After

1.4K 80 34
                                    

Peringatan:
Kerusakan hp akibat bantingan bukanlah salah penulis.
Sekian.

Selamat menikmati!!

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

▪️▫️▪️

Telapak tangannya naik menanjaki lengan sendiri, membelai pelan sekadar memberi kehangatan meski hanya sedikit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Telapak tangannya naik menanjaki lengan sendiri, membelai pelan sekadar memberi kehangatan meski hanya sedikit. Ini salahnya. Harusnya dia tidak hanya mengenakan baju pantai tipis yang tidak menutupi tangannya sedikit pun. Terlebih, ini sudah senja. Tapi tak apa. Pemandangan ini cukup berarti untuk dibayar dengan dinginnya angin.

Pantai yang ramai, ombak yang datang bergiliran, juga langit yang mulai menggelap. Anna tidak tahu mengapa dia merasa begitu tenang di sini---di tengah keributan. Namun ketenangan itu membuat seakan-akan ada bagian dari dirinya yang ia temukan setelah sekian lama.

Meski dia sendiri tidak tahu.

Kemudian tubuhnya sedikit tersentak karena mendapat sentuhan dari belakang. Dia menoleh, mendapati presensi seorang cowok yang menutupi pundaknya dengan jaket tebal.

"Kalau kedinginan, jangan dipaksain lama-lama."

Anna tersenyum. Lebar sekali. Lalu dia menggeleng pelan, "enggak, kok."

Sosok itu mencolek hidungnya pelan, "ketahuan banget bohongnya," katanya, tapi tetap tak melanjutkan obrolan mengenai hal itu. Tangannya kini melingkar di pundak Anna, perlahan dan hati-hati menyandarkan kepala gadis itu di pundaknya.

Mau tak mau, Anna tersenyum semakin cerah. Perlakuan cowok yang satu ini selalu manis untuknya. Bagaimana bisa Anna tidak luluh?

"Cantik, ya?"

"Cantikan kamu."

Anna tertawa menanggapi, memukul pelan perut si cowok yang bergetar karena tawa juga. "Apaan, sih? Gombalnya lancar terusss."

"Gak papa, dong."

"Hah?" Anna menjauhkan sedikit wajahnya, memiringkan tubuh agar bisa menatap wajah cowok itu, "gak papa kenapa? Nanti gue baper salah lo, ya?"

"Iya."

"Ih, cepet bener jawabannya," Anna membalas, menghadapkan tubuh ke arah laut lagi untuk menghindari tatapan yang dia terima. Tatapan yang sejak lama ia puja-puja. Tatapan yang selalu berhasil menggetarkan hatinya hingga ke pangkal kaki. "Tumben mau disalahin."

"Lho, kan emang salah aku. Kalau kamu baper, aku janji bakal tanggung jawab."

Anna menoleh sekali lagi. Kali ini memicingkan mata main-main sambil mengerutkan kening. Berpura-pura dia sedang curiga. Tangan kanannya terangkat sambil menunjuk tepat di hadapan wajah pemuda itu, "Ran, lo bohong, nih."

"Enggak. Janji."

Tangan Pangeran yang bebas menangkap jari Anna. Setelahnya menggenggam tangan itu erat. Menggeser posisi agar mereka saling beradu kening. Sedangkan tangan yang sedari tadi bertengger di bahu Anna kini beralih mengelus surai panjangnya.

Tatapannya semakin berubah.

"Kamu tau, kan, aku sayang kamu?"

Deg

Anna tidak menjawab. Tapi dia tahu Pangeran mengerti betul isi hati dan kepalanya. Anna ingin membalas dengan ucapan yang sama. Bilang kalau dia juga sayang. Namun Anna benar-benar bingung kenapa mulutnya tak mau bergerak. Padahal debarannya masih ada, kehangatannya juga masih sama. Lalu, mengapa Anna tak bisa mengatakannya?

Setidaknya, Anna berusaha tersenyum dan mengangguk.

"Kalau begitu, apa kamu mau jadi tokoh utama dalam ceritaku?"

▪️▫️▪️


































Udah. Epilognya emang cuman segitu untuk cerita ini.













































Cerita ini??















































Yup, cerita 'ini'. Yang artinya ada cerita lain hehe. Di sini kan karna hanya ngambil sudut pandang Anna, ceritanya jadi gak terlalu jelas. Banyak kejadian yang gak ditulis dan gimana perasaan tokoh-tokoh lain. Lagi pula, kabar Abil belum jelas ya :'

So, cerita yang lain inipake sudut pandang penulis. Semua bakal diperjelas di sana. Silahkan yang mau baca.

Btw, aku mau ngomong. Depression is not a joke. Psychological problem gak bisa dipukul rata sama semua orang. Banyak banget yang menyikapi dengan bilang, "ah, hidup gue masih lebih berat, tapi gak sampe segitunya kok," mengklaim diri jauh lebih tegar atas peristiwa yang sama. That is not how it works! Again, depression is not a joke. So, think wisely sebelum berbicara, oke? Karena mulut seseorang adalah pisau bagi orang lain.

Gitu aja

Bhayyyyy

(Anna di toko baju saat belanja bersama Abil)[Bab 4: Sepatu Cinderella]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Anna di toko baju saat belanja bersama Abil)
[Bab 4: Sepatu Cinderella]

Abil: Anna, mau nanya sebelum kita lanjut. Ada harapan buat ending cerita?

Anna: Yang pasti harus happy ending! Gue gak mau ya gue harus mewek-mewek gak jelas!

Abil: Tenang aja, lo pasti senang kok (senyum, mengacak rambut Anna)

Anna melangkah pergi, ingin bersiap untuk melanjutkan jalan cerita. Tidak melihat Abil yang kehilangan senyumannya.

Abil mengetahui ending cerita dan hanya pasrah menerima. Sebab dia tahu, kebahagiaan Anna adalah yang terpenting.

Cinderella's SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang