***
Bara benar-benar menyebalkan dan kurang ajar. Karena tindakannya yang terbilang gila di UKS tadi, Stella dibuat terus kepikiran. Sedari tadi, yang Stella lakukan hanya guling-guling di atas tempat tidur sambil terus memaki Bara, ia memeluk erat boneka beruangnya lalu berteriak kesal dengan suara teredam.
"Berengsek, Bara!" teriaknya seperti anak kecil.
Wajar saja ia kesal dan jadi frustrasi, sebab yang tadi itu adalah ciuman pertamanya, dan Bara bukan orang yang ia harapkan mengambilnya duluan.
Stella benar-benar sulit mengenyahkan Bara yang menyebalkan itu dari pikirannya. Bahkan Bara yang menyebalkan itu berhasil membuat waktu pulang Stella bersama Rigel tadi terbuang dengan sia-sia, karena sepanjang perjalanan Stella hanya diam dan sibuk berpikit tentang apa yang sudah dilakukan Bara padanya. Padahal, masih ada banyak hal yang ingin Stella tanyakan pada Rigel. Bara sialan itu benar-benar membuatnya gila. Padahal yang tadi itu hanya ciuman sekilas saja, tapi berhasil membuat Stella terus-terusan kepikiran, hebat sekali si Bara itu.
Ponsel Stella di atas nakas samping tempat tidur berdering, ia melepaskan pelukan pada boneka beruangnya lalu meraih ponselnya.
"Ngapain telepon-telepon? Dasar gila!" maki Stella pada nama Bara yang muncul di layar ponselnya. Ia menekan tombol merah dengan emosi diiringi makian kecil.
Baru saja Stella hendak menaruh lagi ponselnya di nakas, ponselnya berbunyi lagi tanda pesan masuk. Stella membaca pesan masuk dari Bara itu, matanya langsung membelalak saat membaca apa yang dikirim Bara padanya. Tidak menunggu lama, Bara pun menelepon lagi, kali ini dengan wajah ditekuk Stella terpaksa menekan tombol hijau.
"Apa?!" tanya Stella langsung tanpa menunggu Bara bersuara terlebih dahulu.
Terdengar kekehan di seberang sana, dan itu malah membuat Stella makin dongkol hingga refleks meremas seprai tempat tidurnya.
"Gue tebak, lo pasti sekarang lagi mikirin gue ya?"
Stella diam, mengabaikan pertanyaan bernada menyebalkan dari Bara.
"Ah, bukan." Di seberang sana Bara tertawa. "Lo pasti lagi mikirin ciman kita tadi di UKS, ya?"
"Apaan sih! Dasar gila. Lagian lo sendiri tadi yang bilang itu bukan ciuman!"
"Terus?"
"Pokoknya yang tadi itu gue anggap bukan ciuman, dan kita enggak pernah ciuman! Enggak usah diungkit-ungkit lagi, ngeselin banget sih!"
"Oke kalau gitu."
"Oke apaan?" tanya Stella sewot.
"Oke kalau yang tadi bukan ciuman. Sekarang, gue otw rumah lo buat kasih yang beneran ciuman!"
"Dasar mesum! Nyebelin!"
"Gue otw loh."
"Dasar gila!"
"Buka jendelanya, Stella."
"No! Dasar sinting!" maki Stella sambil mematikan sambungan. Ia tidak peduli Bara akan marah dan mengancamnya yang tidak-tidak karena telah mematikan telepon, ia sudah terlalu kesal dengan Bara. Emosinya bernar-benar tidak sanggup ditahan lagi, ia jadi ingin mencekik Bara.
Stella berbaring lagi di tempat tidurnya, matanya lalu melirik ke jam dinding kamar. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan, ada baiknya Stella tidur saja ketimbang terus memikirkan Bara dan tindakan menyebalkannya. Stella meraih selimut, dan mulai memejamkan mata mencoba untuk tidur.
Pikiran Stella benar-benar didominasi oleh Bara seharian ini, dan itu membuatnya melupakan satu hal penting yang seharusnya ia pastikan tentang Rigel yang merupakan sosok Bintang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [COMPLETED] Kecelakaan yang dialami Stella membuatnya merasa berada di dasar terendah dalam hidup. Saat itu, Stella membenci hidupnya. Ia juga teramat membenci dalang dari hilangnya pengelihatan dan fungsi satu kakinya. Na...