41. Tentang Dia

1.3K 137 4
                                    

Yoongi's POV

"Yoongi, jangan lewati makan siang. Kau mau ikut denganku?"

Suara Seokjin membangunkanku dari tidur di ruang kesehatan kampus ini. Sesaat ku angkat kepala yang sempat terbaring di meja sebentar, menatap pria yang tiga bulan lebih tua dariku itu.

"Aku harus menyelesaikan instrumen dan bertemu dengan Pak Yanto, kau duluan saja." Ujarku.

Seokjin memicingkan matanya. "Pak Yanto siapa?" Tanyanya.

"Guru Bahasa Indonesiaku." Kataku lagi.

Seokjin hanya bisa tertawa kecil. "Kau benar-benar belajar ya." Katanya.

Aku mengangguk dan mengusap wajahku sesaat. "Tentu saja." Ujarku.

"Kau tidak takut perjuanganmu akan sia-sia?" Tanyanya.

Mendengar hal itu membuatku berpikir sejenak. Tak ada yang tak mungkin, namun aku yakin apa yang aku lakukan ini adalah tulus walau aku takkan pernah menerima apapun dari Ghania lagi. Gadis itu benar-benar membuatku gila dan bahkan setelah berpisah darinya, aku merasa semakin tidak waras.

"Tidak."

"Aku mengerti sih," ujar Seokjin tertegun sesaat

"Pada intinya aku akan mendukungmu, apapun itu. Beritahu aku jika kau butuh pertolongan, aku akan membantumu sebisaku."

🎡

"Malam, pak."

Pak Yanto menyapaku dengan senyuman hangat seperti biasa malam itu. Aku datang ke restorannya di Itaewon. Seperti biasa, aku melanjutkan belajar bahasaku dengannya.

"Ooh, jalhaeneunde?" (Ooh, kau bicara dengan baik)

Aku mengembangkan senyumku sesaat setelah Pak Yanto memuji kalimat Bahasa Indonesiaku. Walau masih sedikit berantakan, ia tak sungkan mengajariku terus-terusan. Walau apa yang aku lakukan ini kadang membuatku berpikir kalau semuanya akan sia-sia, entah kenapa aku punya pikiran kalau semuanya akan kembali seperti semula.

Ini semua karena aku yakin dan percaya dengan Ghania.

Walaupun terkesan naif, tapi memang itu adanya. Walaupun suatu saat ia takkan berakhir denganku, aku akan tetap percaya padanya. Walaupun suatu saat aku takkan berakhir dengannya, aku masih akan percaya. Sampai matipun mungkin aku tak akan melepas Ghania untuk siapapun, jadi aku berusaha dan berjuang sebisa mungkin. Demi aku, demi dia, demi kita berdua.

"Gimana kabarnya Ghania?" Tanya Pak Yanto, mempersilahkan aku duduk di hadapannya. Ia mengajakku bicara dengan Bahasa Indonesia.

Dua tahun terakhirku belajar Bahasa Indonesia secara intensif berguna untuk hal ini.

Aku termenung sesaat, kabar ya. Entah lah, beberapa bulan terakhir aku jarang melihatnya. Mungkin karena ia sekarang tinggal jauh dariku.

"Baik-baik aja kayaknya." Jawabku.

Pak Yanto tersenyum, "Udah dua tahun lebih, loh." Ucapnya.

"Jadi, gimana?"

"Apanya Pak?"

"Kamu gak ketemu aja sama orang tuanya dia?"

Aku menggeleng sesaat. Membayangkan berada di hadapan orang tuanya saja aku tidak bisa. Memikirkan hal itu melukai harga diriku dan otomatis mengecapku menjadi pengecut sejati.

"Kamu mau tau gak."

"Apa pak?"

"Dulu juga, mertua bapak galak. Sama kayak kamu, Istri bapak dimarahi habis-habisan sama orang tuanya."

Aku memiringkan kepalaku.

"Ada kabar juga kalau dia mau dinikahkan dengan orang lain. Bapak gak mau dia nikah sama orang lain jadi bapak nikahin dia dengan syarat bapak harus sarjana. Setelah nikah, bapak kerja sambil kuliah, lalu sarjana dan tunjukkin ke mertua bapak kalau saya bisa melakukannya. Begitu."

Aku melongo sesaat mendengar perkataan Pak Yanto. Ternyata ia juga mengalami hal ini, pasti berat baginya untuk menikahi seseorang yang sangat ia cintai.

"Makanya kamu tunjukkin ke orang tuanya Ghania bahwa kamu serius sama dia."

"Orang tuanya dia bener-bener tidak suka saya, Pak."

"Kalau kamu cinta sama Ghania, kenapa harus pikirkan itu?" Ungkapnya.

"Menurut bapak, pemikiran kebanyakan orang tua di Indonesia masih tradisional. Mereka lebih nyaman jika putrinya dinikahkan dengan orang yang mereka kenal dan percaya." Lanjutnya.

"Kamu mau Ghania keburu nikah sama orang lain?"

Aku tertegun mendengarnya, "Enggak, pak. Serius, nggak mau." Ujarku.

Urusan menikah bukan hal yang mudah, tapi jika ini tentang Ghania, siap tidak siap aku harus menemui orang tuanya dan membicarakan hal ini.

넌 나의 운명이 난 믿으니까
(Karena kau adalah takdirku, aku percaya)
🎡🎡🎡

넌 나의 운명이 난 믿으니까(Karena kau adalah takdirku, aku percaya)🎡🎡🎡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang