31. Emosi Nanzia

9K 572 3
                                    

Hai, hai!

Aku balik lagi.

Seperti biasa, jangan lupa untuk vote, komen dan menandai typo, ya.

SELAMAT MEMBACA
■■■

"Isn't it enough?"

Nanzia pikir ini hanya sebuah Ilusi dari rasa lelahnya. Membayangkan Fajar akan berbicara dengan nada lembut dan kata-kata manis hingga membuat jantungnya berlomba.

Iya, dia pikir itu hanyalah khayalan semata.

Tetapi ternyata tidak.

Ini nyata.

Terbukti dengan Fajar yang menggenggam tangannya dan menatap matanya dengan sorot mata menenangkan sambil berbicara dengan nada rendah.

"Tell me, Nan. Isn't it enough?"

Keadaan ini membuat Nanzia terpaku. Menatap sorot mata yang biasa menatapnya tajam. Namun, kini onyx itu hanya memancarkan kehangatan yang meneduhkan. Genggaman tangan kekar Fajar sangat membuatnya merasa aman. Semua ini terasa sangat nyaman.

Bolehkah Nanzia tidak menggunakan logikanya dulu? Karena sungguh, semua ini irasional. Fajar sangat Irasional.

Logikanya tak bisa menjabarkan dengan jelas apa yang sebenarnya telah terjadi saat ini. Tidak bisa dijelaskan dengan Hukum Gravitasi Fisika ataupun Hukum Dasar Kimia.

Ini semua tidak terdapat dalam Sistem Periodik Unsur yang sudah Nanzia hafal. Ini pula tidak ditemukan dalam perhitungan Limit, Aljabar ataupun dapat dipecahkan dengan Trigonometri.

"Nan ...."

Entahlah, Nanzia merasa ada yang aneh dengan dirinya saat Fajar memanggilnya dengan suara rendah tetapi lembut menggunakan nama itu.

Bisakah ia meminta kepada Atlas untuk menghentikan perputaran bumi saat ini juga?

Tetapi itu tidak mungkin. Maka, Nanzia mencoba untuk kembali ke alam sadarnya dan mencoba agar tidak terlalu larut dalam adegan drama yang sangat digilai oleh kembarannya.

"Hen-hentikan."

Berusaha keras Nanzia menormalkan nada suaranya, walau tetap saja ia bersuara dengan terbata.

Bodoh!

Umpatan itu berulang kali ia lontarkan pada dirinya sendiri.

"Gue ...." Ada jeda yang mengemuka. "Gue pergi."

Dengan cepat Nanzia melepaskan genggaman Fajar dan beranjak dari situ.

Entahlah, Nanzia tidak pernah berfikir jika ia akan terjebak disituasi yang begitu -oke, Nanzia akui ia tidak dapat menjelaskan dengan jelas situasi tadi itu seperti apa. Semua tidak bisa didefinisikan dengan jelas.

Fajar.

Bagaimana bisa ia bertingkah seperti itu?

Apakah ia hanya ingin mengusili Nanzia atau dia terlalu larut dalam suasana yang diciptakannya sendiri?

Demi Neptunus! Tangan Nanzia tidak pernah digenggam oleh seorang pria seperti itu.

Tidak ada! Bahkan Ilham pun tidak.

Dan kenapa Nanzia hanya membiarkannya?

Oke, anggap saja Nanzia khilaf.

Iya, Khilaf.

●●●
Satu gelas minuman dingin mampu membuat pikiran Nanzia kembali tenang. Nasi goreng yang tersaji di hadapannya menggugah selerah, satu sendok masuk ke dalam mulutnya. Hanyut dalam makan siangnya hingga ia tak sadar bel istirahat kedua telah berbunyi.

Ketika Yang Hilang Kembali✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang