BAB 19 ー Jangan Parno

13.1K 1.2K 27
                                    

***

Stella duduk tidak nyaman di kursi kantin yang sejak tadi didudukinya, ia menggerak-gerakan salah satu kakinya dan beberapa kali mengembuskan napas bosan. Stella menoleh ke samping, tidak jauh dari mejanya ada Aldi, Andre, dan Rara yang tengah duduk bersama tapi ribut terus.

"Kenapa lo enggak makan?" tanya satu-satunya orang yang duduk satu meja dengan Stella.

"Enggak laper," jawab Stella cepat.

Stella masih memperhatikan meja teman-temannya, dalam hati ia merutuki Bara karena entah untuk alasan apa ia memaksa Stella untuk duduk berdua saja dengannya. Awalnya Stella memang menolak, tapi Bara yang sangat pemaksa dan menyebalkan itu benar-benar tidak akrab dengan penolakan. Dari pada ribut tidak berkesudahan dengan Bara, pada akhirnya Stella yang mengalah dan mengikuti maunya Bara. Padahal tidak ada gunanya juga Stella duduk berdua saja dengan Bara, toh Bara sedari tadi hanya fokus makan dan cuek saja pada Stella.

Bosan memperhatikan meja Aldi, Andre, dan Rara, pandangan Stella beralih lurus ke depan. Ia melihat meja di depannya yang kosong baru saja di duduki oleh dua orang siswa yang salah satunya Stella kenali, ia lelaki yang selalu setia dengan hoodienya.

Stella menegakkan badan saat Rigel duduk tepat menghadap Stella, mata keduanya bertemu dalam satu garis. Tatapan mata Rigel dingin seperti biasa, tapi sesuatu dalam diri Stella dibuat tidak karuan hanya dengan tatapan saja. Stella merasa perasaan yang tiba-tiba datang itu terlalu cepat,  tidak biasanya ia langsung punya perasaan aneh seperti itu hanya karena Rigel baik dan selalu menolongnya.

Aksi tatap-tatapan dalam diam itu berlangsung cukup lama, dan Stella mulai merasa wajahnya memanas, lama-lama ia jadi makin salah tingkah. Sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman yang agak canggung untuk Rigel, tapi lelaki berhoodie itu tidak bereaksi dan terus menatap Stella dengan ekspresi datarnya.

"Apa-apaan?" tanya Bara tidak senang sambil menjepit kedua pipi Stella dengan satu tangan.

"Bara!" pekik Stella seraya memukul pelan lengan Bara. Bukanya melepaskan, Bara malah memutar kepala Stella hingga berhadapan dengannya.

Stella yang berniat marah-marah langsung membatalkan niatnya saat melihat wajah Bara yang terlihat lain dari biasanya, ekspresi dingin yang menyeramkan.

"Kenapa?" tanya Stella pelan masih dengan pipi yang dijepit tangan Bara. Wajahnya pasti sangat memalukan, dan Stella yakin Rigel sedang memperhatikan hal ini.

"Lo," desis Bara jelas-jelas tidak senang, ekspresi wajahnya turut mendukung ketidaksenangan dalam nada bicaranya.

"Kenapa? Eh, lepasin dulu, ya? Sakit," ujar Stella lembut.

Bara langsung berdecak dan melepaskan lengannya dari pipi Stella. Ia masih menatap tajam pada Stella yang meringis memegangi pipinya.

"Kenapa, Bara? Tiba-tiba kayak gitu?" tanya Stella masih dengan nada halus. Tidak berani membentak karena takut Bara akan ngamuk tiba-tiba.

Bara diam dengan wajah tidak senang seperti menahan marah, Stella menunggu Bara bersuara dengan alis berkerut samar. Kepala Stella sedikit dimiringkan saat Bara semakin intens menatapnya. Bara yang melihat ekspresi bingung Stella yang terlihat polos seperti itu malah tergoda untuk meraup dan mengunyel-unyel wajahnya. Bara pun berdecak, lalu dengan cepat membuang muka dan membuang jauh-jauh pikirannya itu.

Apa-apaan?! batin Stella. Ia jadi kesal pada tingkah Bara yang seperti itu.

"Kenapa sih?" tanya Stella heran.

"Suapin gue," tandas Bara sambil menggeser piring makanannya ke hadapan Stella.

Stella menatap horor pada Bara kala mendengar kalimat itu. Bara sendiri sudah lebih santai ekspresi wajahnya, meskipun masih terlihat agak masam.

StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang