BAB 33 ー Kecewa

11.6K 1.1K 20
                                    

Hatinya hancur untuk yang kedua kalinya oleh hal serupa. Bukannya terbiasa, ia malah merasakan sesaknya kali ini semakin berlipat ganda.

***

"Yang harusnya keberatan itu gue! Karena lo, orang yang udah bikin Stella buta dan enggak bisa jalan malah dia izinkan untuk ada di dekatnya!"

Mendengar kalimat itu, Stella langsung mematung di tempat dan menghentikan langkahnya tak jauh dari Rigel dan Bara. Raut wajahnya langsung berubah kaget karena mengetahui hal itu. Stella merasa hatinya tiba-tiba dihantam oleh benda yang sangat kuat, dan rasanya langsung menyakitkan.

"Kalau gue boleh milih, gue sama sekali enggak mau serepot itu tanggung jawab!" sentak Rigel.

"Lo emang bangsat, Rigel!" Bara melayangkan satu pukulan ke wajah Rigel, membuat lelaki berhoodie itu terhuyung ke samping.

Rigel tidak membalas pukulan Bara, ia hanya menatap dengan sorot matanya yang tajam pada Bara yang terlihat sangat emosi.

"Gue enggak punya pilihan lain, gue udah janji buat kembaliin kondisi Stella sampai pulih seratus persen. Gue harus selalu ada di deket dia, jaga dia, dan lindungin dia. Padahal lo tahu sendiri kalau gue bukan orang yang sudi melakukan hal seperti itu."

Lagi, mendengar itu hati Stella semakin sakit saja rasanya. Stella menahan gejolak kesedihan yang datang bertubi-tubi itu, ia tidak boleh menangis, ia tidak mau menangis lagi karena hal seperti ini.

"Kalau gitu ngapain lo sampai jadiin dia pacar, hah?! Lo enggak mungkin ada rasa sama dia bangsat! Lo udah terlalu jauh mainin dia!" Bara hendak menghajar Rigel lagi, tapi sepupunya itu menahan lengan Bara.

"Itu masih bagian dari tanggung jawab! Kalau lo mau tanya soal perasaan, gue memang mulai suka sama dia. Alasannya jelas, itu karena dia punya mata milik Luna dan gue bisa liat sosok Luna ada di Stella!"

Luna, Stella ingat Luna. Dia gadis itu, gadis yang memberikan matanya untuk Stella. Ia tidak tahu ada hubungan apa antara Rigel dan Luna, tapi ia benar-benar sudah dibuat patah hati oleh Rigel hanya dengan mengetahui hal itu. Ternyata, selama ini Rigel tidak pernah tulus menyukainya. Semua tindakan dan perasaanya palsu, hanya karena Stella sekarang memiliki mata seorang gadis bernama Luna.

"Lo sama sekali enggak mikirin hati dia anjing!"

"Enggak juga," sahut Rigel mencoba menenangkan diri agar tidak semakin emosi. "Gue mikirin hati dia, tapi gue enggak bisa sepenuhnya bales perasaan dia karena lo tahu sendiri gue cuman simpen Luna di hati gue. Makanya gue mau bikin kesepakatan bareng lo."

Tangan Stella mengepal kuat, sudah cukup semuanya sampai di sini. Kenyataan-kenyataan itu sangat menyakitkan untuk didengarnya. Lagi-lagi Stella mengalami hal serupa, dulu Alta sekarang Rigel, ia benar-benar muak karena terus dipermainkan. Sebegitu tidak pantaskah dirinya dicintai dengan tulus? Mengapa semuanya terus-terusan mempermainkan Stella?

Menarik napas, Stella menahan agar tidak menangis. Hatinya hancur untuk yang kedua kalinya oleh hal serupa. Bukannya terbiasa, ia malah merasakan sesaknya kali ini semakin berlipat ganda.

"Apa maksud lo?!"

"Pelan-pelan, bikin dia jatuh cinta sama lo dan lepas dari gue. Gue enggak bakal ngelarang lo deketin dia lagi karena gue udah tahu lo bener-bener suka sama Stella. Lo bisa dapetin dia, tapi lo harus janji untuk enggak membeberkan hal yang selama ini gue sembunyikan."

"Itu enggak perlu!" sahut Stella dingin.

Rigel dan Bara menoleh ke arah sumber suara, keduanya kaget melihat siapa yang berbicara barusan.

"Jadi, si bajingan yang paling gue benci karena sudah merusak kebahagian gue itu elo ya, Rigel?" tanya Stella dengan ekspresi wajah dingin, tatapan matanya menatap tajam pada Rigel, dan jelas sebuah kebencian terlihat di sana.

Rigel langsung mendekati Stella, dan Bara hanya mendesah keras lalu berbalik pergi. Ia tahu dan sadar betul Rigel butuh waktu berdua dengan Stella untuk membicarakan masalah mereka.

"Mau jelasin sesuatu?" tanya Stella dengan sorot benci, dan Rigel tidak suka dengan tatapan itu.

"Stella." Rigel meraih lengan Stella tapi gadis itu menepisnya.

"Enggak perlu jelasin apa-apa lagi. Udah jelas semuanya 'kan? Gue enggak mau denger kalimat pembelaan dari lo."

"Denger, Stella," pinta Rigel berusaha tenang.

"Denger apa lagi?! Hal menyakitkan apa lagi yang mau lo kasih tahu ke gue?!" sentak Stella marah. Ia tidak lagi bisa menahan-nahan marahnya, ia ingin mengeluarkan semuanya. Sialnya, lagi-lagi ia menangis karena terlalu marah.

"Ternyata, lo adalah orang yang udah bikin gue benci sama kehidupan gue. Tapi lo datang lagi, lo malah jadi orang yang bikin gue enggak lagi membenci kehidupan. Sayangnya, lo lakuin itu karena terpaksa bertanggung jawab, padahal elo enggak mau 'kan? Lo hebat Rigel, tindakan tanggung jawab lo yang terpaksa itu udah bikin lo masuk ke dalam hati gue terlalu jauh. Terus sekarang apa? Akhirnya apa?! Gue baru saja tahu semuanya, dan lo mau tahu hati gue gimana sekarang? Hancur Rigel!"

Rigel tahu, ia sudah tahu hal ini akan terjadi. Benar kata Stella, tidak ada lagi yang bisa Rigel jelaskan. Stella sudah tahu semuanya dan tidak ada penjelasan untuk membela dirinya sendiri.

"Jangan benci gue, Stella, gue mohon."

Stella menggeleng, air matanya sudah mengucur deras dan mengalir di pipinya. "Kenapa lo jahat? Kenapa lo sejahat ini sama gue?! Kenapa lo harus datang dan jadi Bintang buat gue? Setelah gue tahu semuanya, rasanya beneran sakit Rigel. Harusnya lo enggak usah datang di hidup gue, harusnya lo enggak perlu pura-pura nyaman sama gue kalau itu hanya karena terpaksa. Malam itu lo hancurin hidup gue, dan sekarang? Lo juga hancurin perasaan gue, Rigel. Lo sendiri yang membuat gue sekarang jadi benci sama lo!"

"Stella, malam itu kecelakaan. Gue udah janji bakal kembaliin kondisi lo normal kayak dulu. Lo udah dapet donor mata, tinggal nunggu waktu sampai lo bisa jalan normal lagi. Gue mohon, jangan benci gue." Rigel merasakan sesaknya, dibenci Stella rasanya seperti dibenci juga oleh Luna. Rigel telah ingkar janji pada Luna dan ia merasakan jika Luna kecewa padanya.

"Bukan, rasa benci yang sekarang ini bukan karena lo yang udah nabrak gue, tapi karena selama ini lo hanya barpura-pura dan mempermainkan hati gue, Rigel. Itu yang bikin gue sakit hati sekarang!"

"Gue minta maaf, Stella." Hanya kalimat itu yang bisa ia ucapkan dari hatinya. Rigel tidak bisa apa-apa lagi, ia hanya harus menunggu keajaiban yang membuat Stella memaafkannya dan tidak lagi membencinya.

"Ada baiknya lo pergi dari hidup gue Rigel, enggak perlu lagi lo terpaksa melakukan janji atau tanggung jawab lo itu. Gue benci sama lo, gue sangat-sangat kecewa sama lo, Rigel! Please, pergi jauh dari hidup gue Rigel, mulai saat ini!" Stella memutar badannya hendak pergi meninggalkan Rigel. Namun, Rigel menahannya.

Stella yang sudah kelewat emosi memberikan tamparannya pada Rigel. "Jangan sentuh gue, menjijikan."

Rigel merasakan ada yang sakit di hatinya saat mendengar kalimat itu, ia terpaku ditempat dengan tatapan kosong. Ia seperti merasakan de javu saat Stella mengucapkan kalimat itu. Tidak peduli dengan diamnya Rigel, Stella langsung berlalu dari hadapan lelaki itu dengan hati hancur berantakan.

***

AN :

Stella ngupingnya bagian Rigel yang nabrak dia, enggak dari awal 😂 jadinya belom tau si Bara bintang. Haha muter-muter aja teroos.

StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang