Hai, hai!
Jangan lupa vote, komen, dan menandai typo, ya.
SELAMAT MEMBACA
■■■Nindia terpaku melihat adegan drama di depannya. Ingin ia mengatakan bahwa ini hanyalah drama murahan yang selalu ia tonton hingga menangis. Tetapi nyatanya tidak, ini nyata.
Melihat bagaimana Ilham menggenggam tangan Nanzia dengan erat, hingga lelaki itu menunduk dan Nindia yakin ia melihat ada air mata yang menetes dari kedua mata onyx itu.
Ilham yang ia kenal adalah lelaki konyol yang selalu membuat suasana ceria dengan segala macam candaannya. Bukan pria yang rapuh hingga menangis.
"Gue akan selalu nemenin lo, Nan. Seperti gimana lo yang jadi rumah gue untuk pulang. Gue juga akan selalu menjadi rumah buat lo. Dan selamanya akan seperti itu."
Sungguh, Nindia tidak tahu apa yang tengah ia rasakan saat ini. Yang pasti, ada rasa sesak yang menyiksa ketika lelaki itu mengatakan kalimat manisnya kepada kembarannya.
Berulang kali Nindia tegaskan pada dirinya bahwa mereka sahabat. Mereka bersahabat sejak lama.
Tetapi tiba-tiba entah bisikan dari mana yang membuat perasaan Nindia menjadi tak menentu.
Apakah ada sepasang sahabat pria dan wanita tanpa melibatkan perasaan?
"Jangan kelamaan tidur, gue bakal rindu."
Kalimat Ilham itu membuat Nindia meninggalkan ruangan Nanzia. Entah apa yang merasukinya hingga ia kesal sendiri.
Ada rasa tidak rela ketika melihat bagaimana Ilham terlihat begitu tersiksa saat Nanzia terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit bersama dengan alat-alat medis di tubuh kembarannya itu.
Apakah benar mereka hanya sahabat? Sebegitu eratkah persahabatan mereka?
Helaan napas kasar Nindia keluarkan. Apa haknya untuk marah seperti ini? Toh, dia tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Ilham.
Tetapi, entah mengapa fakta bahwa ia tidak memiliki hak untuk marah melihat kedekatan Nanzia dan Ilham membuat ia tidak rela. Ia cemburu.
Benar, ia cemburu.
Ia ingin Ilham hanya bersikap demikian padanya. Tidak kepada Nanzia, apa lagi gadis lain.
Egoiskah dia?
●●●
Ilham duduk di kantin rumah sakit dengan sebotol air mineral yang berada di atas meja. Suasana kantin itu lumayan sepi. Hanya ada beberapa orang yang tengah menikmati makanan mereka atau yang hanya duduk santai dengan gadget mereka."Sendirian aja?"
Suara dari belakang membuat Ilham berbalik dan melihat sepupunya berdiri dengan raut wajah datar.
"Hm," gumam Ilham bersamaan dengan Fajar yang mengambil tempat di depannya.
"Gimana perasaan lo?" tanya Fajar membuat sudut bibir Ilham terangkat, sedikit.
"Nggak ada yang akan baik-baik aja lihat sahabatnya terbaring di ranjang putih dengan alat-alat medis itu, Jar."
Fajar meneliti setiap ekspresi yang Ilham keluarkan, dan saat itu pula Fajar tahu bahwa Ilham dan Nanzia bukan hanya sebatas sahabat biasa.
"Ada yang ingin gue tanya ke elo, Il."
Ilham mengangkat satu alisnya sambil menatap Fajar yang melempar tatapan datar tak terbaca. "Tanya aja."
"Nanzia itu ...." Jantung Fajar berpacu dua kali lebih kencang dari biasanya. "Nanzia itu—"
"Nanzia itu sahabat gue sejak kecil." Ucapan Ilham membuat Fajar menoleh tak percaya. "Benar, dia yang selalu gue ceritain ke lo. Dia Nan-nya gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Yang Hilang Kembali✓
Teen FictionCover by @jelyjeara_ ----- Bagaimana jadinya jika ternyata kamu memiliki seseorang yang selama ini tidak pernah kamu ketahui keberadaannya? Bagaimana jadinya jika ternyata dia adalah separuh dari jiwamu yang selama ini hilang? Bagaimana jadinya jika...