"Bun, satu aja bun. Sekali ini aja, please..."
"Kamu mau kemana sih kak?" Senna bertanya sekali lagi dengan nada yang agak kesal. Anak laki-laki Sean ini sedang merayunya agar diperbolehkan pergi mengikuti study tour sekolahnya ke Jepang.
Gila. Buang-buang duit banget sekolahnya Ares dan Febi. Itu kalau dua anaknya berangkat, suaminya bisa bangkrut mendadak itu. Bukan bangkrut juga sih, tapi kan tabungan mereka bisa terkuras. Mending juga mereka liburan sekeluarga atau uangnya untuk tambahan biaya pendidikan Ares dan Febi.
Tapi Senna kepikiran juga. Sandy ikut berangkat study tour karena Papa dan Mamanya memperbolehkan. Varell yang katanya sahabat baik Ares dan pacar kesayangan Febi -kayak ada yang lain aja sih pacarnya ini anak- saja ikut. Belum lagi sahabat Ares yang bernama Megan juga ikut. Khawatir juga Senna kalau Ares dan Febi tidak ikut, nanti mereka dikucilkan. Namanya pergaulan anak muda kan? Apalagi di ibu kota negara yang pergaulannya sosialita. Senna tidak bisa mengungkiri kalau materi itu penting. Terutama dalam unjuk gigi kemampuan finansial soal pendidikan anak.
Dengar-dengar dari Sandy, kalau ikut study tour, mereka seperti melakukan banding. Jadi seperti summer school, mereka akan sekolah di sana dalam waktu dua bulan. Dua bulan tanpa Ares dan Febi? Rumah bisa sepi.
Senna memberengut. "Beneran itu ke Jepang, ya?"
"Ke Taman Anggrek, Bun..." gerutu Ares kemudian menbanting dirinya ke atas kasur yang digeletakkan begitu saja di atas karpet depan TV. Singgasana kekuasaan Ares dan Sean kalau mereka sedang berkumpul. "Tanya aja Sandy, kan dia berangkat sih..."
"Uft..." Senna menghela nafas sambil mengelus perutnya yang sudah membuncit. "Papah bilang apa sama kamu, kak?"
"Apaan?" Ares menolehkan kepalanya, mengalihkan sebentar perhatiannya kepada sang Bunda yang sepertinya masih tidak yakin dengan kegiatan sekolahnya. "Mamah sih bolehin, Papah belom jawab. Nah, Bunda tuh ngomong sama Papah biar dikasih kita berdua pergi..."
"Dih. Papahmu kalo dirayu itu banyak maunya..." Senna menggerutu kembali, "Inilah, itulah. Ih, suruh Febi aja semaput dulu..."
"Wetseeeeh" Ares mendudukkan dirinya dengan heboh. Benar juga. Kenapa dia tidak kepikiran masalah Febi yang pura-pura pingsan untuk minta izin. Sudah pasti diperbolehkan sama Papanya. "Bener uga U, ye... Mana tuh si Febi?"
"Mau kamu apain kakak kamu heh?" Senna sudah berdiri mengekori anak laki-laki yang berjalan menaiki tangga itu.
Mereka segera masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu ke kamar Febi. Pemilik kamar itu hanya kebingungan ketika mendapati adik kembar dan juga Bundanya masuk sambil menatapnya berbinar.
"Febi! Pingsan sekarang..." kata anak laki-laki itu sambil menunjuk kakaknya
Febi melongo sementara Senna menepuk keningnya. Ya, Tuhan. Ares ini tidak ada habisnya membuat dirinya merutuk dalam hati.
Gadis itu segera melemparkan boneka beruangnya ke arah Ares tanpa memedulikan anak laki-laki yang menatapnya dengan antusias, "Lo ngapain sih, bego?!"
Ares hanya bisa menangkap boneka Febi dan kemudian menjelaskan setelah mengambil duduk di dekat kakaknya, "Feb! Ini supaya kita bisa berangkat ke Tokyooooh. Lu akting pingsan dulu, simulasi sama gue disini. Sekarang. Biar kalo nanti depan Papah kita udah expert..."
Senna kembali memijit kepalanya. "Aduh..." ringisnya
"Bener juga lo..."
Senna semakin menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku kedua anak remaja itu.
...
Totalitas!
Senna salut dengan akting kedua anak sambungnya. Bukan hanya memejamkan mata, Febi bahkan rela membuat wajahnya terkena uap magicom agar memberikan efek panas juga keringat demi bisa meyakinkan Sean.