Are you ready?
♕♕♕
"karena dengan gue gak ngendaliin hati gue, gue bisa bareng dia sekarang."
-----
"Oh, iya, An, tau gak, si Reza tadi kena hukum Pak Cecep, haha! Ketahuan nonton bokep di kelas! Gue seriusan baru tau cowok cucok kayak dia masih punya sifat cowoknya. Hahaha, anjir!"
Aku tersenyum saja mendengarnya, toh juga tak terkejut dengan berita heboh yang dimaksud Putri beberapa detik lalu. Dari kasur tempatku berbaring, Reza yang duduk di sofa bersedekap sambil mengembuskan napas kasar. Bibirnya juga bergerak-gerak seperti penyihir yang sedang memberi mantra jahat diam-diam.
Putri, dengan tangan yang sibuk bekerja, masih melanjutkan ceritanya, "terus, ya, Bu Rus rewel banget nanya-nanyain soal elo," dia mengupas jeruk ke dua, membuang kulitnya di plastik putih, dan mulai membersihkan serat-serat kasar dari pinggiran buah, "'si Anna udah gimana kabarnya? Aduh, Ibu belum punya waktu jengukin dia lagi'," kuberi nilai sepuluh dengan bakat Putri meniru Bu Rus-tentu saja, dari skala sepuluh sampai seratus.
"Bener tuh, An. Telinga gue sampai mau berhenti kerja hanya gara-gara Bu Rus nanyain elo," Siti menimbrung. Mendudukkan diri dari posisi tak wajarnya yang tiduran di ujung kasur, bahkan tidak menghiraukan fakta bahwa dia masih memakai seragam (bukan Siti sekali), "Budi aja sampai nyumpahin elo karena dikejar-kejar. Ke kamar mandi cowok pula!"
"Iya?"
"Gak percaya, An? Tuh tanya aja," aku mau bilang aku percaya-percaya saja, setidaknya itu akan menghentikan pembicaraan tentang guru killer yang ternyata mengkhawatirkan aku, Anna, si murid yang pernah kena semprot ceramahan karena tugasnya ketinggalan di rumah. Masalahnya, Siti sudah memanggil pacarnya, "Bud, Bu Rus pernah ngejar kamu sampai kamar mandi, kan?"
Budi mengangguk, "aku bahkan gak jadi mulas lagi."
"An, nih, makan lagi," Putri menyodorkan sepiring kecil jeruk yang sudah dibersihkan. Aku hampir menolak; tidak nafsu makan meski itu kesukaanku sendiri. Tapi, kata-kata Putri, Siti, dan semua orang tepat sebelum aku pingsan lagi waktu itu kembali berputar. Aku anak yang tidak berguna. Setidaknya, aku tak boleh melakukannya lebih jauh lagi, kan?
Kuambil satu, memasukkannya ke mulut, lalu kembali mendengar teman-temanku bercerita mengenai kejadian-kejadian di sekolah selama seminggu terakhir. Mereka bercerita banyak hal, mulai dari Allysa yang naik jabatan 'sementara' menggantikanku-yah, meski harus kuakui dia layak mendapatkannya; dia orang pertama yang menjengukku setelah aku bangun dari pingsan yang kedua. Lalu tentang Ibu Kantin yang tiba-tiba punya kuasa untuk menghukum anak-anak bandel dengan memperbudak mereka di kantin. Kemudian tentang Bang Raja yang entah dari mana ceritanya mendadak kerja jadi pelayan ganteng nan tampan sedunia bersama si Ibu Kantin.
"Biasalah, si Playboy, lihat yang bening dikit langsung gerak cepat."
Aku menelengkan kepala, "Bang Raja naksir Bu Kantin? Penunggu Kantin masih Bu Fatmah, kan?"
"Anna! Kalau bukan karena elo sakit, udah gue gigit pipi lo!"
Aku menatap horor Reza, yang ikut-ikutan masuk ke sesi gosip para cewek. Spontan, kusentuh pipiku. Aku tidak punya pipi tembem, kalau digigit, tak bersisa dong.
Siti terkekeh kecil, sambil menutup mulutnya-aku terkejut dengan perubahannya kembali menjadi Siti feminim cantik yang biasa.
"Maksudnya, Bang Raja naksir anaknya, An, bukan Bu Fatmahnya. Itu loh, si Nurhaliza."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella's Sister
Teen Fiction"Kamu tak akan tau seberapa banyak aku berharap akulah Cinderellamu." ----- Ini sudah jelas bukanlah kisah Cinderella atau sepatu kaca atau bagaimana bisa dia bertemu dengan Pangeran dan 'hidup bahagia selamanya'. Sama sekali bukan. Melainkan kisah...