BAB 30 ー Menyerah

11.8K 1.1K 79
                                    

***

Hari-hari dengan cepatnya berlalu begitu saja, dan selama berhari-hari itu hanya hubungannya dengan Rigel yang semakin baik, sementara hubungannya dengan Bara malah semakin buruk.

Stella tidak mengerti mengapa ia berpikir hubunganya dengan Bara yang sekarang itu ia anggap memburuk. Padahal, itu maunya sendiri agar Bara berhenti menganggunya. Namun, apa yang terjadi antara dirinya dan Bara sekarang malah membuat dirinya sendiri tidak nyaman. Bara menghindar, ia dingin pada Stella, ia juga bersikap seolah Stella tidak ada, keberadaanya sama sekali tidak dianggap, bahkan sekali pun Bara tidak pernah sudi untuk menatapnya. Harusnya Stella tenang, tapi nyatanya malah ia merasa perasaan mengganjal dan tidak mau Bara bersikap begitu padanya.

Beberapa kali Stella berusaha mengajak Bara berbicara, tapi pada akhirnya ia kebingungan sendiri  hendak berbicara apa pada Bara. Ditambah dengan sikap Bara yang menganggap dirinya tidak kasat mata malah membuat Stella semakin tidak percaya diri untuk mengajak Bara berbicara, ia takut terhadap penolakan Bara.

"Mikirin apa?" tanya Rigel setelah selesai memainkan satu lagu.

Saat ini mereka sedang berada di ruang musik, seperti biasa Rigel datang ke ruang musik dan selalu memainkan lagu yang sama setiap harinya. Stella sendiri sama sekali tidak bisa fokus mendengarkan Rigel bermain piano sedari tadi, ia malah sibuk melamun, resah sendiri memikirkan hal yang seharusnya tidak ia pikirkan.

Stella masih diam, tidak mendengar pertanyaan Rigel, pandangannya juga kosong. Tangan Rigel terulur untuk menyentuh kepala Stella, ia mengusapnya dengan perlahan.

"Kenapa?" tanya Stella setelah merasakan sentuhan Rigel di kepalanya yang langsung membuat dirinya tersadar dari kegiatan melamun.

"Lagi mikirin apa?" ulang Rigel, ia menatap tepat pada kedua bola mata Stella.

Stella mengeleng kecil sambil tersenyum. Tiba-tiba ponselnya bergetar, Stella langsung merogoh saku rok lipitnya dan melihat pesan masuk di ponselnya yang ternyata dikirim dari bundanya yang meminta Stella mengajak Rigel ke rumah. Bundanya sudah tahu, Stella sudah menceritakan semuanya dimulai dari ia tahu siapa Bintang sampai ia jadi pacar Rigel.

"Bunda undang lo makan malam di rumah," ucap Stella sambil mengangkat wajah dari ponselnya.

Soal ponsel yang dihancurkan Bara waktu, ia sudah mendapat gantinya langsung hari itu juga. Bara menggantinya dengan ponsel yang sama dengan miliknya yang dulu, padahal ponsel itu cukup mahal, dan Bara tentu saja keluar uang banyak hanya untuk mengganti ponsel Stella. Bara tidak memberikannya secara langsung pada Stella, ia hanya menuliskan catatan kecil berisi kata maaf.

"Gue pasti dateng," jawab Rigel.

Stella tersenyum lalu mengetikan balasan untuk bundanya. Setelah selesai, ia langsung memasukan lagi ponselnya ke saku rok seragamnya. Stella baru ingat jika di saku yang satunya lagi ia membawa iPod Rigel yang selama ini ada padanya, ia selalu lupa untuk mengembalikan benda itu pada pemiliknya.

Stella langsung mengeluarkan benda itu dan ia sodorkan pada Rigel. "Nih, punya lo," ucapnya.

Rigel menerima iPod yang disodorkan Stella padanya. Itu memang miliknya, ia kira selama ini iPod itu hilang entah ke mana, tapi rupanya tertinggal saat ia menjaga Stella.

"Gue kira iPod ini hilang, thank's Stella."

Stella tersenyum sambil mengangguk.

"Berkat itu juga, misi pencarian gue sedikit dipermudah. Dari awal gue emang curiga Bintang itu elo sih, karena emang dari banyak clue itu mengarah ke elo semua. Terus nih ya, hampir di akhir misi gue, eh kebetulan gue denger Bunda yang teleponan dan sebut-sebut nama lo. Itu jadi mempercepat misi pencarian gue dan memperjelas semuanya. Ternyata memang benar lo itu orang yang gue cari selama ini, gue enggak nyangka misi pencarian gue begitu dipermudah." Stella bercerita dengan semangat.

Rigel mulai menemukan hal lain yang benar-benar membuatnya senang menatap Stella lama-lama selain pada matanya, ia mulai suka saat gadis itu dengan ceria menceritakan sesuatu padanya. Karena saat seperti itu, Stella terlihat begitu lucu, dan jelas sekali dia sangat cantik.

"Gue seneng banget, Rigel. Gue udah bisa ketemu lo dan bersama dengan lo lagi. Gue sempet ngerasa sedih banget waktu lo tiba-tiba ngilang setelah gue dapet donor mata, tapi sekarang gue udah seneng lagi karena udah ketemu sama lo. Gue lagi-lagi mau bilang terima kasih untuk semua yang udah lo lakuin buat gue di masa-masa sulit gue. Terima kasih untuk selalu menjaga gue dan rawat gue meskipun elo enggak pernah ngomong, terima kasih untuk setiap malam nemenin gue dan pegang tangan gue sampai gue tidur, terima kasih karena elo enggak pernah ninggalin gue sendiri disaat dunia gue gelap, dan terima kasih karena lo udah jadi cahaya bintang untuk langit gelap gue."

Rigel tersenyum meskipun sangat tipis, ia menawarkan pelukan untuk Stella dan gadis itu menerimanya. Rigel tidak menyangka bahwa ia menjadi sangat berhaga untuk Stella. Jujur saja, Rigel merasa senang, tapi sebagian lain dari dirinya mengatakan bahwa hal itu malah akan membuat Stella semakin terluka karenanya. Seperti bom waktu, tinggal menunggu saat yang tepat sampai Stella tahu sendiri apa yang sudah Rigel sembunyikan selama ini, dan ketika saat itu telah tiba, Rigel harus siap dibenci oleh Stella.

Akan tetapi, ia merasa menemukan kejanggalan dalam cerita Stella. Tentang menemani gadis itu semalaman sambil memegangi tangannya sampai ia tertidur. Rigel tidak pernah melakukan hal itu, siang hari ia memang menjaga Stella dan menemani gadis itu, tapi waktu malamnya selalu ia gunakan untuk menjaga Luna.

***

Saat ini, Bara sedang duduk di atas pagar tembok pembatas rooftop. Kakinya ia biarkan tergantung tanpa pijakan, ia melihat ke bawah dan menemukan Stella dan Rigel sedang jalan bersama.

"Galau, ye?" goda Andre yang melihat juga pada dua manusia yang sedang Bara perhatikan. "Lo sama Stella jadi jauhan gitu dah. Lo malah jadi dingin dan cuek setengah mampus sama itu cewek, aneh sih gue liatnya. Padahal sebelumnya lo nemplok terus sama itu cewek dan enggak bisa jauh-jauh barang sedetik pun."

Bara tidak menyahuti dan lebih memilih untuk mengabaikan ucapan-ucapan Andre.

"Kembali seperti dulu, ya? Bedanya yang dulu sama Stella itu Altair 'kan?" tanya Aldi diiringi senyum miris.

Bara lagi-lagi tidak menyahuti, dalam hati ia merasa kesal karena Aldi banyak tahu tentang dirinya yang sudah menyukai Stella sejak dulu.

"Lagian gue bingung sama isi kepala lo, apa yang buat lo nahan-nahan untuk jujur aja soal perasaan lo selama ini ke dia? Dan kenapa juga elo enggak kasih tahu Stella soal Rigel dan rahasianya, bukanya dengan begitu Stella akan langsung lepas dari Rigel?" tanya Aldi.

"Gue berminat kasih tahu waktu gue selesai ribut sama Rigel, tapi malah gagal karena Stella yang marah-marah dan bilang kalau dia ngerasa sakit hati gara-gara sikap gue selama ini. Dan setelah gue pikir-pikir lagi, kasih tahu Stella soal Rigel itu enggak perlu."

Aldi tidak begitu mengerti, sementara Andre tidak mengerti sama sekali. Andre hanya mendengarkan dan sibuk menatap orang-orang yang berada di bawah.

"Maksud lo?" tanya Aldi bingung.

"Lo liat dia, keliatan bahagia kalau lagi sama Rigel. Gue mendadak enggak tega bikin dia patah hati kalau tahu Rigel selama ini enggak serius sama dia, Stella keliatan suka banget sama Rigel. Jadi yaudahlah, biarin aja dia bahagia sama Rigel. Toh gue rasa Rigel sendiri bakal bersikap baik ke Stella demi menjaga rahasianya sendiri."

"Lo bakal diem aja gitu liat Rigel hanya sandiwara dan main-main sama Stella?"

"Gue harus ngapain lagi, Di? Hajar Rigel terus-terusan dan bikin Stella makin benci sama gue?" tanya Bara diiringi tawa miris. "Gue udah memutuskan untuk enggak ikut campur lagi."

"Lah, kok lo jadi gitu sih, Bar?" tanya Aldi makin bingung dengan sikap Bara. "Lo tinggal kasih tahu yang sebenarnya ke Stella, ngapain dibikin ribet sih, elah."

"Gue nyerah, Di."

***

An:

Iya, iya, Rigel memang bintang tapi bukan bintang.
Rahasia Rigel bukan hanya tentang Luna loh .

StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang