Bab 42

768 85 13
                                    

"Mulai detik ini, aku akan tersenyum."

-----

"ANNA!"

Dengan refleks seadanya, aku langsung mematikan panggilan, menyeka air mata, lalu berbalik. Dan yang bisa kudapat adalah Mama membanting pintu dengan keras, wajah mengeram marah, dan mata yang tajam. Belum lagi aku sanggup bertanya, Mama sudah ada di depanku, menaikkan tangan tinggi-tinggi, lantas menamparku hingga aku yang tak siap langsung jatuh ke atas lantai.

Masih sakit.

Seperti yang pertama atau yang ke dua.

"Dasar anak tidak tau diuntung! Kenapa kamu selalu cari masalah?! Apa belum cukup kamu dikasih makan dan disekolahkan?! Apa, sih, yang ada dalam otakmu itu?!"

Bibirku bergetar, tidak mampu untuk mengeluarkan suara barang sedikit saja. Panas di pipiku menjalar ke seluruh tubuh, mengirim sinyal ketakutan hingga tak ada satu sentimeter pun dari tubuhku yang tidak gemetar. Aku tak bisa mengatakan apa-apa meski Mama melontarkan banyak pertanyaan. Aku bahkan tak tahu lagi apa aku masih bisa berdiri dan lari dari sini atau tidak.

Aku benar-benar ingin kabur.

Ingin berhenti.

Ingin tidur.

"Kamu gak punya mulut, hah?!" Mama mendengkus kasar, menunjukku dengan jari telunjuknya untuk menghakimi. Namun satu-satunya yang mampu kulakukan hanyalah tetap menundukkan pandangan dan menatap celana tidur Mama yang berwarna ungu. "Apa kamu tau betapa susahnya Mama besarin anak gak berguna kayak kamu?!"

Deg

"Papamu sudah bersedia menerima kita! Menerima kamu! Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu memukuli anaknya, Anna!"

Deg

"Benar, seharusnya dulu Mama menyerahkanmu ke Ayahmu saja! Mama malu punya anak seperti kamu!"

Deg

"Atau yang lebih baik lagi, seharusnya kamu tidak pernah dilahirkan!"

Deg

T-tolong hentikan...

Kumohon...

"Ma?" Aku mendengar suara Cindy, lalu langkah lari terburu. Kemudian ada sepasang kaki lain di hadapanku, berjongkok dan meraih pundakku, "Kakak gak papa?"

Aku tidak bisa mengangguk lagi.

"Cindy, kamu ngapain di sini? Tidur lagi sana."

"Mama yang ngapain?" Cindy berdiri, membelakangiku untuk dapat melihat Mama, "Mama udah keterlaluan. Kak Anna itu anak Mama---"

"Mama gak sudi lagi nganggap anak parasit seperti dia. Buat apa kamu belain terus? Udah jelas-jelas isi kepalanya yang bodoh itu sama sekali gak ada---"

"Ma, cukup," Cindy menyela, menarik napas panjang sambil menggeleng frustasi juga kecewa, "Kak Anna itu darah daging Mama sendiri. Sadar, Ma."

"Sadar?" Mama mendecih jijik, "si anak gak tau diri ini yang seharusnya sadar!" Lalu tangannya menghempaskan benda persegi pipih tepat satu senti jaraknya dariku---atau mungkin Mama hanya meleset. "Mamanya Gibran bertanya apa maksud video itu dan dia bahkan meminta pertunangan kalian dibatalkan! Kamu tau kan kalau undangan udah disebarkan?! Kamu mau buat keluarga malu, hah?! Kenapa? Karena si Putri itu pacarnya Gibran?! Kamu mau sok-sokan menjaga hubungan kamu dengan Putri?! Dia udah jelas-jelas cuman manfaatin kamu selama ini. Buta kamu ya?!"

Cinderella's SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang