18. Rogue

6.5K 757 315
                                    





Aku terus tertunduk, menatap dengan lekat buket bunga pemberian Pak Direktur. Rasa hati terlalu menyakitkan, ingin menangis, namun segan lantaran Kak Suho yang sedang mengemudi terus melirik sesekali.

Aku mendesah resah, lantas mengalihkan pandangan menatap hiruk pikuk sore di jalanan dari balik kaca mobil Kak Suho.

Jika mengingat yang tadi, aku benar-benar menjadi kesal. Padahal aku sudah marah, sudah berucap kasar, dan sudah pergi begitu saja seenaknya. Akan tetapi, Pak Direktur tidak mengejar atau sekedar menghentikan langkahku. Alih-alih, dia membiarkanku pergi begitu saja bersama mobil Kak Suho.

Sebenarnya, dia cinta atau tidak?

"Tidak mau cerita, apa sebenarnya yang terjadi?" Pertanyaan Kak Suho membuatku tersentak dan menoleh. "Siapa dia? Itu lelaki yang waktu itu, kan?"

Aku tersenyum dan mengangguk sembari merapikan posisi dudukku. Kak Suho sudah melihat semuanya, tidak ada alasan lagi untuk tidak bercerita lebih banyak. Lagi pula, aku butuh seseorang untuk berbagi kepenatan semacam ini.

"Kau menyukainya?" tanya Kak Suho kemudian.

Aku menciut. Jika ditanya aku menyukai atau tidak, akan menjadi bodoh sekali jika tidak menyukai lelaki hampir sempurna semacam Pak Direktur. Dia tampan dengan masa depan yang sangat cerah sehingga jika bersamanya, kehidupan terpurukku setelah terlempar keluar dari keluarga kaya raya, akan berubah menjadi kehidupan yang gilang gemilang. Namun, aku belum benar-benar mengenali bagaimana seorang Direktur Kim, bahkan hal yang begini saja sudah membuat sakit hati memuncak. Apalagi jika aku mengenali lebih jauh, aku takut perasaanku semakin hancur saja.

Sungguh, aku tak mau sakit kembali oleh perasaan cinta.

"Entahlah, aku tidak tahu." Betapa aku tak tahu jawabannya. Ingin berkata suka, tetapi aku perlu dan harus sanggup mempelajarinya lebih jauh. Ingin menolak saja, tetapi aku sungguh membutuhkannya.

"Bukankah sudah kukatakan pada Kak Suho, terlalu sulit untuk bersamanya." Aku tersenyum kecut.

"Kenapa? Bukan tipikal Do Kyungsoo, bukankah kau adalah seorang yang cepat berkata iya jika sudah menyukai?"

Benar sekali, tetapi itu adalah aku yang dahulu. Aku yang masih berjaya dengan kemewahan duniawi. Aku yang sekarang hanya pecundang yang terpuruk oleh rasa cinta dan kenikmatan dunia saja. Terlalu takut jika kemudian cinta dan nikmat itu menggerogoti ketulusanku lantas menjauh pergi.

"Aku sudah tak bisa lagi gegabah. Bukankah Kakak sendiri yang mengatakan untuk tidak terlalu cepat membuat keputusan dalam sebuah hubungan? Aku tak mau terlalu cepat, bahkan jika hanya ia satu-satunya pilihanku, aku harus mempelajarinya lebih dalam lagi."

"Baiklah. Aku pun sudah berkata berkali-kali jika aku tak bisa ikut campur urusan percintaanmu. Hanya kau sendirilah yang harus bisa menjaga hati dan dirimu baik-baik."

Lagi pula aku sudah terlalu banyak menyusahkan Kak Suho, hal semacam ini memang tak pantas jika aku harus menyusahkannya pula.

______________






Sudah jam sebelas malam, tetapi aku tetap tak bisa memejamkan mata. Pandanganku terus menatap bunga-bunga pemberian Pak Direktur di atas meja yang sudah kuletakkan di dalam vas kaca berisi air.

Bittersweet Our Symphony Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang