4 6
a n g s t
she didn't lose him. he lost her. he'll search for her inside of everyone he's with and she won't be found.
•
soojung's dining
2019ITU SELALU LEWAT tengah malam bagi aku dan Soojung.
Itu selalu ada red wine di antara kami tapi itu selalu hanya salah satu di antara kami yang bisa minum. Dulu, karna aku harus merawatnya sepanjang malam. Sekarang, karna aku harus mengemudi pulang.
"But, you do love her, right?"
Kurasa Soojung tidak kunjung menyadari ketidaknyamanan ku akan sebuah topik tertentu. Sudah berkali-kali aku mengalihkan pembicaraan kami tapi dia selalu menarikku kembali ke dia. Itu bukan seperti suasananya akan berubah canggung jika kami menyinggung masalah ini, tapi itu karna aku tidak mau membohonginya lebih jauh lagi.
"Aku tidak berpikir kalau kami sudah sejauh itu," Jawabku akhirnya. Dan itu adalah tatapan galak pada wajahnya yang membuatku buru-buru melanjutkan. "Tapi aku menyukainya, kok? She's fun to be around with."
Ia sempat memindaiku selama beberapa detik sebelum kemudian memutuskan untuk mengabaikan gelagat anehku dan kembali memakan strawberry-nya. Kadang aku memiliki firasat bahwa alasan kenapa Soojung tidak pernah banyak tanya dan selalu semudah itu mempercayaiku adalah karna ia tidak mau mendengar kebenarannya.
Kadang aku juga berpikir bahwa dia egois. Itu mungkin mudah baginya untuk mengembalikan hubungan kami ke sebatas sahabat karna itu adalah dia yang minta putus. Tidakkah dia sadar bahwa saat ia meminta untuk berteman lagi aku seperti tidak dihadapkan dengan pilihan lain? Di satu sisi aku akan semakin menyakiti diriku sendiri jika harus terus bertemu dengannya, tapi itu juga bukan berarti aku bakal berhenti mencintainya jika aku berhenti menemuinya. Maka aku memilih pilihan yang pertama. Setidaknya rasa sakitku akan terbayar jika aku bisa berada di dekatnya. Itu seperti gali lubang tutup lubang. Tapi kemudian kupikir, ini saatnya bagiku untuk berhenti berbohong; baik padanya maupun diriku sendiri.
"Tahu, tidak?" Kataku setelah jeda yang cukup lama. Soojung melipat kedua lututnya keatas kursi dan melingkarkan lengannya disana, siap mendengarkan. "Banyak temanku yang mengatakan bahwa aku hanya menyukainya karna dia mengingatkanku akan dirimu."
Tidak menganggapku serius, ia malah mendengus dan kembali menyesap wine-nya. "No, you're not, Jongin. Kau menyukainya karna kalian memiliki banyak kesamaan. Plus, dia baik dan cantik."
Ia lalu menatapku tepat di mata, mungkin akhirnya melihat keseriusan di sana karna ekspresinya langsung berubah: dari mencemooh jadi terkejut—mendekati kecewa. Pemandangan tersebut tak payah membuatku merasakan hal yang sama. Itu seperti aku bisa mendengar ia meneriakkan kata 'Tidak' dari bagaimana kedua bibirnya terpisah dan matanya membelalak lebar.
"Itu menyedihkan, sungguh." Ungkapku, merujuk pada kalimatku selanjutnya. "Aku tidak pernah membiarkan percakapan kami melebihi kondisi cuaca hari ini, Soojung." Kedua lututnya entah sejak kapan sudah terjatuh ke bawah, secara natural membuat posisinya jadi menyila hingga kini aku bisa melihat setengah badannya. "Aku tidak mau tahu jenis musik seperti apa yang ia sukai, atau apakah ia memiliki alergi, film favoritnya. Aku bahkan kadang menyuruhnya untuk mengenakan coat dan loafers pada pertemuan kami—seperti bagaimana kau akan muncul pada musim semi, meskipun ia tidak akan terlihat sedikit pun mendekati. Aku tidak mau mengenalnya lebih dalam, Soojung. Karna aku tahu bahwa semakin jauh aku mengenalnya, semakin jauh pula ia dari harapanku. Semakin tidak mirip dia denganmu."
Kepalanya tertunduk, mungkin sedang menatap kesepuluh jemarinya yang bertautan, tapi aku tetap bisa melihat perubahan ekspresi pada wajahnya. Terkejut, kecewa, lalu sedih. Kecewa karna mungkin dia pikir aku mengkhianati janjiku dan merusak pertemanan kami. Sedih karna mungkin pada akhirnya dia sadar bahwa kata pertemanan tidak akan bekerja lagi pada kami, bahwa ini saatnya untuk membiarkanku pergi.
"I really think you should go." Ia berbisik lirih. Sebagian diriku bangga aku masih bisa menebak apa yang sedang ia pikirkan tapi sebagian yang lain sedih itu benar. "It's late."
Pada titik dalam kehidupan ini, aku hanya bisa bergantung pada Tuhan dan waktu. Berharap mereka akan melakukan mukjizatnya dan entah bagaimana merubah pikiran Soojung. Berharap beberapa tahun dari sekarang kami akan papasan di kedai kopi favoritnya dan jatuh cinta lagi. Berharap Soojung akan membiarkanku sekali lagi masuk ke dalam hatinya, memilikinya disaat yang sama.
Sekalipun tidak, aku sudah cukup puas dengan fakta bahwa caranya menatapku sekarang masih sama dengan caranya menatapku dulu. Mungkin itu adalah jenis cinta yang selalu ada tapi alam semesta memang tidak menakdirkan kami untuk bersama. Mungkin suatu saat, kami akan menggendong anak kami masing-masing tapi tetap akan memandang satu sama lain dengan cara yang sama. Itu selalu dirinya dan mungkin akan selalu menjadi dirinya. Mungkin itu adalah orang lain yang akan kami nikahi tapi itu tetap kami yang akan memiliki hati satu sama lain. Apa yang kami miliki merupakan jenis cinta yang langka, indah meskipun agak kacau, tapi aku bersyukur itu kami yang diberikan kepercayaan. Soojung memang tidak pernah cocok dengan sesuatu yang normal. It should be a little twisted and quirky, just why I love her.
Maka, tahu bahwa itu adalah tandaku untuk pergi, aku bangkit. Suara derak yang ditimbulkan oleh kaki kursi dan lantai marmer hampir kusalahpahamkan dengan suara hatiku yang retak. Kulakukan semuanya dengan sangat lambat, berharap ia akan menghentikanku. Tapi bahkan setelah aku kembali dari ruang tamu untuk mengambil jaketku pun, posisinya tidak berubah. Kecuali dua butir mungil yang kusadar sekarang sedang bergelimang di atas pipinya.
Aku berdiri disana dan menontonnya selama beberapa detik, berpikir apakah aku harus mengucapkan kata perpisahan. Tapi ini juga sulit baginya, aku tidak mau membuatnya merasa lebih bersalah lagi hanya karna ia tidak bisa membalas perasaanku. Maka aku pergi, mengincar kenop pintu tapi tidak menemukan kekuatan untuk memutarnya setelah meraihnya.
Menatap dari balik bahu, hanya bagian belakang tubuhnya yang bisa kulihat. Tapi itu sudah lebih dari cukup.
"Sometimes, I wonder," Bisikku parau. "If I could take back every I love you I have ever said to you, would I do it? Would it be worth it?"
Itu percuma karna aku telah menemukan jawabannya. Mencintainya adalah hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidupku. Akan kulalui hal tersebut jutaan kali tanpa merubah satu hal pun.[]
[a.n] i'm living for this angstttt!
anyway guys. mau bijak dulu. move on dari mereka bareng bareng yuk! semoga semuanya bahagia🤟
[edited] ohiya lupa nambahin! ini terinspirasi dari salah satu tweetnya @/seoulchryst on twitter 😊
there's beauty in everything guys! siapa sangka kalo aku bakal nulis tentang ini hehe. bahkan di pembukaan pun aku gaada nambahin genre angst, cuma fluff. lega rasanya bisa stay away dari sesuatu yg bikin kita sakit hati terus memodifikasi hal tsb jadi seni; sesuatu yg positif. ok thats it i'm out (again) see ya when i see ya

KAMU SEDANG MEMBACA
24 hours
NouvellesThere's indeed a love story going on behind closed doors. [kumpulan kaistal oneshoots dengan background idol life] ©2018 #1 in fx #1 in kaistal #11 in oneshoots || 09/08/18 #32 in short story || 27/06/18 #70 in oneshot || 07/01/19