25. Bakso

9.1K 565 6
                                    

Hai, hai!

Jangan lupa vote dan komen, ya! Jangan lupa tandai typo juga, ya.

SELAMAT MEMBACA
■■■

Hari ini Nindia belum diizinkan untuk bersekolah, walau sebenarnya dirinya sudah cukup sehat untuk belajar. Tetapi, Rahayu melarang Nindia untuk datang. Khawatir jika terjadi sesuatu lagi pada anaknya itu.

"Bagaimana jika Nia pingsan lagi? Walau ada Zia, tapi Zia tidak bisa tiap detik ada di dekat Nia. Nia izin sakit hari ini, ya?"

Tak ingin menjadi anak yang durhaka, maka Nindia lebih memilih untuk tidak ke sekolah.

Namun rupanya ketidakhadiran Nindia membuat Fajar uring-uringan. Kabar bahwa Nindia pingsan sudah membuat ia khawatir dan kini ditambah lagi dengan Nindia tidak masuk sekolah.

Apakah Nindia sakit parah?

Untuk itu demi mengetahui keadaan Nindia, Fajar rela membuang egonya dengan mengejar Nanzia yang kini sudah berjalan beberapa langkah di depannya.

"Nanzia!" panggil Fajar membuat Nanzia berhenti dan menoleh ke belakang.

Seperti biasa, wajah gadis itu datar dan tidak menampilkan ekspresi yang berarti.

Tepat di depannya Fajar sedikit terengah. Lelaki itu melempar senyum kecil karena Nanzia sedikit bersahabat hari ini.

"Hm?" gumam Nanzia bermaksud bertanya, sebab pria di depannya ini hanya tersenyum sambil menatapnya.

Hal itu tak baik untuk kesehatan jantung Nanzia.

"E-eh?" Fajar tersadar akibat gumaman Nanzia. Sedetik kemudian dia melempar cengiran. "Gini, gue mau tanya. Nindia gimana keadaannya, Nan?"

Eh?

Nan?

Fajar terdiam akibat panggilannya barusan.

"Udah mendingan," jawab Nanzia dengan nada datar seperti biasa.

Tetpi, rupanya Fajar tidak mendengarnya. Terbukti dengan tatapan Fajar yang kini hanya terpaku pada gadis di hadapannya ini.

Nan?

Jangan-jangan....

"Sayang, ke kantin yuk. Aku lapar ...." Suara rengekan dari sampingnya membuat Fajar tertarik dari alam pikirannya.

Laura kini bergelayut manja di lengan kirinya, dan tentu saja hal itu membuat Fajar marah sekaligus sangat terganggu.

"Ck." Decakan malas dari hadapannya membuat Fajar menoleh.

Nanzia masih ada di situ dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada.

"E-eh, Nan ...." Fajar tidak mampu menyelesaikan ucapannya akibat –sekali lagi– ia memanggil Nanzia dengan nama itu.

"Udah mendingan," ulang Nanzia begitu melihat ekspresi Fajar yang entah mengapa seperti ingin mengungkapkan sesuatu namun tak bisa.

Entahlah, yang jelas Nanzia mengulang ucapannya. Walau nyatanya Nanzia bukan tipe orang yang akan mengulangi apa yang sudah ia katakan tanpa alasan yang jelas.

Namun, kali ini ...

... beda.

"Ada lagi?" tanya Nanzia. "Kalau nggak, gue pergi."

"Ihk, Fajar. Kamu dengar aku nggak, sih? Aku lapar. Dan lo, pergi aja sana! Ngapain pake pamit ke TUNANGAN gue segala?" Suara Laura kembali membuat kedua orang yang berada di situ memutar bola mata jengah.

Ketika Yang Hilang Kembali✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang