"Apa susahnya sih buka lembaran baru dan lupain yang dulu? Lo enggak akan maju-maju kalau terus takut sama hal yang terjadi di masa lalu!"
***
Stella baru saja keluar dari mobil Bara kala mendapati Verona di luar gerbang rumahnya. Verona menatap pada Stella dengan tatapan menyelidik sambil sesekali melirik ke mobil Bara.
"Ve," panggil Stella lemah.
"Lo pergi sama Bara?" tanya Verona dan Stella mengangguk.
"Oh," sahut Verona. Stella tidak bisa menebak apa yang dirasakan sahabatnya itu dari ekspresi wajahnya. "Ada yang harus gue omongin sama lo, makanya gue ke sini, tapi lo masuk duluan aja gue ada perlu sama Bara sebentar," lanjut Verona.
Stella mengangguk dan langsung masuk ke dalam rumahnya, meninggalkan Verona dan Bara berduaan saja. Dalam hati ia merasa tidak enak, ia memang tidak tahu hubungan Bara dan Verona apa, tapi entah mengapa ia malah merasa berdosa karena sudah melakukan hal yang tidak seharusnya ia lakukan bersama Bara tadi. Dugaan Stella soal Verona yang merupakan gebetan Bara masih ia yakini, dan tiba-tiba saja perasaan tidak mengenakan langsung menyerbu ke dalam hatinya.
"Bara sama Verona," gumam Stella pelan sambil terus berjalan masuk ke dalam rumahnya. "Harusnya gue enggak berbuat begitu."
Dia itu cuman cewek murahan yang enak buat dimainin.
Kalimat itu teringat lagi dan membuat Stella merasa lemas seketika, ia kembali mengingat apa yang diucapkan Altair dibelakangnya.
"Ya, Stella, lo begitu murahan karena membiarkan Bara nyium lo dua kali. Bodohnya, lo sama sekali enggak melawan dan malah berdebar enggak karuan," gumam Stella sedih. "Bener kata Altair, lo itu emang murahan."
***
"Gimana?" tanya Verona pada Bara yang baru saja keluar dari mobil atas suruhan Verona.
"Masih galau kayaknya," jawab Bara.
Verona mendesah lelah, ia memandang kesal pada Bara, kakinya terayun lalu ia gunakan untuk menendang tulang kering Bara.
"Woy! Anj—"
"Berhubung lo sama berengseknya, gue harus nendang lo juga! Semoga si Rigel sepupu biadab lo juga ketularan rasa sakitnya!"
Bara mengusap-usap bekas tendangan Verona, ia berdecak kesal kemudian.
"Gila lo ya!"
"Emang! Dan kalau sampe Stella begitu lagi, gue akan lebih gila dan bisa aja gue kulitin lo sekarang juga!"
"Kok jadi gue sih?! Ya elo salahin si Rigel harusnya!"
"Ya kalau dari awal lo becus deketin Stella dan jauhin dia dari Rigel, enggak bakal kayak gini lagi kejadiannya. Percuma gue bantuin elo Bar, lo sendiri juga malah buat Stella nangis kemaren! Terus sekarang apa? Rigel juga ikut-ikutan nyakitin Stella! Terus aja sahabat gue lo lo semua mainin. Enggak Alta, Rigel, dan elo juga sama aja, bangsat semua!" maki Verona di hadapan wajah Bara.
Bara mengusap rambutnya ke belakang, ia juga sama kesalnya dengan Verona saat ini.
"Lo pikir gue juga enggak sedih liat Stella kayak gitu gara-gara Rigel? Sama Ve, gue juga ngerasa sakitnya. Lo sendiri tahu gue udah naksir Stella dari lama, gue bukan anak kemarin sore yang baru naksir dia, Ve. Bertahun-tahun gue naksir dia dan cuman bisa diam liatin dia dari jauh!"
Verona mengepalkan tangannya kesal, emosinya sudah mencapai puncak sekarang.
"Lo itu terlalu pengecut, Bar! Nyali lo dari dulu selalu payah untuk jujur soal perasaan lo. Kenapa sih? Lo gengsi bilang suka duluan karena selama ini lo selalu dikejar-kejar cewek? Lo itu cowok, Bara! Lo yang seharusnya berani, jangan jadi pengecut gini soal cewek!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight
Novela Juvenil[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [COMPLETED] Kecelakaan yang dialami Stella membuatnya merasa berada di dasar terendah dalam hidup. Saat itu, Stella membenci hidupnya. Ia juga teramat membenci dalang dari hilangnya pengelihatan dan fungsi satu kakinya. Na...