21 || tough at heart

2.7K 255 21
                                        

2 1

t o u g h   a t   h e a r t

on the verge of tears, she smiled; that's the strongest thing he has ever witnessed

✿ㅡ✿

smtown in shanghai
hard times, 2014

JANTUNGKU BERDETAK MENGIKUTI lantunan musik; peluh yang bercucuran di pelipisku bukan berasal dari penampilan yang baru saja kulakukan bersama EXO, melainkan karna hal lain. Tinggal beberapa detik lagi dan Soojung bakal menyelesaikan penampilannya dengan selamat.

Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari layar, dalam hati tiada henti memanjatkan doa agar tubuhnya tidak menyerah. Kakinya sudah bergetar hebat dari pertengahan lagu, dadanya naik turun seiring dengan napas yang ia ambil; ada kalanya Soojung bakal memisahkan bibirnya dan mengambil napas lewat mulut saat sulit untuk mengambilnya lewat hidung. Kacamata hitam yang ia kenakan bukan merupakan bagian dari properti, tapi karna ia tidak ingin orang-orang menangkap kantung matanya dan mengetahui seberapa lelahnya ia sekarang. Itu sangat menyedihkan untuk melihat Soojung seperti ini.

Aku sudah memberitahunya untuk istirahat. Jadwalnya sangat padat selama beberapa bulan terakhir, aku yakin fans bakalan mengerti jika ia melewatkan beberapa penampilan. Akan tetapi, tipikal Soojung dan profesionalisme-nya, ia tetap bersikeras untuk naik ke atas panggung.

Sorak sorai penonton terdengar sementara lagu mulai berganti, menandakan bahwa f(x) telah menyelesaikan penampilan mereka dan mungkin sedang menuju backstage sekarang. Secepat kilat, aku beranjak dari tempatku berdiri untuk mengintip melalui celah tenda, sudah siap untuk menyambut Soojung saat kakinya menyerah di anak tangga pertama.

Rasanya ingin sekali aku melangkah pergi. Sulit untuk melihat seseorang yang kau sayangi begitu tak berdaya. Meskipun aku bersyukur managernya cukup cekatan untuk segera mengangkut Soojung ke bahunya, tapi dari bagaimana kedua lengan sang gadis terjuntai ke bawah tak payah membuat hatiku remuk.

"Medis, cepat!"

Buru-buru aku mengosongkan sebuah meja panjang yang terletak di salah satu sisi tenda. Kami tidak memiliki waktu untuk membawanya ke tempat yang lebih layak, pertolongan pertama harus segera diberikan atau aku tidak ingin membayangkan apa yang bakal terjadi.

"Bagi yang tidak berkepentingan, harap keluar." Kata sang manager, tapi aku sedang sibuk membantu membaringkan Soojung ke atas meja untuk sadar bahwa ia juga sedang berbicara padaku. "Jongin-"

"Aku tidak akan kemana-mana," Tukasku dalam satu tarikan napas.

Balasannya datang terlambat, namun pada akhirnya ia sadar bahwa akan lebih efisien jika ia membiarkanku menetap. "Kalau begitu cari sesuatu untuk menyangga kepalanya."

Aku memindai seantero tenda. Memang mustahil rasanya jika ada bantal di tempat seperti ini, karna itulah aku tidak terkejut lagi saat tidak menemukan apapun. Dikejar waktu, kuputuskan untuk melepas jas yang kukenakan dan melipatnya sebagai alternatif lain.

Kelopak matanya setengah membuka saat aku membungkuk untuk menyelipkan bantal buatanku ke bawah kepalanya, dan dari jarak sedekat iniㅡditambah ketidakberadaan kaca mata hitamnya yang sudah hilang entah kemanaㅡaku bisa merasakan penderitaannya. Baru saja mulutnya terbuka, hendak mengatakan sesuatu, namun kata-katanya tertahan saat seorang petugas medis datang untuk memasang alat bantu pernapasan.

Maka aku berlutut di sebelahnya, kusejajarkan wajah kami dan kugenggam tangannya seolah nyawaku yang dipertaruhkan.

Kedua matanya sudah terbuka sempurna sekarang; meskipun masih sedikit layu, tapi ia sudah mampu memokuskan pandangannya pada mataku kali ini.

24 hoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang