37. Stargazing

1.3K 144 1
                                    

Seharian ini aku habiskan untuk bermain bersama Lian. Ia mengajakku ke taman bermain dan mentraktirku beberapa makanan disana. Walau sudah cukup bosan dengan taman bermain itu, cukup menyegarkan pikiran yang penat karena tugas dan laporan.

Dan sekarang, setelah menyelesaikan setengah dari laporan, aku pergi ke atap hotel. Sepertinya para mahasiswa lain belum kembali ke hotel, jadi aku akan tetap pergi ke atap hingga mereka kembali ke hotel.

Aku berjalan ke arah lift dengan baju santaiku dan hanya dilengkapi dengan jaket tipis. Saat aku sampai di lift, aku memencet tombol lantai paling atas. Lift itu membawaku ke lantai paling atas seperti yang aku inginkan. Dari situ, aku harus naik lagi lewat tangga darurat hingga akhirnya sampai di atap hotel yang dilengkapi dengan helipad.

Tapi aku pikir jantungku berhenti berdetak ketika melihat seorang pria berdiri di sana.

Yoongi.

Astaga... Kenapa dia lagi?!

Terlalu lambat untuk kembali karena ia langsung menyadari keberadaanku sesaat aku menginjak atap tersebut. Aku akhirnya memberikan senyum canggung padanya dan berjalan ke arahnya saat ini.

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanyaku, berusaha mencairkan atmosfer tidak menyenangkan saat ini.

"Melihat bintang. Langit Indonesia lebih cerah malam ini dibandingkan langit Seoul." Ujarnya.

Tentu saja. Itu karena Korea Selatan sedang mengalami musim dingin dan matahari jarang menampakkan dirinya karena lebih sering tertutup awan.

Ia melirikku sesaat.

"Angin disini begitu kencang tapi kenapa kau tidak memakai baju hangat?!" Ucapnya dengan nada tinggi, lalu memasangkan hoodie dari jaket yang aku pakai.

Aku mendengus kesal, "Tidak usah teriak bisa kan!" Ucapku.

"Aishh lihat dirimu, bahkan kau tidak kunjung sembuh dari flu." Ucapnya menghiraukan kalimatku.

Aku menatapnya tajam, "Jangan hiraukan aku!" Ucapku.

"Tidak bisa, suaramu begitu sengau, aku kesal mendengarnya!" Ucapnya.

Aku menghela nafas dan membenarkan hoodie yang dia pakaikan. Berani bertaruh bahwa wajahku memerah untuk saat ini juga.

Sial. Ketika semuanya berubah menjadi tentang Yoongi, jantungku tak bisa berdetak dengan normal.

"Ghania."

"Hm."

"Apa semuanya baik-baik saja?"

Tidak semenjak aku bertemu denganmu lagi. Semua pikiranku jadi kacau.

"Ya." Dasar perempuan pembohong.

"Jadi begitu."

Aku mengangguk.

"Tadi pagi aku lihat kau keluar dengan seseorang."

Oh, ternyata dia melihatnya. "Itu temanku." Tanggapku singkat.

"Kupikir siapa." Jawabnya.

Aku tak menanggapi kalimat terakhirnya. Aku hanya menikmati pemandangan Jakarta malam hari yang jarang sekali aku lihat.

"Aku masih tak percaya bahwa kita berakhir begitu saja." ucapnya lantang.

Aku sedikit meliriknya, melihat raut wajahnya yang sangat menggambarkan rasa kekecewaan pada hatinya. Yang bisa aku lakukan hanya menghela nafas, dan menyadari apa yang telah aku perbuat padanya.

Kami berdua sama-sama mencintai dan harus berpisah, apa aku yang salah karena tak ingin memaksakan keadaan?

"Entahlah," Jawabku. "Aku dicekik kenyataan."

Melihat ke langit penuh bintang, perasaanku terombang-ambing. Melihat kenyataan yang berusaha membunuh setiap kebahagiaanku saat ini memang sangat menyedihkan, bahkan aku harus berjuang untuk melawannya sendiri.

Sialan. Aku bahkan tak bisa merubah perasaanku sama sekali setelah dua tahun terakhir. Semuanya masih sama seperti saat aku bilang aku jatuh cinta pada Yoongi. Senyumannya, pelukannya, semua kenangan bersamanya masih terukir jelas dalam ingatanku.

Mengapa harus dirimu?

"Ghania."

"Ap-"

Tiba-tiba, ia menarikku ke dalam pelukannya. Membawaku terhadap rasa nostalgia yang pernah aku rasakan belakangan ini.

Aku merindukannya. Wangi tubuhnya membuatku merindukan rumah. Bukan, bukan rumah yang aku rindukan. Aku merindukan Yoongi setelah sekian lama tak bicara dan kami memulainya kembali dengan cara yang sangat canggung juga aneh.

"Aku sangat merindukanmu," Ucapnya lemah, berbisik tepat di depan telinga kananku.

"Hanya itu yang ingin aku katakan."

Aku tidak tahu. Aku hanya bisa bungkam mendengar suaranya dan memikirkan suatu hal yang aku sendiri tak mengerti.

Merasakan angin yang menusuk tulang kami, berdiam diri disana tak mengatakan apapun. Kini tak perlu lagi melawan, hanya ikuti apa yang terjadi seiring berjalan waktu.

Jika jalan ini menuntunku untuk menuju dirimu, rintangan yang menghadang akan aku lalui seberat apapun itu. Dan aku harap, kau juga sama berjuangnya denganku.

🎡🎡🎡

My WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang