"Pak, maaf. Masih ingat saya?"
Pak Yanto memicingkan matanya. Sesaat kemudian, ia tersenyum dan menyapaku dengan hangat.
"Ghania, ya? Udah lama banget gak kesini!"
Hari ini sesuai kesepakatan yang dibuat, aku datang ke restauran Pak Yanto saat waktu makan malam tiba. Jam dinding restoran khas Indonesia ini menunjukkan pukul 7 malam, gerimis musim semi menghiasi kota Seoul saat itu juga.
Aku duduk di hadapan Pak Yanto yang menemaniku untuk menunggu Yoongi. Aku akan menunggunya sebelum aku harus pulang ke Indonesia esok malam.
Kalau ia tak muncul, aku tak ingin bicara lagi ldengan siapapun di muka bumi ini. Terdengar berlebihan namun aku tak ingin membuang-buang tenaga dan uang hanya untuk hal yang sia-sia.
"Kamu ngapain? Yoongi gak sama kamu? Bapak gak pernah dengar kabarnya lagi," Tanyanya.
Aku mengendurkan senyumanku, "Justru itu saya datang ke sini, buat ketemu dia," Ujarku.
Pak Yanti mengerutkan dahi, "Kamu janjian sama dia di sini?"
"Janji sepihak, pak. Saya minta dia buat ketemu di sini."
"Loh loh loh." Pak Yanto kelihatannya tidak mengerti.
Aku tertawa kecil, "Enggak ngerti ya, pak?" Tanyaku. Pak Yanto hanya menggeleng.
"Ayah saya nyuruh saya untuk cari dia dalam 7 hari. Saya susah banget ngehubungin dia, pak. Kemarin ini saya ketemu sama pengelola kursus pianonya Yoongi dan bisa ngehubungin dia lewat pengelola itu. Jadi saya minta dia buat dateng ke sini," Jelasku.
Pak Yanto membulatkan matanya, "Ayah kamu nyuruh? Bukannya bapak sok tahu, ya. Tapi 'kan orang tuamu gak suka Yoongi?" Tanya Pak Yanto.
Kelihatannya Yoongi bercerita pada Pak Yanto. Aku mengangguk kecil dan memegang bagian belakang leherku yang terasa dingin.
"Orang tua saya kasih Yoongi kesempatan untuk bicara sama mereka. Masih ada kesempatan, saya gak mau nyia-nyiain ini sebelum terlambat, Pak," Kataku.
Pak Yanto mengangguk, "Anak muda emang ya. Bapak do'akan yang terbaik aja buat kalian," Katanya sambil meledek. Aku berterima kasih padanya.
"Yasudah, kamu tunggu saja. Tapi bapak tutup jam 11 malam."
Aku mengangguk, "Gak apa-apa, pak," Kataku.
Sampai esok pagi pun bila harus, aku akan menunggumu. Karena itu, Min Yoongi. Datang, lihatlah aku disini. Aku sangat ingin menghajarmu karena merindukanmu.
🎡
Menatap acara TV Korea yang disiarkan di restoran ini, aku mengusap wajah untuk menahan rasa kantuk dan cukup dingin karena hujan di luar semakin deras. Sudah beberapa jam aku menunggu tak ada tanda-tanda munculnya batang hidung Yoongi.
Aku yakin ia membaca pesan itu. Aku yakin ia akan datang.
Semakin memikirkannya membuat benakku semakin sakit. Aku perhatikan layar ponselku tak ada satu pesan atau telefon dari seseorang. Memasang wajahnya sebagai wallpaper membantuku untuk kembali mengulas memori yang pernah terjadi sebelumnya.
Senyummu sangat manis, itulah mengapa aku suka.
Aku tersenyum kecil mengingat bagaimana aku mendapatkan foto ini. Setelah ponselku di reset ulang, foto ini masih bertahan di penyimpanan email ku. Entah kenapa foto ini bisa ada di sana, apakah sengaja mencari celah supaya aku menerima kenyataan bahwa aku tak bisa melepasnya begitu saja?
Tapi adakah kesempatan agar aku bisa melihat senyummu itu setiap hari dan seterusnya hingga akhir khayatku?
Aku menonaktifkan ponselku dan kembali menatap keluar jendela. Hujan mengguyur, orang-orang datang dan pergi, tapi tidak untuk Yoongi.
Mengapa tak kunjung datang?
Seiring jarum jam tetap bergerak, senyuman percaya diriku memudar. Aku mulai kehilangan rasa optimis bahwa ia akan datang menemuiku malam ini. Benakku mulai terasa sakit, kepalaku mulai terasa berat. Andai saja ada obat pereda sakit hati, aku ingin meminumnya saat ini juga.
Haruskah aku bertahan menunggumu sampai esok pagi?
"Nak? Nak??"
Lamunanku buyar. Saat aku sadar semua lampu restoran sudah gelap. Tersisa Pak Yanto yang menegurku.
"Mau bapak anterin pulang? Kamu masih mau tunggu Yoongi?"
Tunggu ia..
"A-ah iya.. Gak usah pak, saya.. bisa pulang sendiri."
Perlahan, suaraku mulai bergetar.
"Yakin?" Tanyanya.
Aku menggigit bibirku dan memaksakan sebuah senyuman, "Yakin pak. S-saya.. Juga mau beberes di rumah.. Besok mau pulang.." Ujarku melemah.
Pak Yanto tak berkata apapun. "Yasudah. Cepat pulang ya, keburu bus terakhir jalan nanti," saran Pak Yanto.
Aku mengikuti langkah besar pria paruh baya itu dan terhenti di teras restorannya. Hujan mengguyur dan aku tak membawa payung. Hebat.
Aku bersender pada kaca restoran itu dan memperhatikan hujan. Hanya ada suara gemercik air dan bising lalu lintas yang terdengar dari kejauhan. Beberapa orang masih beraktifitas di deretan restoran yang buka 24 jam.
Bahkan hujan ini ingin memisahkanku darimu.
Perlahan aku melemaskan kaki dan duduk di teras itu. Membiarkan baju dan celanaku tersentuh air hujan. Membuatku merasakan angin dingin akibat hujan yang tiada henti. Aku memeluk lutut dan meletakkan kepala disana, tanpa memikirkan apapun.
Beberapa saat kemudian, seseorang berjongkok dan meneduhiku dengan sebuah payung.
"Aku menemukanmu." Ucapnya sambil tersenyum.
Bahkan bayanganmu di hadapanku terlihat sangat tidak nyata.
🎡🎡🎡
Aaaakhh cieee akhirnya ketemu😭😭😭 akhirnya mau tamat ni cerita 😭😭😭
Min PD💕
KAMU SEDANG MEMBACA
My World
Fanfiction[completed] Ghania adalah seorang gadis asal Indonesia yang berkesempatan untuk melanjutkan pendidikannya di Korea Selatan. Berbagai alasan memaksanya untuk tinggal bersama seseorang, yang hingga saat ini ia anggap sebagai dunianya. 항상 널 찾은 거야. - I'...