02. Pemikiran Nanzia

22.2K 1K 7
                                    

Hai, hai!

Jika ada typo yang bertebaran. Mohon ditandai, ya!

SELAMAT MEMBACA
■■■

Ilham menghela napas kesal pada sosok di sampingnya ini. Bagaimana tidak? Sudah 4 jam mereka duduk di perpustakaan dengan Nanzia yang tengah sibuk membaca buku yang entah sudah keberapa. Dan Ilham? Jangan ditanya, dia sudah sangat mengantuk.

Merasa ada pergerakan di sampingnya, membuat Ilham dengan cepat menoleh.

"Bukunya udah selesai?" tanya Ilham bersemangat.

"Hm" Nanzia bergumam mengiyakan ucapan lelaki itu. Nanzia bangkit, ingin mengembalikan buku itu ke tempat semula.

"Mau... ee, pulang atau ingin baca lagi?" tanya Ilham takut-takut.

Nanzia menatap Ilham sebentar. "Tunggu," ujarnya singkat.

Ilham pun menunggu, walau ia tidak tahu ini nunggu untuk apa. Beberapa menit kemudian, Ilham melihat Nanzia berjalan dengan dua buku di tangannya.

"Ayo," ajak Nanzia yang kini sudah di depannya.

"Loh? Udah ya? Bukannya lo mau baca? Terus ini? Ayo gimana?" tanya Ilham bingung.

"Pulang." Singkat, Nanzia berbalik meninggalkan Ilham yang menatapnya tak mengerti. Namun, pria itu tetap mengikuti Nanzia keluar dari perpustakaan.

●●●
"Nan ...," panggil Ilham yang kini tengah mengemudikan mobil dengan Nanzia yang duduk di kursi penumpang.

Terdengar gumaman tak jelas dari Nanzia seolah menyahuti panggilan Ilham.

"Gue pengen nanya, boleh nggak?" tanya Ilham.

"Hm." Sekali lagi Nanzia bergumam.

Pria itu mulai berbicara. "Oke, Nan. Lo seneng nggak sahabatan ama gue? Gini ya, kita itu udah saling kenal sejak TK sampai sekarang. Semua seluk-beluk dari diri lo gue tahu. Dan yang gue ingat lo ngomong paling panjang itu saat kasih kesimpulan diskusi SMP kelas 8. Apa isi diskusinya? Perasaan gue ingat. Nan, lo ingat nggak isi diskusi itu?" Ucapan panjang lebar ini hanya agar perjalanan tidak hening hingga terasa membosankan. Ilham sendiri adalah tipe pria berisik yang tidak bisa diam untuk waktu yang lama.

"Nggak," jawab Nanzia. Bohong, Nanzia ingat betul bagaimana isi dari kesimpulan itu, hanya saja ia tidak ingin mengatakannya.

"Idih, tumben amat lo lupa. Yang gue tahu otak lo nggak pernah lupa walau itu hanya sekedar lo dengar sekali," kata Ilham dengan nada tak percaya.

"Hm." Nanzia bergumam menjawab kalimat-kalimat Ilham.

"Jadi Nan, lo seneng nggak sahabatan ama gue?" tanya Ilham lagi.

"Seneng."

Seolah tidak percaya, pria itu kembali memastikan. "Beneran Nan?"

"Hm," gumam Nanzia.

"Kok jawabnya rada-rada nggak ikhlas gitu?" Ilham berseru dengan nada sedih yang di buat-buat.

"Ikhlas."

Kembali pria itu bertanya, "Serius Nan?"

"Iya, Ilham," jawab Nanzia sedikit kesal.

Senyum lebar terbit di wajah pria itu. "Gue juga senang sahabatan ama lo. Tapi ya, yang nggak gue sukai dari lo itu adalah sifat irit bicara lo itu, Nan. Bisa nggak sih lo kurangin? Nyesek tahu nggak dikacangin mulu ama lo." Ilham mengeluarkan semua yang ia rasakan.

"Kenal gue dari kapan?" tanya Nanzia tiba-tiba.

"Dari TK lah. Kita itu sering main bareng, jika lo amnesia," jawab Ilham.

"Kenapa tiba-tiba?" tanya Nanzia lagi.

"Tiba-tiba apa?" Ilham malah balik tanya

"Nyuruh gue."

"Aduh, Nanziaku. Gue bilang ngilangin dikit. Yeah, setidaknya saat bareng gue gitu." Ilham berseru kesal. Nanzia bergumam kemudian sebagai jawaban atas apa yang diutarakan oleh sahabatnya itu. "Artinya apa?" tanya Ilham lagi.

"Iya," jawab Nanzia singkat.

Walau tidak mengerti maksud dari 'iya' yang dikatakan Nanzia, Ilham tidak banyak bertanya lagi. Bukan karena kehabisan topik, hanya saja sekarang mereka sudah sampai.

"Sampai nanti, Nan!" kata Ilham yang hanya dibalas anggukan singkat dari Nanzia.

●●●

Nanzia memasuki rumahnya dengan langkah angkuh. Sapaan para pelayan hanya dibalas dengan anggukan, dan setelahnya ia masuk ke dalam kamarnya.

Helaan napas lelah terdengar. Tubuhnya ia baringkan di atas tempat tidur, kedua kelopak matanya tertutup. Pikirannya melayang pada percakapannya dengan sahabatnya tadi, Ilhan.

"Gue juga senang sahabatan ama lo. Tapi ya, yang nggak gue sukai dari lo itu adalah sifat irit bicara lo itu, Nan. Bisa nggak sih lo kurangin? Nyesek tahu nggak dikacangin mulu ama lo."

Kekehan kecil terdengar. "Lo adalah orang yang paling dekat dengan gue, Il."

●●●

Sepasang kelopak mata terbuka, mencoba membiasakan netranya dengan cahaya lampu kamar. Nanzia tertidur setelah pulang sekolah. Gadis itu bangkit, melihat kondisi dirinya yang masih mengenakan seragam sekolah. Segera ia bergegas masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan diri dan mengganti pakaian. Beberapa menit kemudian, ia turun dan mendapati mamanya tengah menata makanan di meja makan.

"Aduh, Sayang. Mama baru berniat akan membangunkanmu, eh ternyata udah bangun terlebih dahulu," ujar Rahayu, mama Nanzia sambil berjalan menghampiri anaknya.

"Hm." Gumaman singkat Nanzia keluarkan ketika Rahayu mencium kedua pipi Nanzia dengan sayang. "Papa mana?" tanya Nanzia setelah Rahayu mengakhiri ciumannya.

"Papa kamu ada di ruang kerjanya. Kamu panggilin gih, katakan untuk segera menuju meja makan." Rahayu mengelus lengan kanan Nanzia.

"Hm." Kembali Nanzia bergumam dan mengangguk mengiyakan perintah Mamanya.

Setelah sampai di depan pintu ruang kerja papanya, Nanzia mengetuk pintu tersebut.

"Masuk." Sahutan dari dalam membuat Nanzia berani membuka pintu ruang kerja itu. "Hey, putri Papa. Ada apa, Sayang?" tanya Hendra, papa Nanzia

"Makan Malam, Pa," jawab Nanzia sambil berdiri menatap berkas-berkas di meja kerja papanya.

"Baiklah. Tunggu sebentar, Papa akan membereskan berkas-berkas ini dulu," sahut Hendra seraya bangkit dari duduknya.

"Biar aku bantu." Nanzia berujar seraya mengambil berkas-berkas yang berada di depannya.

"Terima kasih, Sweety." Hendra tersenyum senang.

Tak membutuhkan waktu lama, kini meja kerja Hendra sudah rapi kembali. "Sudah selesai. Ayo. Segera kita temui sang ratu yang tengah menunggu." Hendra bukan orang yang kaku, bahkan cenderung terlihat konyol di depan Nanzia.

Nanzia menyusul langkah Hendra yang sudah berjalan cukup jauh darinya, tetapi ada hal yang membuat perhatian Nanzia teralih. "Apa ini?" gumam Nanzia, lebih tepatnyabertanya pada dirinya sendiri.

■■■
To be continue~

Ketika Yang Hilang Kembali✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang