Bab 16

556 93 12
                                    

"Semesta suka bermain-main dengan takdir manusia."

-----

Aku hanya sendirian di salah satu ruang studio tari. Keinginanku untuk tidur di rumah tergantikan dengan gejolak amarah dan perasaan lainnya yang tercampur aduk. Kutatap pantulanku di cermin. Gadis di sana hanya sedang duduk bersila, diam dan tak bergerak sama sekali. Sudah berapa lama? Entahlah, satu jam? Dua jam? Tiga jam? Aku sendiri juga bingung.

Menghela napas panjang, gadis itu mengikuti pergerakanku dan bangkit berdiri. Dengan hanya sebatas kaus hitam dan celana training, aku mendekatkan diri ke sudut ruangan.

Kuambil handphone dan menyambungkannya ke speaker. Membuka aplikasi musik, kupasang sebuah lagu dengan volume sekeras mungkin.

Sekali lagi kutatap cermin. Kutatap mataku sendiri, menghitung dalam hati. Kemudian setelah mendapat beat yang tepat, aku menggerakkan tanganku ke atas.

Pergerakanku masih sebagus dulu. Aku tahu itu. Hanya saja kali ini, aku tidak melakukannya setengah-setengah seperti kemarin-kemarin.

Terlintas di kepalaku tentang perceraian Mama dan Ayah Harry. Aku ingat aku menangis sepanjang malam setiap hari. Keputusan yang mereka berdua ambil dalam keadaan marah. Terkadang, aku masih berharap kalau mereka merasa menyesal.

Aku melompat kecil kemudian berputar. Mendaratkan diri di lantai dengan tetap menjaga keseimbangan. Lutut kanan kuturunkan serendah-rendahnya selagi kedua tangan bergerak di atas kepala.

Kemudian Mama membawa pulang seorang lelaki. Dengan senyuman di wajah memperkenalkan bahwa dia adalah calon ayah baruku. Awalnya aku menolak keras, mengatakan dengan lantang bahwa aku membencinya. Kemudian lari begitu saja mengurung diri di kamar, dan kembali menangis.

Bangkit berdiri, kepalaku kuputar seratus delapan puluh derajat. Tangan berada di sisi kanan kiri tubuh, bergerak pelan seiring posisinya yang semakin meninggi. Kaki kanan kugerakkan terbuka perlahan, kembali berputar pelan seraya menyentak tangan kembali turun.

Aku lari ke rumah ayah Harry, menceritakan semua yang terjadi berharap dia akan kembali. Tapi pada kenyataannya, dia menatapku dengan pandangan bersalah. Seorang wanita datang dengan anak kecil memegang tangannya. Ayah bilang, dia ibu baruku.

Aku berdiri tegak, mengangkat tangan kanan ke atas seakan sedang menyentak leher yang mendongakkan kepala. Perlahan, tangan itu kupindahkan ke belakang kepala, hanya untuk kembali ke posisi depan seperti mencengkeram leher.

Mama dan Papa Bram membawa seorang anak perempuan kecil. Namanya Cindy Lella Hendranata. Dan aku dengan polosnya membawa ia memasuki kamar, bermain boneka barbie yang baru dibelikan Papa Bram dua hari sebelumnya sebagai hadiah.

Kaki kiri kubawa untuk melangkah pelan, lalu diikuti kaki yang satu lagi dengan sebuah dorongan kuat. Aku melompat ke atas sembari membalikkan badan. Menendang udara sebisaku hingga kembali mendarat dengan kedua tangan di atas. Aku mencoba mengontrol napas, menunggu hingga ketukan sempurna dalam lagu terdengar sebelum aku kembali menari lagi.

Mama menikah. Empat bulan kemudian, ayah Harry menyusul menikah dengan Bunda. Aku memiliki dua ayah, dua ibu, dan dua adik. Kupikir hidupku yang lebih dari sempurna itu akan baik-baik saja.

Tapi ternyata, semesta suka bermain-main dengan takdir manusia.

Dap, dap, dap, selanjutnya ketukan yang kutunggu-tunggu. Tepat saat bunyi yang kunantikan itu terdengar, aku melakukan lompatan ke depan. Kedua tangan kurotasikan sembari kaki melakukan langkah pergerakan kecil. Gerakanku terlihat baik. Tapi aku tidak tahu mengapa air mataku kembali mengalir.

Cinderella's SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang