03. Sebuah Tanda Tanya

16.5K 978 10
                                    

Hai, hai!

Heheh, jangan lupa tandai typo ya!

SELAMAT MEMBACA
■■■

"Apa ini?" gumam Nanzia, lebih tepatnya bertanya pada dirinya sendiri. Tangan Nanzia terulur untuk mengambil sebuah kertas, -ah lebih tepatnya sebuah berkas yang menarik perhatiannya.

"Nanzia?"

Suara Hendra membuat Nanzia menarik kembali lengannya dan berjalan dengan penuh rasa penasaran.

"Apa yang membuatmu begitu lama di dalam ruangan Papa, hm?" tanya Hendra begitu Nanzia sudah berdiri di depannya.

"Ada yang membuatku tertarik." Nanzia berkata jujur, tanpa keraguan sedikit pun. Mereka mulai berjalan menuju ruang makan.

"Tertarik?" Hendra mengernyitkan dahinya tak mengerti.

"Hm," gumam Nanzia seraya menarik kursi untuk ia duduki.

"Apa itu?" tanya Hendra, ada sedikit keraguan dari nada suaranya yang dapat Nanzia dengar.

"Entahlah, aku belum terlalu mengerti untuk memahaminya." Nanzia menjawab pertanyaan itu.

"Apakah itu berkas mengenai-" Pertanyaan Hendra dipotong oleh istrinya.

"Berhentilah berdebat di depan rezeki." Suara Rahayu membuat semuanya terdiam.

Nanzia bersyukur akan itu, walau sebenarnya pikirannya mengarah kepada berkas yang membuat ia penasaran. Setelahnya mereka larut dalam makan malam.

"Aku selesai." Nanzia bangkit dari duduknya, hendak masuk ke dalam kamar, tetapi ia berhenti dan berkata, "Berkas kerja sama Papa dengan perusahaan lain." Ada keheningan yang tercipta, Nanzia kembali berujar, "Mungkin aku akan mempelajarinya, bisnis rupanya tidak buruk." Setelah itu Nanzia meninggalkan ruang makan dan kembali menuju kamar.

●●●
Pukul 2.15 dini hari, Nanzia terbangun dari tidurnya. Rasa haus membuat ia bangkit dan berjalan menuju dapur, mengambil air untuk di minum. Setelah hendak kembali ke kamarnya, tiba-tiba ia berhenti dan menatap pintu ruang kerja papanya. Rasa ingin tahu itu kembali hadir. Dengan langkah pelan ia membuka pintu ruang kerja papanya. Perlahan namun pasti ia masuk ke dalam, tak lupa ia menutup kembali pintu itu.

Langkah Nanzia berhenti di depan meja kerja, tatapan Nanzia terfokus pada berkas yang menarik perhatiannya. Perlahan, tangannya terulur untuk mengambil dan membacanya. Tiba-tiba kedua mata Nanzia terbelalak kaget, wajahnya pucat pasi.

"Tidak mungkin," gumamnya dengan penuh ketakutan. Dengan tergesa-gesa, ia mengambil kertas kosong dan mencatat hal-hal yang ia anggap penting dari berkas itu dan sedetik kemudian ia keluar dengan perasaan yang tak menentu.

●●●

Mobil Nanzia berhenti di sebuah sekolah yang jauh dari pusat kota tempatnya tinggal. Tampak para siswa-siswi berbondong-bondong keluar dari lingkungan sekolah. Pandangan Nanzia tajam pada setiap siswa di sekolah itu. Beberapa menit kemudian, manik matanya melebar, wajahnya pucat, tubuhnya bergetar hebat, dan sedetik kemudian air matanya jatuh.

Terlihat seorang siswi berjalan sendirian dengan beberapa buku yang dipeluknya. Penampilannya tak seperti siswi-siswi lainnya, rok yang ia gunakan panjang beberapa senti di bawah lutut, pakaiannya longgar, dan rambutnya diikat. Untung saja ia tidak menggunakan kacamata, maka tidak membuat ia terlihat seperti gadis culun.

Beberapa saat kemudian, sebuah motor menyambar gadis itu hingga membuat ia terjatuh. Buku-buku yang ia pegang berhamburan di jalan. Bukannya menolong, siswa-siswi lain yang melihat kejadian itu malah tertawa.

Terlihat pengendara motor itu berbicara dengan senyum mengejek, hal itu membuat emosi Nanzia naik, tetapi ia tidak bisa melakukan sesuatu. Jika ia ke sana, maka akan ada hal yang lebih besar terjadi. Dengan penuh emosi, Nanzia hanya bisa menatap mereka dari jauh.

Gadis itu tidak melawan, ia hanya diam dan mengambil buku-bukunya. Namun rupanya aksi itu tidak berhenti di situ saja. Ketika gadis itu hendak bangkit dan berjalan pergi, pengendara motor itu menarik rambut gadis itu hingga membuat gadis itu meringis.

Kesabaran Nanzia tengah di uji disini, melihat bagaimana gadis itu meringis kesakitan menbuat dia marah.

"Brengsek!" umpat Nanzia penuh amarah.

Setelah berbicara, pengendara motor itu menghempaskan tubuh gadis itu dan pergi tanpa rasa bersalah.

"Tunggu. Gue akan jemput lo!" gumam Nanzia sambil menatap gadis itu dengan penuh rasa bersalah.

●●●

Setelah makan malam yang penuh keheningan di rumah besar milik keluarga Pramono, Nanzia berujar pelan untuk menarik perhatian kedua orang tuanya.

"Aku ingin bertanya."

Rahayu dan Hendra saling pandang, kemudian Rahayu bertanya, "Apa yang ingin kamu tanyakan, Nak?"

"Siapa Nindia?" Tatapan Nanzia tajam. Aura intimidasi yang keluar begitu terasa membuat Rahayu dan Hendra menegang di tempat.

"Nin-Nindia siapa? Apa yang-" Ucapan Hendra terpotong dengan suara dingin dari Nanzia.

"Nindia Virginia. Lahir pada tanggal 18 april. Sekolah di SMA Bakti Nusantara." Nanzia menghentikan ucapannya sebentar, menutup matanya dan kembali berkata, "Gadis yang memiliki wajah sangat mirip denganku. Siapa Nindia?"

■■■
To be continue~

Ketika Yang Hilang Kembali✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang