Bab 29

557 73 6
                                    

"HAHAHA! NGAKAK ANJAY!"

"A-aduh!" Reza mengelus punggung bagian kirinya, "iya, ngakak, tapi kenapa harus badan gue yang lo pukulin?!"

"Ish! Lo Rez, paling gak bisa lihat gue seneng dikit," ucapku sambil pura-pura cemberut, namun sedetik kemudian kembali tertawa-terlalu-lebar sambil memukuli badan Reza, "lihat, deh, bego amat kelincinya! Haha!"

"Bil, gantian, dong," aku bisa mendengar suara Reza memohon-mohon pada Abil yang duduk di sampingnya, "gue seriusan masih mau hidup."

Aku mengabaikannya. Tidak peduli pada siapa pun itu, asal bisa menjadi pelampiasanku saat ini. Sepertinya Abil menurut, karena mereka berganti posisi ketika aku melayangkan pukulan-pukulanku yang kembali tertawa karena tingkah menggelikan salah satu karakter tokoh kartun.

"Eh, lihat tuh kelincinya masuk lubang! Haha, gak punya otak kali!" kataku mengomentari tokoh animasi yang menurutku terlalu idiot itu, "makanya, mikir dikit kek. Udah tau serigala itu liciknya minta ampun, masih aja dibelain," lantas, aku mengangkat kedua tangan ke depan mulit, membentuk toa yang sebenarnya tak ada gunanya, "woy, kelinci bego, kok bisa-bisanya dimanfaatin?! Serigalanya yang udah nyuri semuanya dari lo! Dan setelah tau pun, elo masih berusaha nyelamatin dia?! Tolol benar, sih! Ini akibatnya kalau punya otak kagak dijalanin. Kurang pelumas, ya?! Mau gue-BWAHAHA ITU DIA NGAPAIN?"

Tanganku kembali bergerak untuk memukul Abil, dengan pandangan tetap tertuju pada layar televisi Gibran. Kami memang ada di rumahnya, selepas aku dan Reza kembali dari mal, Siti merasa tak enak badan, dan kami semua memilih pulang-jika berkumpul di rumah Gibran bisa dikategorikan pulang.

"Eh, eh, serigalanya balik lagi!" ucapku sambil tetap meluncurkan serangan-serangan tangan ke punggung Abil, "itu kelincinya kasihan! Langsung bunuh kek! Serigalanya juga bego! Ngapain buang-buang waktu buat nyiksa si kelinci-HAHA, INI GAK BISA DIULANGIN?! GUE PENGEN LIHAT LAGI-APAAN SIH, BIL?!" Aku menyela sendiri perkataanku kala Abil menahan tanganku yang sibuk memukulnya tadi. Aku malas menatapnya, malas menatap siapa pun. Tapi tenagaku tak cukup kuat untuk bisa meloloskan dari dari genggaman Abil.

"Gue mau nonton, Gembel!" ucapku agak keras, sedikit kesal karena Abil berani-beraninya mencoba mengganggu. Dia tidak membiarkanku menarik tangan kembali. Dia malah berbuat kurang ajar.

Tahu-tahu saja tangannya sudah ada di bawah lutut dan di punggungku. Aku yang terkejut dan tidak mempersiapkan apa-apa segera mengalungkan lenganku di lehernya. "Abil! Turunin gue-"

Bukan Abil.

"Turunin gue, gak?!"

"Enggak mau."

"Gue bilang turunin!"

"Ribut amat mulut lo."

"Turunin atau gue teriak!"

"Daritadi lo udah teriak, telinga gue juga udah sakit," yang mengatakan itu bukan dia, tapi Reza yang tak kutahu duduk di mana sekarang, "bawa dia jauh-jauh dari sini, kalau perlu cemplungin di kali."

Dia mulai melangkah entah ke mana.

Aku mengabaikan Reza, "Josh!" panggilku kuat, "bantuin gue!"

"Joshua gak di sini," katanya.

"Gue mau Joshua. Bawa gue ke Joshua."

"Enggak."

"Gue bilang, gue mau Joshua!"

"Dan gue bilang, gue gak bakal bawa lo ke dia!"

Aku melebarkan mata karena terkejut dengan nada suaranya yang tegas dan sedikit naik itu. Tak pernah kusangka aku akan dibentak seperti ini. Tampaknya kami sudah jauh dari ruang tengah, karena itu dia berani meninggikan suaranya.

Cinderella's SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang