20. Gundah

1.7K 189 15
                                    

Yoongi menatapku, lalu tersenyum licik. Astaga kalau aku tidak merasa perih di tanganku juga aku akan menghajar pria ini.

"Aku tahu." Ucapnya. Lalu lanjut mengoleskan krim obat itu pada lukaku.

"Lalu kau akan terus membiarkanku marah padamu?"

"Kau itu marah atau kesal?"

"Keduanya."

"Tidak konsisten."

Tahan amarahmu, Ghania.

Aku cuma bisa diam. Menahan rasa perih yang ada di kulit tangan kananku.

"Selesai."

Begitu ia bilang selesai, aku menoleh ke arah lukaku yang sudah diolesi krim itu. Rasanya masih perih, aku harap lukanya membaik beberapa saat lagi.

Saat aku ingin beranjak dari sofa, ia menahanku.

"Hey."

"Apa?"

"Duduk."

Apalagi.. Aku sudah pusing berhadapan denganmu.

Aku kembali duduk ke tempat dudukku dan sesekali meliriknya sedang memberesi krim tersebut. Setelah itu, ia membersihkan tangannya dengan tisu lalu memfokuskan perhatiannya padaku.

"Kalau kau mau jelaskan sesuatu aku akan mendengarkannya sebelum moodku hancur lagi."

"Kau mau?"

"Tidak mau cerita? Yasudah aku inginã…¡"

"Iya-iya. Aku cerita."

Ia menghela nafasnya. Aku menatapnya dan memijit keningnya.

Pusing kan? Sama.

"Pertama, aku minta maaf soal kejadian di ruang dosen. Aku tak bermaksud untuk menatapmu seperti itu."

"Aku juga minta maaf karena membangunkanmu. Kau mungkin tak menyukainya."

Yoongi menatapku tajam, membuat sesuatu dalam tubuhku seakan merasa sakit. Sial, dia bisa memberikan tubuhku efek seperti ini.

"Kedua, aku ingin cerita soal wanita tempo hari."

"Hmm."

"Namanya Kim Jiwon. Dia temanku sejak sd. Ia.. Ya.. Kau tahu lah."

"Mantan?"

Yoongi mengangguk. Aku masih mendengarkannya.

"Orang tuanya tahu kalau aku sudah putus hubungan dengan Jiwon. Tapi Jiwon terus menghubungiku. Aku hanya menganggapnya sebagai teman, sungguh. Aku ㅡ"

"Kau?"

"Aku menyesal karena malam itu mungkin aku meninggalkanmu dengan tanda tanya besar. Maafkan aku."

Aku menghela nafasku lega dan mengusap wajahku dengan tangan kiriku. Sungguh pria ini merepotkan, aku hampir mati karenanya.

"Tidak apa. Setelah mendengar penjelasanmu, aku mengerti. Selama kau jujur padaku aku takkan pernah marah padamu. Karena itu lain kali jangan tinggalkan aku begitu saja tanpa bilang apapun, aku tak menyukainya."

Aku meliriknya.

Ia tersenyum!

Ini aneh karena senyumannya membuatku senyum juga. Kami berbaikan? Yeah! Benar! Kami baikan! Rasanya seperti lulus ujian dengan hasil yang memuaskan.

"Belajar sana. Setelah liburan nanti kau akan menghadapi ujian akhir semester."

Aah ya kau benar!

Liburan memang sebentar lagi. Itu artinya aku harus pulang ke Jakarta. Sepulang dari break natal dan tahun baru aku harus siap menghadapi ujian akhir semester tahun depan. Bingung kan? Libur dulu baru ujian.

"Ahh oke baik."

"Kau sudah makan malam?"

"Belum, sih."

"Aku buatkan ya. Kau mau apa?"

"Apapun itu yang enak."

Ia menyentil dahiku. "Baik, Tuan putri."

Seketika wajahku memerah. Aku berdiri mengikuti langkahnya dan meninju pelan punggungnya.

"Mana ada tuan putri di sentil oleh pelayannya?!" Ucapku sambil trertawa.

"Siapa bilang aku pelayanmu? Aku pangeranmu." Ucapnya tersenyum.

Ah ya.. Benar.. Kau benar-benar seorang pangeran. Apa aku pantas jadi tuan putrimu? Hahah.

Berhenti memikirkan pria ini! Aku harus belajar untuk ujian akhir nanti!!!

Aku masuk ke kamarku dan Yoongi pergi ke dapur untuk memasak sesuatu. Aku ingin belajar, tapi tangan kananku kan tak bisa menulis.. Yah sebisaku saja lah.

Aku akan memulai hari esok dengan senyuman kembali seperti sedia kala.

🎡

"Wajahmu begitu masam. Kau tidak ingin bertemu liburan atau bagaimana?"

Pagi menuju ini Yoongi berjalan kaki ke kampus bersamaku. Entah kenapa hatiku merasa aneh kali ini.

"Tentu saja aku ingin liburan!"

"Lalu kenapa?"

"Aku khawatir.."

"Terhadap?"

"Sepupumu."

"Heol. Kalian begitu dekat ya."

"Iya.. Begitu. Ahh sudah lupakan saja."

"Hm. Yasudah."

Kami berdua kembali berjalan ke kampus. Aku tak tahu apa yang sedang dirasakan Yoongi, tapi hatiku benar-benar gundah sekarang.

Aku hanya ada jadwal satu kelas hari ini, yaitu kelasnga Yoongi. Selebihnya aku akan mendapatkan liburanku. Mungkin mahasiswa lain akan ada yang masih datang ke kampus, guna menyelesaikan kelas mereka yang sempat mengulang di semester ini.

Mau bagaimanapun aku harus fokus.

Aku menjalani hari sebaik mungkin. Pada kelasnya Yoongi, ia hanya memberikan materi ujian akhir semester pada kami sebelum kami benar-benar libur. Lalu ia juga mengadakan kuis kecil. Menyebalkan memang, di hari-hari akhir seperti ini, ia malah mengadakan kuis. Untung aku belajar semalam.

Dan tentang perasaan tidak nyaman ini, aku tidak mengerti kenapa rasanya semakin buruk.

"Ghania!"

Itu Yoongi. Aku hanya melambaikan tangan dan ia berlari mendekatiku. Sesaat setelah Yoongi berada di sampingku, ponselku begetar. Sebuah panggilan masuk!

Tapi kupikir, Hyoah yang menelefonku. Hari ini, ayah yang menelefon.

Kenapa ayah? Tumben sekali. Jarang-jarang ia menelefonku. Lebih baik aku mengangkat telefonnya.

"Halo?"

'Ghania. Ayah gak mau tau semester depan kamu harus pindah ke apartemen udah disediain dari kampus itu!'

Mendengarnya membuat jantungku terasa akan pecah. Aku takut, sungguh.

"Kenapa?!"

'Kamu juga tahu kenapa ayah gamau kamu tinggal disitu lagi. Pokoknya besok kamu pulang ke Jakarta, tiket pesawatnya udah diurus, kamu cek email kamu sekarang. Ayah sama Mr. Han yang akan ke Seoul untuk ngurus apartemen kamu.'



Deg.







Ketahuan....?

My WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang