***Jam istirahat pertama, Rara dan Stella langsung pergi ke perpustakaan. Di perpustakaan, Rara terus merengek pada Pak Dodi-petugas perpustakaan yang baik hati-agar memberinya data pengunjung perpustakaan kemarin. Pak Dodi yang murah senyum dan baik hati pada akhirnya menyerah pada rengekan Rara dan mengabulkan permintaan gadis bertubuh mungil itu.
"Asyik, Bapak emang terbaik deh," puji Rara sambil mencondongkan badan pada komputer yang sedang diakses Pak Dodi untuk melihat data kunjungan yang diminta Rara.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk mengakses data kunjungan perpustakaan. Dalam waktu singka saja, daftar nama pengunjung perpustakaan langsung terpampang di layar komputer.
"Nah, data yang Rara minta," ujar Pak Dodi.
Rara langsung memotret layar komputer yang menujukan data kunjungan kemarin dengan ponselnya. Ia tersenyum senang, Stella juga ikut tersenyum. Rara mengucapkan terima kasih pada Pak Dodi berkali-kali saking senangnya. Pak Dodi yang terkenal baik hati itu hanya tersenyum sambil mengeleng kecil melihat tingkah Rara yang seperti itu.
"Terima kasih, Pak," ucap Rara lagi saat ia dan Stella sudah mencapai pintu keluar.
"Sama-sama Rara, ingat janjinya, rajin ke perpus."
"Siap, Pak!" ujar Rara semangat.
Rara dan Stella pun keluar dari perpustakaan. Keduanya masih berdiri di depan gedung perpustakaan sambil melihat foto data kunjungan perpustakaan kemarin.
"Kita ngobrolin soal Bintang dan misi lo cari dia itu sekitar pukul 10 di perpus," ujar Rara masih menatap pada layar ponselnya. "Orang itu bisa aja datang sebelum kita, barengan sama kita, atau beberapa saat sesudah kita. Kemarin kita keluar dari perpus kira-kira pukul 11 kurang, berarti yang baru datang ke perpus lewat pukul 11 itu kita eliminasi dari tersangka."
Stella mengangguk saja tidak bersuara, ia ikut membaca nama-nama murid yang berkunjung ke perpustakaan kemarin.
"Total kunjungan sebelum pukul 11 itu ada 24 orang minus kita. Ada tujuh belas siswi dan enam siswa. Karena Bintang itu cowok, berarti yang cewek kita eliminasi. Jadi, cuman ada enam tersangka yang berpotensi sebagai Bintang dan saat itu denger omongan kita soal dia."
"Umm, lo yakin Ra soal ini?" tanya Stella mulai ragu.
"Lo enggak pernah cerita soal pencarian lo ke orang lain selain ke gue kemarin 'kan?" tanya Rara balik sambil menatap Stella dengan wajah serius.
Stella mengangguk.
"Itu jelas, La. Alesan itu cowok tiba-tiba ngasih lo kotak kuning yang isinya tulisan agar lo enggak usah cari dia pasti karena dia ada di perpus dan denger obrolan kita soal dia, soal lo yang lagi cari dia."
Stella berpikir sejenak. Ucapan Rara ada benarnya juga, selama ini Bintang tidak tahu kalau Stella sedang mencarinya. Bintang pasti mendengar obrolan Stella dan Rara di perpus kemarin, maka dari itu ia mengirim Stella surat peringatan untuk tidak mencarinya.
"Otak lo beneran jalan ya, Ra," puji Stella takjub.
"Serem kali otak jalan," ujar Rara bercanda sambil bergidik ngeri dan terus membaca daftar kunjungan perpustakaan.
Stella tertawa kecil. Mereka mulai menyusun ke enam nama siswa yang berpotensi sebagai Bintang.
"Gery, Wisnu, Bimo, Verell, Aldiansyah, Antaresh ... Ah! Antares La, Antares!" Rara heboh karena menemukan sesuatu.
"Antares kenapa?" tanya Stella bingung.
Rara berdehem, mengambil ancang-ancang sebelum bersuara. Stella menunggu dengan penasaran, nama itu tidak asing tapi ia lupa pernah mengetahui nama itu dari mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight
Ficção Adolescente[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [COMPLETED] Kecelakaan yang dialami Stella membuatnya merasa berada di dasar terendah dalam hidup. Saat itu, Stella membenci hidupnya. Ia juga teramat membenci dalang dari hilangnya pengelihatan dan fungsi satu kakinya. Na...