10 || that was it

3.6K 341 89
                                    

1 0

t h a t   w a s   i t

it really is quite simple; find what it is that makes you happy and who it is that makes you happy and you're set, promise

✿ㅡ✿

a descent café; by the window seat
2023


AKU MELIPAT KEDUA tanganku diatas meja, mengintip dari bawah bulu mata untuk membaca ekspresinya.

"Jongin, ada apa, sih, denganmu hari ini?" Tanyaku saat tidak menemukan apa-apa. "You're acting really weird."

Ia berkedip, kedua matanya masih mengikuti gerak-gerikku bahkan saat aku meraih ke depan, mengincar kentang gorengnya.

"Aneh bagaimana?" Jongin akhirnya bersuara. Ia tersenyum melihat napsu makanku, kemudian berinisiatif untuk menyodorkan piringnya ke tengah meja.

"Aneh," Aku memulai, meneguk air sebelum melanjutkan. "Kau belum menyentuh makananmu, padahal kau sudah seperti anjing kelaparan setiap kali melihat makanan."

Itu benar, Jongin memiliki kebiasaan baru dari semenjak ia bergabung dengan militer. Aku senang melihat napsu makannya meningkat, hanya saja terkadang itu membuatku berpikir kalau mereka tidak memperlakukannya dengan baik. Jongin selalu meyakinkanku bahwa aku tidak perlu khawatir, tapi bagaimana tidak jika aku hanya bisa bertemu dengannya sebulan sekali?

"Kau juga tidak banyak bicara hari ini," Lanjutku, salah satu tangan menyeberangi meja, kali ini untuk menyangkutkan jariku di keliman lengan hoodie-nya. "Ada apa? Apa mereka membuatmu bekerja terlalu keras?"

Mulutnya terbuka, kemudian tertutup seolah dia tidak bisa menemukan kata yang tepat. Seharusnya aku sudah tidak terkejut lagi, aku tahu semua hal yang berhubungan dengan militer itu rahasia. Jadi, tak peduli seberapa banyak aku bertanya, ia takkan bisa memberi jawaban yang memuaskan. Apakah tidak membolehkannya membawa alat komunikasi saja belum cukup? Apa mereka perlu memintanya untuk tidak mengatakan dimana dia tidur juga? Ini tidak benar.

Maka, dengan mendesah, bahuku terjatuh lunglai ke bahu sofa. Kami sudah melalui ini beberapa kali, tapi aku tak pernah tidak dibuat kesal setiap kali menyadari peraturan yang mereka buat.

"Kau tahu kau bisa menuntut mereka jika mereka bertindak semena-mena, kan?" Tak payah, emosiku tersulut. Namun masih kujaga suaraku supaya tidak membuat kepala menoleh kemari. Meski bisa dibilang hampir tidak ada pengunjung disini selain kami dan satu petugas konstruksi yang sedang tertidur di sudut ruangan, mengingat sekarang sudah jam dua malam di hari Senin. Tidak ada orang waras yang keluar jam segini.

"Tidak, Soojung, sudah kubilang mereka memperlakukanku dengan sangat baik." Ia tersenyum, kini gilirannya yang menyeberangi meja untuk menggapai lenganku. "Tidak usah khawatir, okay?"

"Then, talk to me," Tuntutku. Berhubung ia tidak diperbolehkan untuk memberitahu kegiatannya, pertemuan kami kini memang lebih sering diisi oleh aku yang membicarakan bagaimana aku menghabiskan hari-hariku. Akan tetapi, biasanya dia juga akan ikut nimbrung dengan memberitahuku apa yang ingin ia makan sekembalinya dari militer. Apapun itu, Jongin tidak pernah sesunyi ini. "Kau juga tidak berhenti menatapku dari awal kau datang, pasti ada sesuatu di wajahku, ya? Bukan jerawat, kan?"

Mendengarku, tawanya meledak. Aku hanya bisa menatapnya, tidak mau membuatnya berpikir kalau dengan begitu ia bisa mengalihkan pembicaraan. Jongin akhirnya selesai dan sesegera itu juga menangkap ekspresiku, tiba-tiba tatapannya terlihat ragu sementara dengan canggung ia membenarkan posisi topinya.

24 hoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang