15. Tentang Cinta Pertama

10.2K 671 15
                                    

Hai, hai!

Jangan lupa vote, komen dan tandai typo, ya!

SELAMAT MEMBACA
■■■

Nanzia masuk ke dalam kamarnya dengan wajah yang amat sangat datar. Pikirannya berkecambuk, kata-kata Ilham menghantuinya. Bahkan Nanzia berani bertaruh bahwa ia mungkin tidak bisa tidur malam ini.

Tepat ketika Nanzia akan menutup pintu kamarnya, Nindia keluar dari kamar gadis itu. Melihat Nanzia, sontak saja Nindia memanggilnya. "Zia?" Nanzia berbalik, urung untuk menutup pintunya. "Udah pulang?" tanya Nindia basa-basi.

"Hm." Nanzia hanya bergumam sembari tersenyum samar.

"Zia udah makan? Mau aku bawain?" tawar Nindia melihat kondisi saudaranya yang terlihat tidak baik.

"Boleh," jawab Nanzia pelan.

Nindia tersenyum dan segera turun, mengambil makan malam untuk sang kakak. Melihat punggung Nindia yang semakin jauh, Nanzia pun menutup pintu kamarnya. Helaan napas lelah terdengar, Nanzia menyandarkan kepalanya ke pintu kamar dan menutup matanya sejenak.

"Iya, Fajar nama aslinya. Fajar Baasith Hermawan."

Nanzia menunduk dan terkekeh hambar. Mengutuk dunia yang memang benar hanya sekecil ini. Dan yang lebih membuat Nanzia pusing adalah kenapa harus dia? Iya, dari sekian juta manusia di dunia ini kenapa harus Fajar? Kenapa bukan orang lain? Nanzia sudah terlanjur membenci orang itu akibat tindakan gilanya kepada kembaran Nanzia, Nindia. Sekarang kenyataan seolah tengah tertawa akan kebingungan Nanzia saat ini dengan memberikan fakta bahwa Ayal adalah Fajar, si brengsek itu.

Ketukan di kamar Nanzia membuat gadis itu tersadar dari lamunannya.

"Zi, ini aku bawain makan malam."

Suara Nindia samar-samar terdengar dari balik pintu. Dengan gerakan pelan Nanzia membuka pintu kamarnya dan menyuruh Nindia masuk. Setelahnya gadis itu menutup kembali pintu kamar itu.

Nindia mengedarkan matanya ke sekeliling, mengamati kamar dari saudara kembarnya. "Zi, Mama benar ternyata," ujarnya tiba-tiba.

"Benar kenapa?" tanya Nanzia bingung seraya mendekat ke arah Nindia yang kini tengah duduk di kasurnya.

"Kamar kamu mirip kamar laki-laki," jawab Nindia polos membuat Nanzia terkekeh geli.

"Hm." Nanzia bergumam sebagai jawaban.

Nindia menggeleng karena tak habis pikir pada kembarannya. Nuansa kamar hitam putih dan benar-benar tak ada warna lain. Bahkan di kamar itu ada samsak yang membuatnya melongo tak percaya. Terlebih ketika Nindia mendengar sendiri jika Nanzia berniat membuat arena tinju di kamar ini, untung saja tak diizinkan oleh mama. Ternyata kembarannya itu sedikit tidak waras.

Melihat Nindia yang bangkit dari ranjang membuat Nanzia bertanya, "Mau ke mana?"

"Aku mau lihat-lihat buku kamu," jawab Nindia sambil menunjuk sudut baca yang ada di kamar Nanzia.

Nanzia hanya menganggukkan kepalanya kecil dan kembali meneruskan makannya. Tak ambil pusing ketika adik kembarnya itu mulai melihat deretan buku yang terjejer rapi di rak.

Helaan napas kasar terdengar. "Zi, koleksi bukumu emang hanya ini?" tanya Nindia terdengar seperti protes. Nanzia mengangguk, membenarkan ucapan adiknya itu "Astaga!" seru Nindia tak percaya.

"Kenapa?" tanya Nanzia tak mengerti.

"Ini buku tentang bela diri semua! Karate, judo, silat, taekwondo, tinju, dan apa ini? Muay Thai?" seru Nindia tak mengerti.

Ketika Yang Hilang Kembali✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang