43. Congratulation

1.2K 135 4
                                    

'Cie, sarjana .. Tahun depan udah kerja, mau kerja di Seoul apa Jakarta?'

Aku menatap langit-langit kamar dan memikirkan masa depan setelah ini. Ketika ujian akhir selesai secara informal aku sudah memegang gelar sarjana. Tinggal santai dan menunggu acara wisuda sekitar satu atau dua bulan lagi.

"Hm… Jakarta kak."

'Kenapa?'

"Kok nanya kenapa?"

Aku tertawa kecil mendengarnya. Lian malam ini menelefonku untuk memastikan bahwa aku menyelesaikan ujian akhir dengan benar atau tidak. Tentu saja aku melakukannya dengan benar, terkecuali untuk musik klasik yang terakhir itu.

Aku sungguh tak bisa melupakannya.

'Iya emang kenapa, kalau di Seoul ditawarin kerja kan gampang? Di Jakarta cari kerja susah, mau jadi PNS aja susah banget.'

"Loh, biarin. Kan ada kak Lian toh? Kalau tahun depan jadi nikah aku gak perlu pusing mikirin mau jadi pns. Kak Lian udah pns, sih."

Jauh di sana, Lian tertawa, 'Enak banget bilangnya, Ghan.'

"Kan cowok menafkahi kak."

'Iya deh ngalah.'

"Hahaha bercanda kak."

'Iya, tahu. Haha.'

Tawaan itu bukan tawaan senang, aku mengenal suaranya. Setelah memilih untuk menerimanya secara perlahan aku mengenalnya lebih jauh lagi. Walau Yoongi masih menghantui pikiranku. Ini terpaksa, aku tak tahu apa yang harus aku lakukan lagi. Perlahan ketika aku memulai kehidupan bersama Lian nanti, Yoongi hanya akan jadi histori.

'Kamu yakin, Ghan?'

"Apa?"

'Nikah sama aku.'

Aku menarik nafas sesaat.

"Yakin."

'Aku gak mau maksain perasaan kamu, Ghan.'

"Aku juga enggak. Ayahku yang maksain."

'….'

"Ikutin aja kemana arahnya hubungan ini, kak."

'Maafin kakak.'

"Bukan salah kakak."

Keheningan melanda untuk beberapa saat. Aku yakin tak memutuskan hubungan telefon itu, kita sama-sama terdiam dalam pembicaraan ini.

"Karena itu, kak."

'..Ya?'

"Sabar ya, kakak harus sabar ngajarin aku untuk jatuh cinta lagi."

'Kakak bilang gak mau maksain perasaanmu.'

Aku termenung sesaat.

'Suatu saat nanti kita menikah, tapi hatimu masih sama dia, yasudah. Kalau kamu tak bisa lupakan dia, yasudah. Kalau kamu masih cinta sama dia, yasudah. Jika kamu terbiasa sama kakak nantinya juga akan lupa, itupun kalau kita benar-benar ditakdirkan bersama.'

"….."

'Maka dari itu kakak gak ingin ngelarang kamu untuk fokus ke kakak, fokus sama kita. Aku gak punya hak apapun untuk ngelarang kamu.'

"Kak.."

'Toh, jodoh di tangan Tuhan. Seperti katamu, kita ikuti aja kemana jalannya. Nanti bila Tuhan berkehendak yang lain juga semuanya akan berubah lagi.'

"….."

'Ghan?'

"O-oh, iya."

'Kirain ditutup telefonnya.'

"Nggak kok."

'Udah malem, disana jam berapa?'

"Jam dua pagi."

'Astaga, tidur Ghan!'

"Iya ini mau tidur!!"

'Aku tutup ya.'

"Iya. Kak.."

'Hm?'

"Makasih ya udah nerima aku. Maaf juga, aku pasti nyakitin hati kakak."

'Balasan, Ghan. Kakak dulu nyakitin hati kamu terus, mungkin sekarang karma masih ngehukum kakak. Gak apa-apa kok.'

"Serius?"

'Iya. Udah tidur sana.'

"Iya. Makasih kak."

'Iya, bye.'

Aku termenung, berpikir akan satu hal.

Masih adakah kesempatan untuk kita berdua, kembali bersama?
🎡🎡🎡

My WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang