23. Faint

1.6K 190 7
                                    

Hampa.

Aku tak bisa mengekspresikan perasaan apapun yang aku rasakan. Sedih, senang, marah, semuanya aku tunjukkan dengan wajah datar yang mungkin membuat sebagian orang bertanya-tanya kemana perginya diriku yang sebelumnya.

Berkali-kali Hyoah meminta maaf padaku soal kejadian sebelumnya. Bagiku, itu bukan masalah. Semua manusia pernah punya kesalahan masing-masing. Yang aku pertanyakan, kenapa sampai bisa ketahuan?

Ia bilang padaku bahwa ayah tak sengaja mendengar pembicaraanku dan Hyoah lewat telefon beberapa hari sebelum aku disuruh pulang oleh ayah. Entah bagaimana caranya, aku tidak tahu. Kupikir Hyoah selalu menelefonku disaat keadaan sekitarnya sepi. Mungkin ia tak menyadari kehadiran ayahku saat itu.

"Udah kejadian juga, mau diapain lagi." Ucapku.

Hyoah yang berada di hadapanku sore ini di sebuah cafe yang ada di mall menghela nafasnya. "Gue beneran minta maaf sama lo, Ghan. Padahal bokap nyokap gue udah nyoba bilang.. Yoongi bisa jagain lo sebisa dia."

"Berbeda, lah. Pandangan ortu lo sama ortu gue beda. Mungkin itulah kenapa lo boleh pacaran sama Jimin sampe sekarang. Karena mereka mikir bahwa pacaran itu ya normal, mereka juga pernah begitu dulu. Mereka juga percaya sama Jimin karena kalian saling ngejaga kan? Jimin gak mungkin ngerusak lo, nyakitin lo juga kan?" Kataku.

"Gue dan Yoongi juga saling ngejaga kok. Kami saling tau diri, kami tau status dan batasan-batasannya. Tapi ayah gue gamau ngerti. Bener-bener gamau."

Hyoah menatapku cukup lama. Aku kembali meminum es kopi yang ada di tangan dan membasahi tenggorokan yang sebenarnya terasa sakit.

Aku merasa tak nyaman, merasakan kepala yang sangat sakit. Karena itu aku menggosok-gosok leher, membuatnya terasa hangat. Mungkin di Indonesia cuacanya sedang panas, tapi aku merasa dingin.

"Kalau orang tua udah gitu, gue bisa ngelawan gimana merjuangin dia. Mau gak mau… Gue…" Aku menatap Hyoah.

"Harus nurutin .. Orang tua gue." Lanjutku, sambil membuang nafas berat.

Kemudian aku berdiri. "Mau kemana?" Tanya Hyoah.

"Mau balik… Gue duluan."

Beranjak dari tempat dudukku, dengan sempoyongan berhasil berjalan. Suara Hyoah terdengar samar-samar di telingaku. Sakit di kepala dan perutku semakin menjadi, semua penerangan dakam cafe itu seakan-akan menusuk mataku dan membuat pendanganku jadi tak jelas.

"Ghania!!!!"

Saat itu juga, aku tak ingat apapun lagi.

🎡

Saat aku membuka mata, aku bukan ada di kamar, atau di cafe yang terakhir kali aku datangi bersama Hyoah. Berada di ruang rawat rumah sakit dengan rasa ngilu di tanganku karena ada infus masuk.

Orang yang pertama kali aku lihat adalah Mas Irvan dan Ibu. Aku tidak tahu kemana perginya Hyoah. Mungkin ia sudah pulang sejak tadi.

"Ghania! Yaampun.. Kamu kenapa bisa kena mag lagi..  Kan tiap hari udah makan?"

Mag?

Oh iya.. Aku punya riwayat penyakit itu. Aku mengatur nafasku tak bisa bicara apapun soal sakit yang aku alami.

"Tadi kata dokternya, faktor stress yang utama, Ghan." ucap Mas Irvan.

Kalau begitu, tak ada yang harus dipertanyakan lagi. Sudah pasti stress karena masalah yang terjadi belakangan ini. Memang sulit untuk dilewati, setiap kali ingin menangis pun rasanya air mata juga sudah mulai mengering karena aku sendiri adalah orang yang cengeng.

Ibu dan Mas Irvan pun mungkin tidak bisa melakukan sesuatu setelah mendengar keputusan dokter. Apalagi yang bisa mereka lakukan untuk melawan ayah? Tidak ada. Aku mengerti mereka, jadi akan kutelan bahkan jika rasanya pahit.

Hebat, cuma karena satu pria aku bisa di opname seperti ini.

Hal seperti ini seakan menamparku untuk berfikir, bahwa aku tidak seharusnya melanjutkan hubungan ini. Kami hanya bisa saling menyakiti, bukan menjaga satu sama lain.

Haruskah aku mengakhirinya, Yoongi? Aku tidak tahu. Rasanya kehadiranmu begitu berharga dalam hidupku. Aku bahkan tak bisa membayangkan kehidupan sebelum aku mengenalmu. Tapi kenapa sekarang aku harus melepas semuanya dan kembali ke kehidupanku yang sebelumnya?

Tuhan tidak mungkin mempertemukan kita hanya untuk bermain-main, aku percaya itu.

Begitu mustahil rasanya sekarang untuk bertemu denganmu, seakan kau tak pernah ada dan hidup di muka bumi ini.
🎡🎡🎡

Flop? :(
Vote n comment yuk cemans💟

My WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang