Krrrrrriiinnnnnnnggggg
Saat aku melihat jam weker, alat penunjuk waktu itu menunjukkan pukul enam pagi. Lagi-lagi aku memasangnya terlalu dini karena terbiasa dengan alarm saat aku tinggal Jakarta, haduh...
Mungkin pria lain yang tinggal di apartemen ini belum bangun, seingatku ia tidur sebelum jam makan malam. Aku langsung bangkit dari tidur dan memberesi tempat tidur itu. Beranjak ke kamar mandi, cuci muka, lalu gosok gigi. Setelah itu, aku pergi ke dapur untuk mencuci piring sisaan makan semalam. Melirik pintu kamarnya yang berada tepat di samping pintu kamarku, masih tertutup rapat.
Oh iya, hari ini aku menjadi mahasiswa baru di Universitas Kesenian Korea. Kenapa aku bisa masuk universitas ini? Jadi, setahun lalu aku melamar beasiswa kepada kedutaan hanya untuk iseng. Aku sendiri sangat tertarik untuk belajar di negeri gingseng, namun aku sama sekali tak berniat untuk belajar disini. Hanya seorang gadis yang bisanya cuma berimajinasi, aku bisa apa? Bisa iseng, iya. Intinya, aku tertarik tapi tak berniat untuk serius. Menyadari beasiswa ini sangat penting, jadi aku harus belajar dengan sungguh-sungguh.
Setelah dinyatakan lulus seleksi nilai rapot, aku cukup terkejut. Tapi sampai situ, aku tak memberitahu keluarga atau teman-teman. Aku diam-diam mengikuti ujian yang diselenggarakan di kedutaan dengan membawa pikiran seperti, 'ah paling juga aku akan gugur di seleksi ini.'
Lalu yang mencengangkan adalah saat pengumuman ujian di kedutaan. Saat itu, aku membuka ponselku karena notifikasi email dari kedutaan. Aku membukanya, lalu... Baaam.. Disana tertulis bahwa aku lulus tes beasiswa di kantor kedutaan dan diterima menjadi mahasiswa baru di Universitas ini. Sebagai pelajar yang melamar beasiswa secara main-main, ini sebuah keajaiban tersendiri.
Tanpa pikir panjang aku menerimanya dan keluargaku mendukung. Jujur saja, aku bukan berasal dari keluarga kaya raya. Ayah bekerja sebagai pegawai negeri dan Ibu sebagai ibu rumah tangga ditambah lagi seorang Kakak yang masih kuliah. Beasiswa ini menjadi satu-satunya jalan bagiku untuk meringankan beban Ayah dan Ibu.
Kenapa aku tak tinggal di apartemen yang sudah disediakan universitas? Alasannya gampang, Seoul itu adalah kota yang padat penduduk, hampir sama dengan Jakarta. Universitas memang menyediakan apartemen di dekat kampus bagi para penerima beasiswa, namun tidak ada kamar kosong yang tersisa. Sekalinya ada, apartemen tersebut berada jauh sehingga harus memakan waktu 4 jam melalui rute subway dan bus yang sangat sulit dan buang-buang umur.
Ayah meminta tolong kepada rekan kerjanya bernama Mr. Han. Beliau memiliki keponakan yang tinggal sendirian di sebuah apartemen yang hanya berjarak sekitar satu atau dua kilometer dari lokasi kampus. Awalnya aku tidak ingin tinggal bersama orang asing yang tak aku kenal, tapi daripada memakan ongkos dan waktu selama 4 jam dari apartemen, lebih baik aku bertamu dan menetap di rumah orang.
"Kupikir siapa, ternyata kau."
Memangnya siapa lagi yang ada di rumah ini?
Seperti yang kukatakan, pria lain di rumah ini yang aku maksud adalah Min Yoongi.
"Kau tidak tidur lagi?" Tanyanya, sembari mengusap wajahnya dan duduk di meja makan.
"Aku terbiasa bangun jam segini, kalau kau mau tidur silahkan saja," Kataku.
Berkat pelatihan Bahasa Korea selama setahun sebelum aku masuk universitas, aku jadi lancar berbahasa Korea dan berbicara pada Yoongi. Awalnya, memang sulit, tapi setelah terbiasa berbicara dengan ssaem yang mengajar, aku jadi lancar seperti ini.
"Tidak apa, aku sudah bangun sejak pukul dua pagi."
Oh, itu alasannya mengapa ia tidur dari sebelum jam makan malam? Aku jadi makan malam sendirian. Aku tidak tega, atau memang, tidak berniat untuk membangunkan tidurnya.
"Kau selalu terbiasa bangun sepagi ini ya?"
Aku menoleh ke arahnya yang duduk di meja makan, lalu mengangguk.
"Di Jakarta, aku akan dibunuh ibuku jika bangun jam segini."
"Serius? Lalu biasanya kau bangun pukul berapa??"
"Hmm... Sekitar pukul setengah 5.. Aku harus bersiap-siap, mencuci baju, menggosok seragam, membuat bekal untuk sekolah.."
Yoongi kelihatan membulatkan mulutnya. Sesaat kemudian, ia mengulat dan menopang kepalanya di meja makan itu sambil menatapku membelakanginya.
"Hari ini hari pertamamu?"
"Iya."
"Semangat."
Aku mematikan keran sesaat setelah ia menyemangatiku. Aku melihat ke arahnya, dan membalas senyumannya. Ya Tuhan, apakah malaikat sedang tersenyum padaku?
Aku mengelap tangan yang basah dengan lap tangan yang tergantung di lemari. Melangkahkan kaki ke hadapannya dengan membawa sepiring roti panggang yang sempat aku panggang beberapa saat lalu.
"Ada satu hal yang ingin aku tanyakan."
"Apa?"
"Aku bingung harus memanggilmu apa."
Yoongi memikirkannya sejenak. Ya, jelas. Aku bingung harus memanggilnya apa mengingat ia lebih tua dariku dan dia dosenku juga. Tapi canggung rasanya jika aku memanggilnya gyosu-nim. Gyosu-nim atau dosen, merupakan panggilan formal di kampus. Aku tidak mungkin memanggilnya Gyosu-nim saat berada di rumah.
"Oppa?" Sarannya. "Senyamanmu saja. Hanya namaku juga boleh," Lalu ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Aku begini karena aku berusaha membuatmu nyaman seakan kau berada di rumah. Pasti sulit karena kau harus tinggal pisah dan jauh dengan keluargamu," Katanya lagi.
Ia tersenyum kembali menatapku. Membuat aku yang melihatnya langsung tiba-tiba merasa senam jantung dan membuat benak menjadi berbunga-bunga.
Ahh.. Dia baik sekali.
Yoongi memang terlihat seperti pangeran es. Wajahnya memiliki karakteristik seperti orang bangsawan yang sangat berwibawa. Hanya saja, ia bekerja sebagai dosen. Sudut mata yang runcing, kulit putih pucat, bibir yang tipis memperkuat image nya sebagai pangeran es. Kepribadiannya mungkin aku belum tahu persis, namun sejauh ini dia benar-benar hangat dan ramah kepadaku.
Takkan ada orang sebaik dia yang mau menerima orang asing ke dalam apartemennya.
"Terima kasih.. Kau baik sekali."
Sekali lagi, ia memberikan sebuah senyum simpul yang berhasil membuat wajahku memerah.
.
Hey, Ghania! Kau tahu apa? Kau memiliki beberapa hal yang baru dalam hidupmu. Kau berhasil dapat beasiswa dan menjadi mahasiswa baru di universitas baru. Kau bertemu dengan seseorang yang baru, mengizinkanmu untuk tinggal di rumahnya dan secara tak langsung akan menjadi bagian dari kehidupan barunya dan juga kehidupan barumu.
Mari terus berharap segalanya akan lancar hingga nanti waktunya kelulusan!
Yang tersayang,
Ghania Ayu Pertiwi.
p. s :Yoongi oppa, roommate baruku, dosenku yang ganteng, aku bakal kuat gak yatinggal bareng selama empat tahun? HAHAHA.
KAMU SEDANG MEMBACA
My World
Fanfiction[completed] Ghania adalah seorang gadis asal Indonesia yang berkesempatan untuk melanjutkan pendidikannya di Korea Selatan. Berbagai alasan memaksanya untuk tinggal bersama seseorang, yang hingga saat ini ia anggap sebagai dunianya. 항상 널 찾은 거야. - I'...