40. Sebuah Janji

9.6K 625 15
                                    

Hai, hai!

Jangan lupa vote, komen, dan tandai typo, ya.

SELAMAT MEMBACA
■■■

Sudah 5 hari sejak Nanzia sadar, Ilham adalah orang yang paling terlihat bahagia. Walau memang bukan hanya Ilham yang bahagia akan itu, orang tua juga Nindia senang tentu saja.

Seolah mendapatkan kembali napasnya, Ilham tak berhenti tersenyum lebar. Bahkan Nanzia pernah berkata, "Gigi lo bakal kering semua jika lo terus nyengir kayak orang bodoh, Il."

Tak peduli dengan perkataan sahabatnya Ilham tetap memamerkan deretan gigi putihnya itu.

●●●
Hari ini Ilham belum datang menjenguknya dan Nindia akan terlambat datang karena harus ke toko buku dulu. Papa dan mama juga belum tiba. Namun siapa yang sudah mengetok pintu dan membuka pintu itu?

Jawabannya terjawab ketika Nanzia dapat melihat figur seorang pria yang berdiri sambil tersenyum lebar. Ia sudah lama tidak bertemu dengan orang itu walau memang mereka tidak cukup dekat.

"Hey, Nan. Maaf gue baru datang hari ini."

Nanzia memberikan senyum tipisnya. "Nggak masalah, Gas."

Bagas berjalan masuk dan duduk di kursi yang menjadi tempat favorit Ilham ketika datang, kursi yang berada di sisi kanan ranjang.

"Gimana kabar lo?" tanya Bagas sambil tersenyum.

"Hm. Lumayan." Jawaban singkat dari Nanzia membuat Bagas mengangguk.

Pandangan Bagas teralih ketika Nanzia beberapa kali menoleh ke arah pintu. Seolah berharap akan datang satu sosok lagi, dan Bagas cukup peka untuk tahu siapa yang gadis itu maksud.

"Fajar nggak ada."

Ucapan Bagas membuat Nanzia terdiam. Bagaimana bisa pria ini tahu apa yang tengah Nanzia pikirkan.

"Apa, sih!"

Mencoba untuk mengelak, Nanzia mengalihkan pandangannya. Kekehan Bagas membuat Nanzia mendengus kesal.

"Fajar nggak datang, tapi ini. Ia titip untuk lo."

Amplop biru mudah itu menyita perhatian Nanzia. Bagas tersenyum begitu tangan Nanzia menggenggam Amplop itu.

"Lo harus baca sebelum lo menyesal." Kening Nanzia berkerut tak mengerti. "Cukup Fajar aja orang yang frustasi akibat penyesalan. Jangan lo!"

Nanzia memberikan tatapan bingung, apa maksud dari lelaki ini.

"Setidaknya di antara kalian berdua ada yang nggak buat kesalahan lagi, hingga bisa memaafkan yang bersalah."

Hingga lelaki itu pamit pulang dan meninggalkan kamar inap, Nanzia tetap bingung dengan apa yang dikatakan oleh Bagas.

Dan kebingungan Nanzia terjawab ketika ia membuka amplop itu dan menemukan beberapa lembar kertas di dalamnya.

Jakarta, 9 Juli 2018

Untuk Nanzia
Gadis dingin yang natap gue dengan tatapan berani.

Maaf aja jika lo berharap gue akan nulis kalimat romantis layaknya dalam drama yang selalu mama gue tonton hingga nangis nggak jelas. Itu bukan gue banget dan gue juga tahu itu bukan gaya lo.

Nanzia.
Gadis dingin yang selalu berbicara singkat namun tajam.

Gue tahu permintaan maaf gue ini udah sangat terlambat. Tapi tetap saja gue akan mengucapkan kata maaf bahkan hingga lo bosan.

Ketika Yang Hilang Kembali✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang