{Kisah Putri dan Gibran}
Sebenarnya pertemuan Putri dan Gibran yang dikatakan sebagai ‘pasangan nomor satu seantero sekolah’ bukanlah sebuah kisah romantis. Bahkan sebenarnya jika ditanya pada Putri, gadis itu akan menunduk dan berusaha menahan rasa malu yang ada. Meskipun begitu, tak bisa dipungkiri kalau Putri merasa senang atas kejadian memalukan itu. Itulah yang mereka sebut dengan takdir. Karena takdirlah yang mempertemukan mereka.Hari itu merupakan hari kedua setelah MOS berakhir dan pelajaran sekolah dimulai. Putri dan Anna masih berusaha mengingat daftar orang-orang penting yang wajib dijadikan teman atau harus dihindari. Dari semua nama yang tertulis di kertas yang dirobek dari buku Reza, Gibran memasuki posisi pertama orang yang tidak boleh didekati.
Dari informasi yang terkumpul bersumber dari gosip-gosip yang beredar, Putri dan Anna sepakat menyatakan bahwa Gibran adalah cowok dingin tak berperasaan seperti dalam drama Korea atau novel-novel percintaan yang mereka baca. Bedanya, dunia tidak seindah cerita-cerita itu.
Ketika bel pulang sekolah berbunyi, Anna buru-buru pulang duluan karena Papanya sudah menunggu di depan sekolah. Sementara Putri harus sendirian di dalam kelas, menunggu sopirnya menjemput.
Akan tetapi setelah satu jam menanti, jemputannya tidak datang-datang juga.
Perutnya tiba-tiba terasa sakit, dan kepalanya sedikit pening. Dia menidurkan keningnya di atas meja, kedua tangan memegangi perutnya. Putri tidak pernah merasakan hal ini kecuali—
ASTAGA, DIA HAID?!
Putri langsung menggapai handphone di dalam saku, menatap tanggal yang tertera. Menghela napas panjang, dia merutuki kebodohannya sendiri yang tidak ingat akan tanggal teraturnya.
Dengan cepat ia menghubungi sopirnya. Namun gadis itu hanya mendapati suara operator yang mengatakan bahwa nomor yang ia tuju sedang tidak aktif. Menggerutu, Putri bangkit berdiri. Memasukkan semua barangnya ke dalam tas dengan kesal.
Dia berjalan keluar, menatap masih banyak siswa yang berada di sekolah, ingin mengikuti ekskul atau bermain-main atau bahkan mencuri wifi gratis. Dengan was-was mata gadis tersebut memperhatikan gerak-gerik orang lain. Merapal mantra dalam hati dengan segenap jiwanya, ‘jangan tembus plis. Gue masih mau hidup’ yang entah apa hubungannya.
Ditutupnya pintu kelas, kemudian menjelajahi koridor. Dia harus segera ke uks dan mengambil benda bersayap itu. Dengan langkah cepat namun hati-hati, Putri hampir mencapai pintu uks. Yah, kalau saja bukan karena suara bariton seorang cowok yang entah bagaimana ada di belakangnya dan mengatakan dengan enteng, “rok lo kena darah.”
Sumpah, Putri ingin lari dan bersembunyi sekarang. Dia bahkan tak dapat berbalik sekadar menatap cowok tersebut. Bersuara pun tak bisa. Putri menutup matanya, merasakan pipinya yang menghangat dan darahnya berdesir menyebar ke segala arah seperti rasa malunya sekarang.
Putri memberanikan diri untuk berbalik. Gadis itu menundukkan kepalanya berharap agar si cowok tidak mengenalinya.
“Lo Putri, kan?”
Ashdjfgjf, dari mana lagi dia tau?!
Sontak, Putri mendongak, “tau dari mana?” tanyanya kebingungan. Si cowok--–yang langsung dia kenal sebagai pemilik nama Gibran, menatapnya acuh tak acuh, dingin sekali melebihi es di kulkas di rumahnya. Orang yang ia coba hindari belakangan ini ternyata sedang memegang sekotak susu strawberry, teman-teman, lengkap dengan sedotannya yang kecil. Astaga, dia seperti anak-anak. Sejenak Putri melupakan apa yang sedang dialaminya.
“Pangeran,” jawabnya singkat dan padat, namun dengan jawaban seperti itu tentu belum jelas bagi lawan bicaranya.
“Emangnya lo kenal sama Pangeran?”
“Pernah tetanggaan.”
“Ngapain dia ngasih tau nama gue?”
“Gue nanya.”
“Hah? Buat apaan?”
Sebelum Gibran memberikan sebuah jawaban, beberapa kelompok anak ekskul pramuka sedang berjalan mendekat. Ingatan Putri kembali seperti semula, dia ingat bencana yang sedang menimpanya. Dengan panik gadis itu mundur dan bersandar ke dinding untuk menutupi bercak pada roknya.
Gibran yang melihat itu tidak tinggal diam. Dia mengeluarkan sedotan dari minumannya dan membuka lebih lebar lubang pada kotak susu yang dipegang. Dia berjalan mendekati Putri, menumpahkan semua sisa susu itu ke roknya.
Putri terkejut minta ampun.
Sementara anak pramuka lewat, Gibran berkata dengan nada datar, “astaga, gak sengaja gue numpahinnya,” lalu Gibran membuka jaketnya dan menarik tubuh Putri agar menjauh dari dinding, “nih pake buat nutupin.”
Saat otaknya masih berusaha memproses apa yang terjadi, tangannya berinisiatif sendiri mengambil tawaran jaket itu. Dia mengikatkan kedua lengan jaket di pinggangnya sehingga jejak darahnya pun tidak kelihatan.
Sejak saat itu, Putri tahu bahwa Gibran tidaklah seburuk yang orang-orang ceritakan.
Putri juga tahu, Gibran adalah orang itu. Tokoh utama dalam ceritanya.
▪️▫️▪️
▪️▫️▪️
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella's Sister
Teen Fiction"Kamu tak akan tau seberapa banyak aku berharap akulah Cinderellamu." ----- Ini sudah jelas bukanlah kisah Cinderella atau sepatu kaca atau bagaimana bisa dia bertemu dengan Pangeran dan 'hidup bahagia selamanya'. Sama sekali bukan. Melainkan kisah...