14. Ketika Takdir Berbicara

10K 704 9
                                    

Hai, hai!

Jangan lupa vote, komen dan tandai typo, ya.

SELAMAT MEMBACA
■■■

Setelahnya, Nindia masuk ke dalam kamarnya. Mengganti pakaiannya dengan pakaian santai. Helaan napas terdengar ketika ia melihat noda di kemejanya yang sudah mengering. "Gimana bisa jaga diri kalau aku masih ketakutan seperti ini?" tanya Nindia pada dirinya sendiri.

Bunyi pertanda ada pesan masuk di ponselnya terdengar. Hal itu membuat Nindia mengalihkan perhatiannya dan segera mengambil ponsel tersebut. Melihat 1 pesan dari nomor yang tidak ia ketahui siapa pengirimnya membuat rasa ingin tahu Nindia bangkit.

From : +6282295xxx

Nindia, gue mau ngomong ini dari pertama kali kita ketemu. Tapi suka lupa. Nin, jangan sering tersenyum, senyum lo terlalu manis, makanya jantung gue jadi nggak sehat. Dagdigdug mulu.

Setelah membaca pesan tersebut, mendadak jantung Nindia berdetak begitu cepat. Rona merah di pipi Nindia muncul begitu saja tanpa bisa dicegah. Tanpa mencantumkan siapa yang mengirimnya pesan pun, gadis ini sudah tahu pesan tersebut dari siapa. Baru saja hendak membalas, sebuah pesan kembali masuk dan dari nomor yang sama.

From : +6282295xxx

Eh, lupa kasih tahu. Ini gue Ilham, cowok paling ganteng, sahabatnya kakak lo dan calon suami masa depan lo. Heheh, canda Sayang. Baper nggak gue panggil sayang? Kalau nggak baper sih nggak papa. Tapi kalau lo baper bagus. Gue nggak baper sendirian berarti.

Baru saja ia merona karena pesan sebelumnya, kembali Ilham mengirimnya pesan manis yang berhasil membuat debaran jantungnya semakin menggila. Jika seperti ini terus, Nindia khawatir akan berpotensi pada kesehatan jantungnya. Ilham selalu berhasil membuatnya merona dengan desiran hangat hanya dengan kalimat manis.

Dengan menghela napas panjang untuk menstabilkan debaran jantungnya, Nindia segera mengirim pesan balasan.

To : +6282295xxx

Dapat nomor aku dari mana?

Nindia tidak pernah berpikir jika ia akan segugup ini hanya karena menunggu pesan dari orang yang baru dikenalnya. Tetapi itulah yang terjadi. Ilham punya caranya tersendiri untuk mengombang-ambing perasaannya. Ah, atau mungkin dirinya yang selalu lemah jika sudah berhadapan dengan pria itu?

From : +6282295xxx

Gue minta sama Nanzia. Disimpan, ya? Karena mungkin gue akan sering hubungin lo. Mungkin juga bukan hanya chat. Bisa saja video call sebelum tidur? Heheh. Tapi, nggak usah dipikirin dan jangan nunggu. Bisa-bisa lo lupa makan.

"Ahhkkk!" teriak Nindia sambil melempar ponselnya ke atas kasur. Gadis itu menutup kepalanya dengan bantal dengan posisi wajah tenggelam di kasur. Sepertinya kewarasannya harus dipertanyakan sekarang. Bagaimana bisa hanya karena sebuah pesan singkat dirinya jadi kesetanan seperti ini? Rengekan kecil terdengar dengan kaki yang kini menendang-nendang udara.

●●●
Mobil kesayangan Nanzia terparkir di depan rumah Ilham. Dengan perasaan yang tak karuan ia memasuki rumah tersebut dan langsung menuju ke kamar Ilham. Tanpa mengetuk pintu kamar, Nanzia masuk begitu saja ke kamar Ilham sehingga membuat sang pemilik kamar berteriak padanya.

"Ya Tuhan! Nan, ketuk pintu dulu astaga!" ujar Ilham melihat sahabatnya yang kini duduk di atas ranjangnya dengan wajah tanpa dosanya.

Nanzia tak menjawab. Gadis itu kini membenamkan wajahnya di bantal Ilham sambil mengerang kecil. Ilham dengan wajah kesalnya menarik bantal yang Nanzia gunakan sehingga menimbulkan decakan tak suka dari gadis itu.

"Lo kenapa, sih?" tanya Ilham kesal. Merasa sedikit aneh dengan sikap random dari sahabatnya itu. Image bad girl yang tersemat dalam diri Nanzia mendadak hilang.

Nanzia tak menjawab. Gadis itu bangkit dari posisinya, duduk di depan Ilham. "Nia gimana?" tanya Nanzia membuat senyum di wajah Ilham terbit.

Pria itu tersenyum-senyum gila dengan wajah merona hingga membuat Nanzia mendelik. "Aman Ibu Negara. Gue antar dia dengan selamat dan dalam keadaan utuh," jawab Ilham bangga.

"Bagus." Hanya itu yang Nanzia katakan. Walau sebenarnya ada banyak yang mengganjal di pikirannya.

Tentu saja, sebagai sahabat yang menemani Nanzia dari masih Taman Kanak-Kanak, Ilham menyadari itu. "Ada apa?" tanya pria itu dengan nada yang lebih lembut dari biasa. Isyarat jika saat ini dirinya tidak sedang bercanda.

Nanzia diam. Gadis itu bingung apakah harus mengatakannya pada Ilham. Namun, hanya ini yang harus dia lakukan untuk tahu apakah benar yang Aleta katakan padanya tadi.

Setelah menarik napas panjang, Nanzia menatap Ilham. "Ayal," ujarnya dengan nada yang terdengar ragu.

Pria itu mengernyit bingung. Dirinya mendudukkan diri di samping Nanzia. "Kenapa sepupu gue?" tanya Ilham.

"Nggak ada yang namanya Ayal," jelas Nanzia membuat Ilham tertawa. Hal itu tentu saja menimbulkan decakan kesal dari Nanzia.

"Gue tebak lo pasti tanya pakai nama Ayal, 'kan?" tanya Ilham masih dengan sisa-sisa tawanya.

Nanzia mengangguk sebagai jawaban. "Hm."

Tawa Ilham pecah hingga membuat Nanzia memukul lengannya karena kesal. Sedangkan Ilham mencoba meredam tawanya setelah sebelumnya mengadu sakit akibat pukulan dari sahabatnya itu. 

"Jelas nggak ada, Nan," jawab Ilham membuat Nanzia tersentak. "Orang yang manggil dia Ayal hanya gue dan lo doang." Sontak saja Nanzia memasang wajah kaget. "Nan, gue panggil tuh bocah Ayal karena emang gue nggak bisa ngucapin huruf tertentu, ingat?"

"Jadi?" tanya Nanzia dengan perasaan yang tak karuan. Mendadak gadis itu merasa gelisah tanpa sebab.

"Namanya bukan Ayal," jelas Ilham membuat Nanzia merasa tak enak. "Tapi Fajar." Dan benar saja jawaban Ilham membuat wajahnya seketika memucat.

Jantung Nanzia berdebar. Debaran yang berhasil membuatnya sesak. Mendadak perasaannya menjadi tak karuan dengan pikiran yang makin bercabang. Mulai timbul pertanyaan-pertanyaan gila yang Nanzia sendiri tak tahu harus mencari jawabannya di mana.

Seperti, apakah Fajar masih mengingatnya?

"Fa-Fajar?"

Nada gugup Nanzia tidak bisa di sembunyikan tapi rupanya Ilham tidak menyadari itu. Terbukti dengan tanpa dosanya ia menjelaskan. "Iya, Fajar nama aslinya. Fajar Baasith Hermawan." Nada yakin dari Ilham membuat Nanzia mematung seketika.

Adakah yang lebih konyol dari ini?

■■■
To be continue~

Ketika Yang Hilang Kembali✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang