17. Bickering

7.1K 790 302
                                    


Aku terkesiap tatkala terdengar suara kode pengaman pintu rumah Pak Direktur yang ditekan perlahan. Sudah jam enam pagi saat melirik ke jam dinding. Pak Direktur bilang akan segera pulang saat pergi di dini hari, tetapi nyatanya, jam enam pagi baru terdengar pintu rumah yang dibuka.

Dengan segera, aku beranjak dari pembaringan di sofa ruang tamu rumah Pak Direktur. Saat Pak Direktur pergi meninggalkan begitu saja, kuputuskan untuk tidur di ruang tamu sembari menunggu kepulangannya.

Kulangkahkan kaki terburu-buru untuk menyambut Pak Direktur ketika kemudian pintu rumah terdengar terbuka dan tertutup kembali.

"Pak Direktur sudah pul—"

"OH GOD!"

"HYAAA!"

Dia berbalik badan. Aku pun tersentak dan memekik lantas bersembunyi saat menyadari tubuhku hanya tertutup kemeja putih milik Pak Direktur. Aku bahkan melupakan celana dalam.

Bukan Pak Direktur yang datang, melainkan lelaki lain dengan dua kantong belanjaan di tangan.

"S—siapa?" Aku sedikit memekik.

"Ha Sungwoon. Sekretaris pribadi Direktur Kim. M—maaf." Dia berucap dengan badan yang masih berbalik kala kuintip.

Aku segera berlari menuju sofa ruang tamu, mengambil selimut tipis yang kugunakan sebagai selimut selama tertidur di sofa semalaman. Setelah menutupi bagian bawah tubuh yang terekspos, aku kembali mendekati.

"S—silahkan masuk."

Dia berbalik badan dengan cengiran dan melangkah masuk berupaya tidak canggung sama sekali. "Direktur Kim belum bisa pulang sehingga menyuruhku datang. Aku bawakan sarapan pagi."

Dari wajahnya, aku tahu dia orang yang ceria. Tipikal lelaki yang mudah dekat dengan orang asing. Lalu, ada yang bisa sedikit kubanggakan ketika berdekatan dengan sekretaris pribadi Pak Direktur ini; setidaknya tinggi badanku melebihi beberapa senti dibandingkan dirinya.

"Baiklah, kalau begitu mari kita makan—Uh Oh!" Dia terhenti.

Aku sekelebat membeliak kala melihat ruang makan yang masih berserakan. Piring buah sudah pecah di bawah meja, buah-buahan berserakan ke mana-mana. Belum lagi bercak putih yang mengering di atas meja makan. Memalukan sekali. Aku belum membersihkan kekacauan kami semalam.

Dia memberikan cengiran kala aku melirik dengan wajah canggung. "Kurasa kita tak bisa makan di meja makan."

Sekretaris Ha berbalik menuju ruang tamu. Akan tetapi, langkahnya kembali terhenti.

"Wow! Kalian melakukannya di mana-mana."

Aku menggigit bibir khawatir. Ingin sekali memukul kepala kala melihat bercak putih mengering lainnya di atas sofa hitam milik Pak Direktur. Aku benar-benar tak menyangka jika bekasnya akan mengotori di mana-mana. Ingin sekali menyalahkan Pak Direktur yang memilih interior rumah yang serba hitam. Jika saja putih, sang sekretaris tak perlu terkejut dan mengomentari perilaku kami.

"M—maaf." Aku hanya bisa mengulum senyum canggung.

Dia pun begitu, tersenyum canggung sembari mengedik bahu. Sekretaris Ha lalu meletakkan kantong belanja di atas ambal sofa. "Mari makan di sini saja."

"Ah, tunggu sebentar," ucapku lantas berlari ke kamar Pak Direktur.

Kuputuskan untuk mencari baju Pak Direktur yang sopan untuk dipakai makan bersama sekretarisnya. Tidak keren sekali jika hanya memakai kemeja yang dikancing sembarangan dan pinggul hingga paha yang hanya ditutupi selimut tipis.

Bittersweet Our Symphony Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang