Ghania POV
Terdapat grand piano yang berdiri kokoh di aula musik kampus ini. Di bangku penonton, ada tiga orang penguji dan salah satunya adalah Yoongi.
Bagus, moodnya tercampur aduk dengan sempurna. Musik klasik yang ingin aku bawakan terkombinasi dengan baik bersamaan dengan suasana hati yang gundah ditambah lagi dengan melihat wajah yang lama tak aku jumpai lagi semenjak itu.
Kau akan lulus lalu tak bertemu dengannya lagi, setelah rangkaian ujian dan yang terakhir ini selesai maka tinggal menunggu waktu wisuda datang. Dan ketika waktu itu datang, ucapkan selamat tinggal pada kampus yang memberiku gelar sarjana seni musik dan pada ia yang pernah mewarnai hari. Duh, bahasaku berat sekali.
'Geblek nih si Mia, tadi dia bilang gaada Yoongi.'
Memang sialan temanku yang satu itu. Sebelumnya ia bilang tidak ada Yoongi di kursi penonton sebagai penguji tapi ia mengelabuiku begitu saja dan sekarang, terima kasih karena ia memperlengkap mood kelam serta hari kelamku.
"Ballade No.1, Op.23 In G Minor, karya Chopin."
Suara itu bergema dalam aula musik seiring aku berjalan ke arah bangku kecil yang mengikuti piano tersebut. Perlahan aku melirik Yoongi yang menatapku serius, mengumpulkan emosi dan perlahan menyentuh balok putih yang terdapat di sana.
Dengarkan ini, aku meraung-raung.
Nada itu terdengar di seluruh penjuru aula musik. Aku tahu ada beberapa orang di sana untuk menilai permainanku namun aku abaikan mereka. Hanya berpikir bahwa hanya ada aku, piano dan Yoongi di dalam ruangan ini.
Apa kau melihatku?
Nadanya mulai menggila di gendang telingaku. Aku marah, aku kesal, aku sedih, aku tak bisa menangis namun hanya ku tumpahkan pada tuts piano yang sedang aku sentuh saat ini. Mungkin air mataku mengalir seiring permainan ini berjalan, ataukah hanya perasaanku saja yang sedang menangis?
Jariku seakan bergerak sendiri tanpa aku ketahui. Yang aku lakukan hanyalah terus berteriak, meluapkan segala emosi yang ada di benakku seiring dengan jari-jari yang lihai memencet tuts piano ini.
Hey, Yoongi, ini karenamu.
Semuanya karena dirimu, luapan emosi ini, tangisan ini, raungan ini, rasa sakit yang mendalam, terus kucoba untuk menggambarkannya dalam permainanku. Rasanya seperti musik klasik ini milik Chopin, tapi emosi yang terdapat di dalamnya adalah milikku.
Apa kau dapat mendengarnya?
Apa kau dapat mengetahui bahwa aku benar-benar masih ingin bersamamu?
Apa kau dapat mengerti semua isi hatiku?
Aku ingin tahu, ingin mengerti dirimu.
Aku Ingin kita berdua saling mengerti bahwa kita tak akan pernah terjadi, tak akan pernah saling bertemu takdir.
Perlahan satu bulir air mata mengalir saat aku menyelesaikan musik klasik tersebut. Melihat ke arah lampu aula yang menyinari walau membuat mataku sakit.
Siapa yang peduli mataku sakit bila hatiku sakit juga?
"Kau melakukannya dengan baik, selamat."
Bahkan ketika kau berkata begitu, aku sadar aku tak pernah bisa melakukannya dengan baik setelah hari itu.
🎡🎡🎡
KAMU SEDANG MEMBACA
My World
Fiksi Penggemar[completed] Ghania adalah seorang gadis asal Indonesia yang berkesempatan untuk melanjutkan pendidikannya di Korea Selatan. Berbagai alasan memaksanya untuk tinggal bersama seseorang, yang hingga saat ini ia anggap sebagai dunianya. 항상 널 찾은 거야. - I'...