Pak Direktur terus tersenyum sesekali melirik padaku yang sedang mencuci piring makan malam kami dengan menu pasta tadi. Dia tak membantu sama sekali, hanya menemani dengan bersandar di sisi konter memasak. Bukan dirinya yang hanya menemani dan tak membantu mencuci piring yang membuat hati meredut, tetapi senyuman yang terkadang dibarengi kekeh kala melirik itu yang membuat kesal, seolah mengejek.
"Salahnya di mana? Kenapa tertawa? Apa yang lucu?" tanyaku dengan nada kesal setelah selesai mencuci piring dan melepas karet sarung tangan pencuci piring. Aku berkecak pinggang dan berdecak.
Dia datang mendekat, merapatkan tubuh dengan melingkari pinggul dengan kedua tangan. "Sepertinya aku benar-benar memberikan setelan yang pas," ucapnya dengan senyuman menggoda tepat di depan wajahku.
"Pas apanya?! Ini kebesaran? Anda tidak lihat?" Aku sengaja sekali merentangkan tangan agar ia tahu betapa tangannya bisa masuk bersama di pergelangan tangan kemeja yang ku pakai. "Dan pula, tidak ada celana panjang yang disiapkan, beruntung rumahnya hangat sehingga aku tak masalah harus berkeliaran dengan celana dalam." Aku melampiaskan segala protes yang ingin kuajukan sejak selesai mandi tadi.
"Itu pas, Sayang." Pak Direktur terkikik, aku mengernyit. "Pas sekali membuatmu tampak seksi dan menggairahkan. Coba rasakan bagaimana kejantananku sudah mengeras. Ini sejak tadi jika kau ingin tahu, sejak pertama menemanimu mencuci piring."
Bibir bungkam dengan mata membeliak kala Pak Direktur berucap tak senonoh. Terlebih, wajah memerah kala merasakan kejantanan di balik celana santai dengan sengaja bergesek dengan milikku di dalam celana dalam hitam di balik kemeja putih kebesaran. Aku menelan ludah; benar sudah mengeras dan semakin Pak Direktur melecehkan dengan bergesekan, milikku ikut mengeras.
"Ku—kumohon, Pak Direktur jangan menggodaku." Aku gelisah dan mulai memberontak. Jika ia terus menggesek semacam itu, barangkali aku akan mencapai klimaks hanya dengan bergesekan. Tidak. Aku tidak mau. Malu sekali jika aku secepat mungkin terkulai hanya dengan sentuhan liar Pak Direktur.
"Pak Direktur, jangan!" Aku mulai khawatir kala satu tangan besar menyusup ke dalam celana dalam, sedang tangan lain merapatkan pelukan di pinggul. Padahal tinggal hanya satu tangan saja yang mencengkram pinggul, tetapi aku tetap tak bisa mengalahkannya untuk memberontak dan berlari menjauh dari pelukan.
"Kumohon jangan—Aargh!" Kepala mendongak manakala rasa hangat menyeruak oleh tangan besar yang meremas kelamin.
"P—Pak Direktur, ahh ... ohh!" Aku menarik dan meremas sembarang kaus oblong yang dikenakannya, kala tangan besar itu dengan cepat mengguncang milikku yang mengeras. Jika saja Pak Direktur tidak mencengkram dengan erat tangan lain di pinggul, barangkali aku sudah terjatuh lantaran kaki serasa lumpuh oleh guncangan tangan di dalam celana dalam yang semakin cepat.
Tidak bisa! Aku tak bisa menahan! Sudah kukatakan, hanya dengan sentuhan saja aku sudah kalah telak, Pak Direktur akan tertawa penuh kemenangan setelah ini. "Lebih cepat, kumohon lebih cepat! Aku akan keluar, Pak Direktur aku akan—Ahh! Oh, Oh!" Kepala yang tadi mendongak kini merunduk, melirik bagaimana tangan Pak Direktur mengacau di balik celana dalam.
"Yeah, Pak Direktur! Yeah!" Aku bahkan menarik kepala Pak Direktur dan memberi lumatan dengan sangat ganas; menggigit bibirnya dan menarik lidahnya untuk digulung dan kuhisap dengan tak sabaran. Birahi semakin menggebu-gebu kala Pak Direktur membalas kecupan dan tangannya semakin tak tahu diri.
"Akh! Keluar! Aku KELUAAR!" Kuremas surai Pak Direktur untuk melampiaskan masa memuncak yang sekelebat memberikan rasa nikmat. Kepala jatuh di dada Pak Direktur, bibir menggeram selaras dengan cairan yang tumpah di dalam celana dalam. Basah sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Our Symphony
Fanfiction[COMPLETED] (21+) Boys Love. This story contains some sex scenes in detail, unappropriate words, and uneducated manners. Do not read if you're underage! Kyungsoo tak sengaja bertemu dengannya kala tertinggal kapal feri yang akan ditumpangi...