07. Flirted

7.9K 956 125
                                    





Aku menggigit bibir bawah, mengentak betis, dan duduk bersila gelisah di salah satu bilik kedai mewah masakan Jepang pilihan Pak Direktur. Tadi, setelah menarik paksa dari Studio JN di lantai lima, Direktur Kim membawaku ke salah satu kedai sushi langganannya. Terlepas dari semua kegelisahanku duduk di sini, untung saja tadi Pak Direktur mengambil jalan belakang yang cukup sepi menuju parkiran mobil mewahnya. Jika tidak, barangkali akan mengundang lirik dan bisik miring para pekerja lain.

Obsidian mata terangkat secuil, memberanikan diri menjeling menatap Pak Direktur yang masih menopang dagu di meja kedai restoran sushi. Bibirnya melengkung sempurna menampakkan senyuman indah nan memikat. Mata elang masih lurus menatap lekat pada wajahku yang terlewat gugup.

"Jangan memancingku untuk memberi ciuman di bibir." Mata terasa kelilip kala ia berucap semacam itu. Aku bahkan tidak mengerti bagian mana yang menjadi sebuah pancingan.

"Berhenti menggigit bibir bawahmu, itu menggodaku." Spontan saja bibir memancung bertujuan menghilangkan jejak menggigit yang dimaksud Direktur Kim. Namun, Pak Direktur malah terbahak-bahak. "Kenapa malah bibirmu maju? Kau benar-benar ingin dicium di sini?"

Ah, salah lagi. Dari sekian banyak gerakan bibir, kenapa pula aku memilih memancungkan seolah menggundang hasrat mesumnya. Sekelebat bibir kulipat ke dalam. Pak Direktur masih saja terkekeh.

"Kau lucu sekali, Kyung."

Sedetik kemudian seorang pelayan wanita dengan seragam ala restoran Jepang, masuk ke bilik kami. Dia membawa beberapa menu yang dipesan Direktur Kim. Mata bulatku kemudian berbinar menatap menu-menunya. Bukan karena lapar di perut yang meraung-raung, namun lantaran dekorasi cantik pada menu sushi yang disajikan. Lamat-lamat, aku mengeluarkan ponsel dari saku. Tangan sudah gatal sekali ingin mengambil gambar makanan sebelum disantap.

"B—Boleh foto?" tanyaku ragu-ragu pada Direktur Kim setelah pelayan tadi selesai menyajikan.

Pak Direktur tersenyum mengangguk. Barangkali karena ia sudah tahu kegemaranku dalam hal fotografi, sehingga ia serta-merta memaklumi.

Aku lantas mengambil beberapa gambar. Jika membawa kamera, aku sudah mengambil gambarnya menggunakan kamera. Dengan ponsel, hasilnya tidak begitu memuaskan.

Wajah berbinar kala mengambil gambar, kemudian berganti dengan kernyitan oleh getar ponsel yang tiba-tiba. Nomor ponsel Kak Suho tertera di sana. Astaga! Aku lupa sekali, Kak Suho mengajak makan bersama.

Aku melirik Direktur Kim takut-takut, tetapi tangan masih menerima telepon dari Kak Suho.

"Halo Kak?" Sapaanku terdengar lirih berbisik. Pak Direktur di depan muka sudah melipat tangan di dada. Wajahnya terlihat menyeramkan. "Kak, aku—"

Aku tersentak lantaran Pak Direktur meraih ponselku. "Jangan tidak sopan Do Kyungsoo! Bagaimana bisa kau menerima telepon ketika sedang bersama atasanmu!" Aku tak tahu apa motifnya, tetapi ia bicara lantang di depan ponselku. Tak sampai dua detik, Pak Direktur mematikan sambungan telepon.

Aku menggigit bibir dan mendesah resah sembari menundukkan kepala. Berharap saja ucapan lantang Pak Direktur membuat Kak Suho tidak menunggu dan mengerti keadaanku.

"Ayo makan!" ucap Pak Direktur kemudian.

"P—ponsel?" tanyaku menagih ponselku sendiri yang masih di genggamannya.

"Ini kusita sampai kita selesai makan," ucap Pak Direktur sembari menonaktifkan ponselku, benar-benar mati layarnya menjadi hitam. Dia menyimpan ke dalam saku jasnya.

Bittersweet Our Symphony Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang