Bab 15

594 89 18
                                    

"Dia akan membayar semua ini."

-----

Latihan terakhir drama sudah dilakukan tadi. Ketika Reza memanggilku untuk membantunya mengurus beberapa pakaian kostum, Putri datang dengan terburu-buru dan kesulitan mengatur napasnya. “Anna... Itu... Itu...”

“Bicara yang jelas, Put. Gue gak ngerti,” kataku menatapnya dengan bingung.

Putri menarik napasnya lalu menghembuskannya perlahan. Temanku itu melakukannya beberapa kali hingga ia dengan jelas dapat mengatakan hal yang tak pernah kuharapkan sebelumnya, “PANGERAN SAMA ABIL BERANTAM DI BELAKANG SEKOLAH!”

Dan yang kuingat, hanyalah teriakan Reza sebelum aku berlari ke tempat yang dimaksud Putri.

Beberapa siswa terlihat membentuk kerumunan. Tanpa berhenti, kucoba untuk menerobos ke tengah. Beberapa dorongan kudapat, tapi hal itu sama sekali tidak bisa menghentikanku.

Di tengah, terlihat Abil yang berada di atas Pangeran, menonjok wajahnya beberapa kali. Budi dan Gibran ada di sana, berusaha melerai. Namun akibat hentakan dari Abil, keduanya sampai terdorong mundur. Baik wajah Pangeran dan Abil sama-sama dipenuhi lebam, bahkan aku bisa melihat darah di mulut Abil dan mimisan di hidung Pangeran.

Aku bersumpah, ini adalah kali pertama mereka berdua bertengkar sampai babak belur seperti ini.

Ini adalah pertama kalinya mereka bertengkar separah ini.

Kulangkahkan kakiku menangkap pukulan yang akan diluncurkan Abil. Tapi si keras kepala itu malah mendorongku menjauh. Hal itu mengakibatkan Pangeran yang mendapat celah membalas pukulan hingga Abil terjatuh. Pangeran bangkit, dia menarik kerah Abil, lalu menonjoknya sekali lagi.

Aku mendengar teriakan; menyadari bahwa suara kencang itu berasal dari diriku sendiri. Hendak kembali melerai, Budi menangkap tubuhku, “ini urusan cowok! Nanti lo luka, An!”

Kusingkirkan tangan Budi, “mereka temen gue!” lalu kucekal Pangeran dari memukul temannya sendiri. Namun Pangeran sudah terbakar emosi hingga tidak menyadari siapa orang yang di dorongnya sampai terjatuh.

Aku mendengar Budi meneriaki namaku, lalu dia menghampiriku, membantuku berdiri. Kurasakan perih yang ada di siku kananku karena berbenturan dengan batu. Sementara Gibran lepas kendali dan melayangkan tinju kepada Pangeran dan juga Abil, “gila lo berdua! Berengsek!” Gibran berteriak marah.

Abil dan Pangeran berhenti, saling menatap satu sama lain dengan dada yang naik turun. Mereka berdua terlihat kacau. Aku bisa menatapnya dengan jelas meski pandanganku sudah merabun, mereka berdua seakan tak mengenal satu sama lain. Kuhapus air mata yang terjatuh, Budi bertanya apakah aku baik-baik saja. Aku tak menjawab apa-apa, tapi aku sangat yakin bahwa jawabannya adalah tidak, aku tidak baik-baik saja. Dibandingkan lukaku, lebih sakit melihat hubungan pertemanan yang hancur hanya karena sebuah masalah.

Reza baru datang menghampiri bersama Putri. Putri yang menyadari keadaanku segera berjalan mendorong pundak Pangeran, “lo puas, hah?!” kemudian dia menatap Abil, “lo juga?!”

Putri mendatangiku dengan wajah memerah karena marah, tapi berusaha meredakannya ketika bertanya, “lo gak papa?”

Daripada memperhatikan Putri, aku lebih memilih menaruh atensi pada Pangeran. Dia baru sadar denganku. Matanya terlihat terkejut dan khawatir. Pangeran sudah siap melangkah saat Gibran menariknya dan juga Abil, “kalian berdua harus ikut gue!”

♕♕♕

“Kok bisa sih?” Siti masih bertanya untuk yang ke delapan belas kalinya. Dan aku tetap menjawab dengan hal yang sama, “mana gue tau.”

Cinderella's SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang