senna memilih keluar dari rumah orang tuanya dengan alasan pekerjaan.
Pria yang tidak lain adalah sepupu bosnya itu kemudian mengetahui Senna yang akan pindah dan menawarkan bantuan. Sudah jelas Sean ingin urusan ranjangnya tidak terganggu, jadi dia membantu Senna pindah dengan segala urusan tetek bengeknya. Hitung-hitung Sean deposit pembayaran untuk jasa melemaskan adik kecilnya.
Gadis yang sekarang sudah berada di atas kasurnya itu sama sekali tampak tidak keberatan dengan banyaknya permintaan Sean. Awalnya dia bingung, tapi kemudian perempuan itu datang dengan kantung belanjaan karena mungkin setiap mereka habis bercinta, tidak ada makanan yang tersedia untuk memulihkan stamina mereka.
"By the way, gue mau bilang kalo akhir-akhir ini gue suka bau lotion lo..." kata Sean disela-sela ciumannya
Senna menjarakkan sebentar wajahnya, "Oh, iya?"
Sean mengangguk dan beralih ke payudara Senna yang terlihat sangat pas ditangannya, "Hm. Wangi. Kayak permen karet..."
"Itu bau pisang..." protes Senna kemudian mendesah karena remasan tangan pria itu, "Pisang itu beda jauh sama permen karet..."
Sean menggeram sebentar, "In case you forgot, there're lots of banana flavors in bubblegums..." dia menggigit gemas permukaan kulit Senna, "Mungkin lo gak pernah makan permen karet rasa pisang..."
"Gue sukanya rasa mint..." Senna meringis, "Ini sampe kapan mau digigit-gigit? Sakit tau, ngilu..."
Pria itu tertawa. Tertawa dengan sangat santai sampai kemudian satu tangannya beralih mencubit puncak payudara Senna yang mengacung tepat di depan wajahnya. "Biar gue nikmatin dulu kayak permen karet..."
Mereka kembali sibuk menciumi satu sama lain sampai akhirnya Senna sadar kini dirinya sudah terlalu polos di bawah kungkungan pria itu.
"Senna..."
Senna mengangkat wajahnya dan menggigit kecil bibirnya. Menatap bingung kepada Sean yang sudah memandang wajahnya dengan raut yang sangat menginginkannya
"Anyway hari ini pengaman gue bukan rasa pisang kayaknya..."
"Apaan sih..." Senna terkikik kemudian
...
Lima jam berikutnya, Senna sudah meletakkan potongan daging ke atas piring Sean. Karena seingatnya selama mereka berdua, laki-laki dengan perawakan atletis itu tidak pernah menyentuh karbohidrat sebanyak lebih dari satu kali.
Bahkan pernah tidak sengaja Senna menemukan kalau Sean menerapkan pola hidup sehat karena Lutfi mengatakan Sean hanya mau makan nasi padang saat siang hari saja dan selebihnya dia tidak akan mau memakan nasi.
"Taroh di sana aja, gue makan di meja..." kata Sean sambil mendekat ke arah Senna yang baru saja akan mengangkat piringnya
Pria itu duduk, lalu menepuk kursi di sebelahnya untuk Senna sampai gadis itu duduk di sana. "Nanti kalo mau belanja lagi, bilang gue. Gue kasih kartu buat belanja..."
"Okay..." kata Senna mengambil sendoknya
"Oh iya, Sen..."
Senna menoleh kepada Sean dengan kedua matanya yang membulat bingung, "Iya, kenapa?"
"Makan gue ini gak dipotong deposit ena-ena gue, kan?" Sean menunjuk makanannya dengan pisau di tangannya
Senna menggelengkan kepalanya secara polos. "Enggak, kenapa?"
"Syukur deh..." Sean mengelusi dadanya dengan tenang, "Kirain dipotong..."
"Ih, apaaan, sih? Suka gak jelas..."
"Kan kalo dipotong, jujun gak bisa bobo dalam kehangatan..."
Senna melotot. Dia meraih sendoknya, memotong dengan cekatan potongan telur di piringnya lalu menyendokkan begitu saja ke dalam mulut Sean yang masih berceloteh tentang kegiatan panas mereka, "Ih! Orang makan!"
Merasa tidak siap dengan suapan kasar Senna, pria itu menoleh tajam dan menutup mulutnya. Memandang kesal kemudian menunjuk ke arah bibirnya sendiri.
"Potong juga nih lama-lama jatahnya..."
Sean mengunyah dengan cepat, menelan makanannya lalu berkata, "Wah, gue perkosa juga dikantor ini orang..."