38. Our Sweet Night [M]

8.1K 624 166
                                    




"Do Kyungsoo, ayo menikah denganku?"

Pak Direktur membuka kotak kecil dengan dua cincin emas murni yang tertata rapi di dalamnya. Mata terus berkaca-kaca menatap wajah tampannya, sesekali menatap dua cincin cantik di dalam kotak kecil.

"P-Pak Direktur?" Aku menyapanya namun tak tahu akan apa kelanjutan kata yang cantik untuk menjawab ajakannya. Padahal hati sudah berbunga-bunga dan menunggu sekali dirinya yang datang melamar.

"Aku, a-aku ...."

Pak Direktur menarik lenganku agar tubuh mendekat, lantas ia merengkuh wajah dan mengecup kembali bibir yang mulai mengering lantaran rasa gugup.

Pak Direktur melumat daging bibir, mengecup, dan mengesap lembut serta dalam. Pak Direktur pun menerobos masuk lidahnya mengajak lidahku untuk beradu, saling menjilati satu sama lain. Pak Direktur mencium bibir yang mengering hingga basah oleh air liur.

"Cukup mengangguk saja jika kau tak sanggup berucap, Sayang."

Aku tersenyum kala ia berucap setelah melepas kecupan kami. Cukup mengangguk saja, katanya. Tipikal Pak Direktur, memang; dia tak menerima kalimat penolakan.

Aku menatapnya dengan wajah berbinar, sebelah tanganku masih setia mengusap wajah tampannya. Aku mengangguk dengan senyuman paling bahagia; menunjukkan padanya jika aku adalah orang yang paling beruntung mendapat lamaran dari lelaki nyaris sempurna seperti dirinya.

Pak Direktur tersenyum dan mengecup punggung telapak tanganku. Dia lantas menyemat cincin emas murni yang cantik dan gemilau. Pak Direktur memang pintar memilih sesuatu yang bagus, aku tahu jika cincin yang ia sematkan ini bukanlah cincin emas yang biasa-biasa saja.

"Aku adalah lelaki beruntung karena dicintai dengan sangat oleh Pak Direktur," ucapku sembari mengamati cincin indah di tanganku. Pas sekali; tidak kekecilan, tidak pula kebesaran. Bahkan terlihat cantik di jari manisku.

Aku lantas mengecup bibir Pak Direktur sekilas dan meraih tangannya untuk disemat pula cincin lainnya. Tak kalah indahnya, cincin itu pun pas sekali di tangan Pak Direktur.

"Aku yang beruntung, Kyung. Karena kau menerima dengan sabar aku yang seperti ini."

"Huh! Itu kau mengejekku. Yang benar itu adalah aku yang beruntung karena kau sabar menerima sifat dan sikapku yang semacam ini." Aku mengoreksi. Lagi pula ia sudah mempesona sejak awal pertemuan kami. Bagaimana bisa aku menolaknya.

Pak Direktur mengusak surai setelah aku selesai menyemat cincin di jemarinya. Aku tersenyum dan menggenggam telapak tangan kekasihku. Lantas, aku memeluk lengan besarnya dan kemudian menyandarkan kepalaku pada pundaknya. Demi Tuhan, aku bahagia sekali.

"Ayo kembali ke hotel setelah ini?" ajak Pak Direktur. Aku mengangguk saja. Mulai saat ini apa pun perintah calon suamiku, akan kuturuti dengan suka cita.

_______________






Aku terus menggenggam tangannya. Bahkan ketika turun dari bianglala, sepanjang perjalanan kembali menuju hotel kami, pula kala melangkah berjalan menuju kamar hotel. Tangan Pak Direktur masih dingin, namun rasa hangat yang merasuk ke dalam tubuh tidak berubah; aku menyukainya.

Kupeluk lagi dengan manja lengan besar Pak Direktur kala menaiki elevator menuju lantai kamar hotel yang kami sewa. "Jadi, kapan kita akan menikah?" Aku bertanya dengan lembut.

Bittersweet Our Symphony Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang