40. 시간이 지났다

1.3K 147 2
                                    

Aku beruntung bahwa pertemuan antara orang tuaku dan orang tuanya Lian hanya sebatas pertemuan biasa. Desas desus pernikahan yang pernah diucapkan Mas Irvan belum muncul di permukaan forum setiap kali kami mengadakan pertemuan.

Seringkali aku bertanya pada ibu, kapan ayah akan mengerti bahwa aku punya satu orang yang aku cintai. Tapi ibu hanya bisa berkata, biarkan waktu yang menjawab semua ini. Menurutku, ayah tidak mungkin mengubah keputusan yang ada di kepalanya. Walaupun tidak ada yang tidak mungkin. Aku yakin suatu saat ayah bisa merubah pikirannya dan aku takkan berhenti berdoa sampai hari itu tiba.

"Wajah kusut banget, Ghan. Kenapa? Ada masalah sama Lian?"

Kali ini bukan aku yang pulang ke Jakarta, melainkan Hyoah yang main ke Seoul. Ia selesai sidang beberapa minggu lalu dan memiliki banyak waktu luang untuk mengunjungi Seoul, termasuk bertamu di apartemenku sore ini.

"Udah mau ujian akhir juga lo." Lanjutnya.

Aku meliriknya sesaat, "Yah lo enak tinggal wisuda. Kak Jimin juga enak udah mau kerja." kataku sambil memakan cemilan yang ada di apartemen ini.

"Oh iya, gimana sama Kak Jimin?" Tanyaku santai.

Hyoah menarik nafasnya, "Ya gitu, biasa aja."

"Pelaminan kapan?"

"Buset dah, Ghan. Baru juga lulus sarjana, kerja belom, udah pelaminan aja!" Seru Hyoah sambil terkekeh.

Aku tertawa kecil menanggapi kalimat Hyoah, "Besok-besok gue nanya gitu ke Kak Jimin, ah." Ledekku.

"Wah ni anak ya." Gurau Hyoah.

Menginjak tahun terakhir masa perkuliahan, aku sudah terbiasa untuk hidup sendiri bahkan jika aku masih merasa canggung bila bertemu dengan Yoongi. Jika perkuliahan di Indonesia mewajibkan mahasiswa pasca sarjana mereka untuk melakukan skripsi, lain halnya dengan Korea Selatan. Mereka membebaskan mahasiswa mereka untuk mengikuti sebuah penelitian atau membuat hal semacam skripsi. Paling-paling hanya ikut ujian formalitas dan beberapa ujian praktek, mengingat aku adalah mahasiswa kesenian.

"Lo mau lanjut S2 apa kerja kak?"

"Lanjut kayaknya." Jawab Hyoah.

Aku melirik ia sesaat, "Kalau dilamar Jimin duluan gimana?" Tanyaku penasaran.

"Lamar tinggal lamar, nikah tinggal nikah. Gue bakal tetep lanjut S2." ujarnya santai.

Kadang aku berpikir bahwa hidup sunbaeku yang satu ini sangat enak.

"Lah nanti kalau punya anak gimana?" Tanyaku lagi.

"Duh, Ghan, cewek itu harus bisa multitasking. Kalau emang jalan gue begitu ya siap-siap aja jadi mahasiswa dan ibu rumah tangga!" Serunya.

Iya juga. Ada benarnya.

"Lo sendiri gimana? Sama Lian?"

Lian lagi, ya..

Entah lah. Selama ini aku hanya menjalani keseharian sebagai Ghania seperti masa SMA dulu. Sekolah tanpa memikirkan hal seperti itu. Antara aku dengan Lian juga walaupun kurang mulus, ia selalu berusaha sebisa mungkin untuk mengencerkan suasana dan membuatnya menjadi tidak canggung.

Mengingat ia akan bersamaku nanti, mungkin aku akan menerimanya perlahan.

Mungkin…

"Gak gimana-gimana." ujarku.

Hyoah menarik nafasnya, "Namanya jodoh ya, gak ada yang tau," Katanya.

"Gue juga belom tentu sama Jimin 'kan." Lanjutnya.

Memikirkannya membuat kepalaku sakit, "Pusing gue mikirinnya. Sekarang mah nurut aja ama orang tua." Ucapku lemas.

"Tapi ya, Ghan.."

"Apa?"

"Yoongi itu masih mikirin lo tau." Katanya.

Mendengar hal itu membuatku membeku seketika. Walau tidak kaget lagi soal pernyataannya, itu cukup membuatku harus memutar balik pikiran dan melihat ke arah Yoongi.

"Sama." Ucapku santai.

"Terus, udah gitu aja? Lo bakal berakhir sama Lian?" Tanyanya.

"Mau gimana lagi?"

"Ih." Hyoah mencubitku pelan, "Kalau Yoongi aja masih mau perjuangin lo, kenapa lo gak balik merjuangin dia?"

Aku memutar manik mataku sesaat, "Perjuangan bisa apa kalau orang tua udah bertindak." Kataku sarkastik.

"Lalu orang tua bisa apa kalau Tuhan berkehendak?"

Aku meliriknya sesaat. "Yoongi mana mungkin jodoh gue." Ujarku santai.

"Gak tau dah ya. Tapi siapa yang tahu? Siapa tahu yang kalian lewatin ini bukan perpisahan biasa, melainkan ujian untuk kalian berdua. Apa kalian bener-bener kuat dalam hubungan ini?"

Mendengar kalimat Hyoah, aku bergeming. Melihat ke arah luar jendela, menerawang apa yang akan terjadi selanjutnya.

Ya benar, mungkin saja sebuah ujian. Maafkan aku bila nanti aku tak dapat lulus ujian ini, aku tak bisa berbuat apapun.
🎡🎡🎡

My WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang