10

21.1K 1.5K 16
                                    

Lutfi menepuk-nepuk punggungnya sambil meringis. Dia baru saja selesai menghadiri persidangan dari kasus yang dia tangani kemudian Sean datang dan membantunya membaca laporan.

Tidak memperhatikan apa yang sejak tadi Sean lakukan karena dia terlalu lelah.

Senna berdiri di ujung pintu dengan melotot kepada Sean. Pria itu sepertinya tahu kalau dia akan masuk ke ruangan bosnya dan dengan sengaja mengerlingkan mata ke Senna. Takut kalau Lutfi akan memergoki tingkah laku Sean yang entah kenapa agak gila siang hari ini, Senna memilih memundurkan tubuhnya kemudian berkata

"Pak, saya sudah boleh keluar makan siang?"

Sean nyaris saja tertawa, tapi kemudian dia menatap dengan senyuman nakalnya. Entah kenapa pria itu semakin tidak bisa diam memandangnya.

Lutfi tidak melirik Senna sama sekali. Dia semakin sibuk menatap potongan kalimat di dalam lembarannya, "Ya... Boleh. Titip makan siangnya, Sen. Kalo bisa suapin saya ya?"

Baik Sean maupun Senna melotot ke arah Lutfi.

"Saya juga mau sekalian disuapin kamu, Senna..."

Senna menatap tajam ke arah Sean. Sayangnya dia harus segera tersenyum kepada Lutfi yang sekarang sudah menatapnya dengan lelah. "Gimana, Pak?"

"Bercanda saya..."

Sean sudah akan tertawa, dia menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri mendengar penuturan Lutfi. Lengan kemejanya yang sudah menggulung kemudian dia rapikan kembali. Mengalihkan pandangannya dari Senna.

Lutfi mengerutkan keningnya. "Senna..."

"Iya pak?" Senna merasa gugup. Pandangan atasannya terlihat sangat tidak biasa karena sekarang sedang meneliti sesuatu pada dirinya.

"Kamu punya pacar?" Lutfi membenarkan letak kacamatanya karena takut apa yang dia lihat pada diri Senna salah.

Tapi gadis itu masih berdiri dengan kikuk. Semakin mengerjap ketika Lutfi menganggukkan kepalanya beberapa kali.

Sean mengerling sekali lagi. Dia meregangkan otot-otot lehernya dan masih berusaha menahan tawa melihat betapa polosnya Senna yang masih tidak menyadari apa yang salah pada dirinya.

Lutfi melirik sepupunya dan kemudian berkata, "Udah ada cowoknya, Se..."

"Huh?" Senna menatap dengan bingung. "Gimana, Pak?" Tanyanya memastikan sekali lagi karena tidak mengerti dengan ucapan Lutfi kepada dirinya

"Itu..." Lutfi menunjuk leher gadis yang menjadi asistennya dengan satu jari telunjuknya.

Senna yang menyadari maksud Lutfi segera menutup lehernya. Memang benar lehernya sedang terekspos bebas karena tadi dia mengikat rambutnya. Dan sekarang dia mengetahui apa yang sejak tadi Sean perhatikan dari dirinya. Gadis itu sudah terlanjur malu.

Sean masih berusaha menahan tawa dengan menutupi setengah wajahnya menggunakan laporan kasus Lutfi sementara sepupunya itu menggeleng-gelengkan kepala.

"Saya gak nyangka pacar kamu ganas juga..." Lutfi terkekeh kemudian, tidak menyadari Sean yang sudah melotot kepada dirinya.

"Uh... Makan siang kan, Pak?" Senna mengalihkan pembicaraan dan menatap tajam Sean seolah mengancam pria itu

Lutfi menunduk kembali, "Ya... Dua, ya. Buat si anak ini satu..."

Oh. Senna menghilangkan dirinya dari pandangan Lutfi secepatnya. Sialan, Sean. Kapan pula pria itu membuat tanda di lehernya? Senna mengutuk Sean sambil berjalan menuju pantry kantornya.

...

Dua jam sebelumnya

"Ngapain?" Senna bertanya setengah kebingungan ketika dia ditarik menuju salah satu ruang kosong di tangga darurat.

Sean menolehkan kepalanya kesana kemari mencari sosok manusia yang sekiranya akan mengganggu kegiatan mereka. Setelah dikira aman, dia menarik pinggang Senna dan melesakkan kepalanya di ceruk leher Senna begitu saja.

"Aduh..." Senna meringis dan menjauhkan pria itu dari dirinya, "Kenapa, sih?"

"Ntar malem gue begadang nemenin bos, lu. Gak bisa nenen deh..."

Sungguh betapa polosnya ucapan Sean dan membuat Senna ingin menampar bibir laki-laki itu sekarang. "Ih, jijik banget sih gue dengernya..."

"Nanti balik sendiri, ya? Ke apart gue..." lalu Sean mengambil beberapa lembar uang dalam dompetnya, "Ini ongkos, ini buat makan..." memberikan tiga lembar lagi dan dengan senyum nakalnya meraih payudara Senna sampai gadis itu memekik, "Ini buat upah lembur"

"Gak lucu, Sean..." Senna mencebik dengan kesal

Sean yang melihat itu lantas menarik lengan Senna dan membuka pintu yang berada di belakangnya. Dia sudah hafal dengan denah gedung ini. Sean yakin, tidak ada yang bisa mendengar mereka di gudang kecil itu. Maka dia menguncinya.

Senna yang tidak mengerti hanya bisa bertanya terus-menerus kepada pria yang baru saja mengurung diri mereka berdua, "Ngapain? Sean? Ini ngapain?"

Pria itu sudah menghela nafas dan menarik sabuknya, "On your knees, babe..."

Membuat Senna hampir saja menjatuhkan rahangnya ke lantai

IFMJIYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang