19. Forgiven

7.6K 824 269
                                    





Kesadaran sudah menyapa, tetapi kepala terasa berat sekali. Badan pun terasa kebas, susah untuk digerakkan. Kala mata perlahan terbuka, suara yang kukenal tiba-tiba berseru terdengar khawatir.

"Kyung? Kau sudah sadar? Akan kupanggil dokter." Aku tak bisa menjawab, siluetnya yang samar terlihat perlahan menjauh.

Kemudian semakin mata terbuka, warna atap ruangan yang putih jernih terpampang di depan mata. Kala melirik tubuh, aku sudah mengenakan pakaian yang khas; seragam pasien rumah sakit. Tangan pun sudah bertempel selang infus rumah sakit.

Meski kepala masih terasa berat, aku mengitari pandangan, menyisir kamar rumah sakit tempatku terbaring.

Seketika kemudian, pintu kamar terbuka. Pria setengah baya yang berseragam putih ditemani beberapa wanita yang pula berseragam, datang mendekati. Bukan mereka yang menarik perhatian. Akan tetapi, lelaki tampan dengan dandanan yang sudah lusuh dan acak-acak di belakang mereka.

Ah, aku mengingatnya. Aku mengingat bagaimana bisa aku berakhir di atas ranjang rumah sakit ini.

"Do Kyungsoo ssi, Anda sudah sadar?" Pak Dokter berseragam serba putih mulai memeriksa keadaanku, salah satu perawatnya mengatur posisi ranjang agar sedikit naik dan bersandar di kepala ranjang. Pak Dokter memeriksa mata dan mulut, memeriksa detak jantung dan peredaran darah. "Bisa kau sebutkan ini berapa?" Pak Dokter memperlihatkan telapak tangannya di depan wajahku.

"Lima."

"Siapa nama ibu Anda?" tanya Pak Dokter

"Ryu Hyunjin," jawabku.

"Siapa lelaki ini?" Pak Dokter menunjuk lelaki dengan dandanan acak-acakan.

"Direktur Kim Jongin."

"Baiklah. Do Kyungsoo ssi akan baik-baik saja, dia tidak mengalami hal yang serius, tetapi ...."

Selanjutnya aku tak terlalu acuh pada Pak Dokter yang sedang menjelaskan keadaanku. Mataku terus melirik Pak Direktur yang dengan raut wajah panik. Sesekali ia mengangguk pada Pak Dokter lantas sesekali pula ia melirik ke arahku.

Padahal ini semua adalah ulahnya. Aku masih tak mengerti kenapa pula ia terlihat berantakan semacam itu. Aku tak mengerti kenapa ia masih berwajah panik jikalau semua ini serta-merta imbas kelakuannya. Kenapa ia harus terlihat peduli sekali dengan keadaanku yang sudah ia luluh lantakkan.

Aku benar-benar tak mengerti bagaimana sebenarnya perasaan Direktur Kim terhadapku.

"Terima kasih, Dok."

"Aku akan buatkan resep obat, tolong setelah ini segera Tuan Kim datang ke ruangan saya."

"Baik Dokter, saya akan segera ke ruangan Pak Dokter."

Setelah Pak Dokter menghilang di balik pintu bersama para perawatnya. Pak Direktur datang mendekat.

"Bagaimana keadaanmu? Apa ada yang sakit? Ayo katakan padaku?"

Alih-alih menjawab, aku memalingkan wajah menatap ke luar jendela kamar rumah sakit. Sedang tak ingin menatap wajah lusuh Pak Direktur, lantaran jika menatap, aku bisa dengan jelas mengingat wajah kesetanan yang menggagahi dengan kasar.

Lagi pula, tak perlu bertanya dengan pertanyaan bodoh itu. Jelas saja semua sakit; kepalaku, tubuhku, kaki dan lutut, bahkan lubang di bawah sana masih terasa perih sekali ketika bergerak sedikit. Pak Direktur sungguh keterlaluan.

"A—aku, aku—Hah! Maafkan aku, Kyung."

Kala menjeling, menatap dengan lirikan saja tanpa menoleh, Pak Direktur sudah duduk di kursi di dekat ranjang. Dia meremas kepala dan terlihat sangat frustasi. Aku masih enggan untuk memberi respons ucapannya.

Bittersweet Our Symphony Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang