50

24.5K 1.4K 138
                                    

"Papa deg-degan?" Tanya Ares ketika menemukan Papanya memegangi dada sambil melirik ke arah jam tangan

Sean hanya berdehem sebagai jawaban kepada putranya

"Papa grogi?"

"Hm..."

"Papa banyak pikiran?"

"Hm..."

"Papa mau kabur aja?"

Sean mencengkram lengan anaknya sambil menatap tajam. "IYA! AYO RES KITA KABUR!"

Ares menganggukan kepala dengan tenang, melepaskan diri dan mengajak Papanya untuk duduk kemudian. Anak muda itu melirik sebentar ke jam tangannya dan mengingat beberapa menit lagi waktu yang mereka miliki. Penghulunya sudah datang, hanya saja Sean meminta sedikit jeda waktu untuk menenangkan diri.

Tiga minggu lalu, adalah prosesi lamaran mereka bersama keluarga besar kedua belah pihak. Sean tidak menyangka justru setelah acara lamaran itu ketakutannya bermunculan. Bagaimana nanti? Bagaimana dia akan menjalani peran sebagai suami? Bagaimana nanti dia harus mengurus istrinya? Bagaimana nanti dia membagi waktu antara anak dan istrinya? Dan sebagainya yang kemudian berkaitan dengan urusan finansial Sean.

Ares melihat Papanya kemudian menggelengkan kepala. Meminta seseorang masuk ke dalam ruang tunggu dan kemudian meninggalkan Papanya bersama orang itu.

Lutfi menunggu. Sean terlihat sangat berbeda sekarang. Beberapa hari lalu, Sean meminta liburan ke Pulau Kenawa dan menyendiri di sana. Lutfi kira Sean akan kabur dan seperti biasa, Senna bahkan bereaksi datar dengan liburan tiba-tiba Sean.

Mereka seperti sudah terbiasa seperti itu. Membuat Lutfi yakin kalau Sean dan Senna adalah pasangan yang cocok. Biasanya kaum perempuan yang akan panik setengah mati di hari pernikahannya, ini malah Sean yang mendadak terkena sindrom pernikahan.

Lutfi jadi bergidik ngeri, mengingat nasibnya yang mungkin saja sama dengan Sean. Sepupunya sekarang bahkan berkeringat dan menunduk dengan gelisah.

"Hey, Man..." Lutfi akhirnya bersuara

"Hm..." suara Sean terdengar serak untuk menyahut, pria itu mengangkat kepalanya

"Belom terlambat kalo mau dibatalin..." ucap Lutfi dengan santai

Sean menyeringai, "Terus bikin skandal baru lagi? Gak, deh"

"Yah, elu..." Lutfi menyandarkan tubuhnya lalu menatap bingung kepada adik sepupunya ini, "Kawin enggan, hidup jomblo tak mau..."

Sean memilih tidak menjawab. Dia ragu apakah benar ini keputusan yang tepat. Eyangnya bahkan sangat bahagia mengetahui Sean akan menikah, pikirnya bisa menular kepada cucunya yang lain. "Hm. Gue gak tau..."

"Apanya? Ya, udah batalin aja..."

Pria itu mengerang memandang tidak setuju

"Lah, Senna juga paling bilang, oh, iya. Gak apa-apa, Sean. Daripada kita nyadarnya telat kalo ternyata kita cocoknya temen main di ranjang aja, bukannya teman hidup"

"Bangsat lo, ya. Bukannya semangatin malah ngatain..." Sean menggerutu. Dirapikannya kembali jasnya dan kemudian menatap pantulan dirinya dengan gelisah

Lutfi bangkit dari duduknya, menepuk pelan bahu Sean sebelum berkata, "Se, Life is trial and eror. Nikah itu gak berat. Lo cuma akan ngejalanin hidup lo kayak biasanya, tambahan ada temennya. Temen makan, temen tidur, temen main, temen debat. Lo gak akan tau gimana rasanya sebelum lo ada di dalemnya..."

"Tapi kalo gue sama dia---"

"Yah, pisah. Kalo gak cocok. Oke?"

"Gak membantu banget itu saran..." kembali Sean menggerutu ketika menatap sepupunya. Pria itu menghela nafas kemudian

IFMJIYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang