Mata mengerjap kala merasa sebuah tangan datang melingkari perut. Kesadaranku perlahan menyapa oleh deru napas hangat yang menerpa tengkuk. Padahal tadi terasa dingin sekali lantaran aku tidur di lantai ruang tamu, tetapi orang di belakang punggung memberikan kehangatan.
"Pak Direktur sudah bangun?" Aku membalikkan tubuhku menatap. Kala mendongak untuk melirik jam di dinding kamar, aku bisa melihat lantaran kamar dan ruang tamu hanya berbatas rak buku yang panjang. Sudah menunjukkan pukul dua tengah malam.
Kembali kutatap Pak Direktur. Matanya tidak terpejam, dia menatap lekat wajahku yang sangat dekat dengan wajahnya. "Masih mabuk?" Aku bertanya takut-takut, membalas tatapan yang semakin menusuk ke dalam selaput mata.
Dia tersenyum, "Aku sudah sadar, Kyung. Hanya kepala yang terasa sedikit berdenyut."
"Akan kubuatkan minuman." Aku akan beranjak, namun dia menahan dan malah menarik erat tubuhku di dalam pelukannya.
"P—Pak Direktur ...." Jantung mulai menjadi tidak normal.
"Aku sudah minum sebelum datang memelukmu. Kau hanya memiliki air mineral di lemari pendingin yang kecil itu." Dia berucap, lagi-lagi mengejek interior rumah yang semua ia anggap kecil.
"A—akan kubuatkan minuman hangat." Aku menawarkan diri, berusaha melepas pelukan yang semakin erat saja.
Akan tetapi, Pak Direktur tetap enggan memisahkan jarak antara kami, dia mengait kaki di pahaku, membawa tubuh semakin mendekat saja. "Aku tak butuh minuman hangat, aku butuh tubuh hangat milik Do Kyungsoo."
Pak Direktur memang juaranya, tidak butuh waktu lama untuk membuat rona pipi memerah bak buah tomat. Aku bahkan tak peduli jika sekarang ini aku sedang membenamkan wajahku pada dada bidang milik Pak Direktur yang polos tak berpenutup, dia sudah membuka dan melempar kemeja yang ia kenakan sembarangan tadi di tempat tidur sewaktu mabuk. Aku mengubur dalam rona wajah yang semakin memalukan.
"Terlebih, ini bukan perusahaan. Jadi jangan sebut Pak Direktur, sebut namaku!" Direktur Kim tegas memerintah.
"Tetapi, Pak—" Aku tersentak dan tak dapat melanjutkan kalimat lantaran tubuh Pak Direktur seketika merangkak naik di atas tubuhku. Selimut yang menutupi tubuh kami terjatuh hingga di atas paha Pak Direktur di atasku.
"Kim Jongin! Sebut namaku, Kyung!" Pak Direktur memerintah lagi. Aku malah berpaling muka setelah menelan ludah, tak sanggup menatap wajah tampan dan perut atletis di atasku. Mata kemudian mengerling dan bibir kugigit erat. Aku benar-benar tak bisa menahan rasa gugup yang sekelebat datang. Pak Direktur terlalu mengintimidasi.
"J—Jangan, Pak." Aku menggeleng kepala kala ia meraih dagu dan menuntut untuk kembali menatap wajahnya. Perlahan, kepala itu bergerak turun mendekati wajahku.
"Kau tahu? Malam itu benar-benar membuatku gila! Aku bahkan tak bisa berhenti memikirkan dirimu setelahnya. Aku merindukan hangat tubuhmu, aku rindu aromamu, merindukan desahanmu, dan merindukan lubang sempit itu, Kyung. Aku sudah mencoba melampiaskan dengan lubang dan desahan lain, tetapi mereka malah terasa menjijikkan. Mereka tak sama denganmu. Aku hanya ingin dirimu!"
Aku menelan ludah lagi. Ucapannya begitu sangat berengsek, apalagi pada bagian melampiaskan dengan lubang dan desahan lain. Sungguh, ingin sekali marah besar. Ada rasa tak rela yang sekelebat datang memonopoli perasaan, tetapi kusadari, aku bukan siapa-siapa yang bisa menghalangi segala perilaku Direktur Kim.
"P—Pak Direktur, saya—"
Kembali tak bisa kuselesaikan ucapanku. Dia sudah menyumpal bibir dengan bibir, melumat tak sabaran daging bibir tebalku, dan menyesap lidah lantas menggulung dengan kasar. Dia bahkan membagi air liur, membuatku terpaksa menelan semua air liur yang ia berikan, beberapa bahkan tercecer di sisi bibir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Our Symphony
Fanfiction[COMPLETED] (21+) Boys Love. This story contains some sex scenes in detail, unappropriate words, and uneducated manners. Do not read if you're underage! Kyungsoo tak sengaja bertemu dengannya kala tertinggal kapal feri yang akan ditumpangi...