Bab 14

602 85 4
                                    

"Pangeran sedang cemburu."

-----

Remedial Matematika tadi, aku berhasil menyelesaikannya dengan baik. Terima kasih atas bantuan Reza yang juga remedial. Sebenarnya mau belajar berapa kali pun, kurasa Matematika sama sekali bukan bidangku. Namun baru kali ini aku senang tidak pintar dalam mata pelajaran sekolah. Karena jika aku tidak lulus ujian, Pangeran akan membantuku belajar. Biasanya, saat ada ujian aku selalu mempersiapkan diri lebih awal. Kadang-kadang menulis materi dan rumus di balik dasi; kerjaan penuh dosa para siswa: mencontek. Mau bagaimana lagi? Aku ingin terlihat bagus di depan Pangeran.

“Gimana?” Pangeran menghampiriku yang sedang makan di kantin bersama Reza. Aku sudah berjanji pada cowok itu akan mentraktirnya makan di kantin jika aku lulus remedial. Sementara Putri sibuk pacaran dengan Gibran di dalam kelas. Sahabat yang sungguh setia.

“Lulus kok, tenang aja. Makasih udah bantuin gue belajar,” aku tersenyum.

“Tapi kan gue yang—“

Kupukul punggung Reza sebelum menyelesaikan perkataan bodohnya. Enak saja dia merusak kesenanganku dengan mulut ember yang sering bocor miliknya itu.

Reza terbatuk-batuk, segera kuserahkan padanya segelas minuman, “minum dulu, Rez,” kataku membantunya meneguk air, “makanya kalau makan hati-hati.” Reza menatapku tajam, tapi aku membalasnya dengan tatapan yang lebih tajam.

Seolah memberikan peringatan dengan pikiran, aku menambah dengan menginjak kakinya agar dia lebih paham. Reza menahan teriakannya, menatapku jengah. Bola matanya berputar, dia lantas bangkit berdiri, “gak selera makan gue!” katanya kencang kemudian pergi.

“Reza kenapa?”

Aku hanya mengangkat bahuku.

“Lo nanti latihan drama?”

Menggelengkan kepala, kujawab pertanyaannya, “enggak, soalnya Bu Eka lagi sibuk. Dia bilang hapalin naskahnya aja dulu.”

Pangeran mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia tak berbicara lagi, malah mengambil makanan milik Reza dan mulai menghabiskannya. “Pesen aja lagi,” kataku.

“Jangan ah, sayang makanannya kalau terbuang.”

Kusunggingkan senyum tipis untuknya. Seperti sebagaimana seharusnya, aku menghabiskan waktu bersama Pangeran.

♕♕♕

Saat lagi sibuk-sibuknya menonton drama Korea kesukaan Mama, layar handphone milikku bersinar, hampir seterang cahaya dari televisi. Kuraih benda itu, melihat kalau Abil menghubungi grup kelas dengan panggilan video. Kulirik Mama yang tertidur pulas di sampingku, tangannya masih memegang semangkuk popcorn yang dibelinya tadi siang di pasar. Mungkin hanya ini waktu yang bisa kuhabiskan bersama dengan Mama. Menonton selama satu jam di ruang santai. Karena setidaknya, Mama tidak akan berkomentar apa-apa tentangku. Dia hanya akan diam dan fokus pada drama. Setidaknya, aku bisa duduk berdampingan dengan Mama walau aku harus menahan kantuk yang jauh lebih berkuasa. Setidaknya lagi, Cindy tidak akan ada. Dan setidaknya terakhir, aku bisa melihat Mama tersenyum dan tertawa bukan karena Cindy.

Aku menjawab panggilan itu, bergabung bersama beberapa temanku.

Tika hanya sesaat bergabung, sebelum mengatakan, “unfaedah banget sih, bye!” lalu keluar dari sambungan.

Budi bertanya ada apa, namun Abil hanya menjawab, “kagak ada, gue rindu aja.”

Budi mendengus, memilih keluar dari panggilan video itu. Begitu pula teman-teman yang lain. Hingga yang tersisa hanya aku, Pangeran, Abil, dan Putri.

Cinderella's SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang