Aku menggeliat malas; bahkan mata hanya mengerjap sesekali, enggan sekali untuk membuka hingga lebar. Namun, suara berisik di depan pintu rumah mengusik lelap dan memaksa untuk memeriksa apa yang tengah terjadi.
Kala mengangkat tubuh dan melirik jam di dinding, jarum-jarumnya menunjuk pukul tujuh pagi. Jadwal memotretku pukul sepuluh nanti sehingga aku bisa agak siang datang ke perusahaan. Seharusnya aku masih memiliki dua jam waktu memejamkan mata, tetapi sungguh bising sekali. Suara Bibi Ahn, si pemilik rumah atap, mendominasi di antaranya.
Terpaksa kaki dengan gontai melangkah. Namun, kala sudah mendekati pintu masuk, mata membeliak. Dua orang lelaki setengah baya dengan seragam khas pekerja, mengutak-atik pintu masuk. Bibi Ahn, terus mengoceh memberi instruksi di belakang mereka.
"Bibi Ahn, kenapa ini?" Aku mendekati, melewati dua pekerja di depan pintu.
"Ah, maaf Nak Kyungsoo tidak membangunkanmu. Aku sedang mengganti kunci pintu dengan kunci kode mengaman?" Bibi Ahn berucap.
Aku mengernyit, aku bahkan tak meminta. "Kenapa? Aku tidak meminta. Apa sewanya akan bertambah jika diganti kode pengaman?" Aku mulai khawatir.
"Tidak, tidak. Tidak bertambah. Maaf tidak izin terlebih dahulu. Tadinya mau membangunkanmu, tetapi orang itu menyuruh cepat mengerjakan." Bibi Ahn bersungut menunjuk lelaki yang berpakaian rapi yang sedang berdiri congkak di pagar atap rumah. "Dia yang mabuk malam itu, kan?"
Mata membulat sekelebat. "Pak Direktur!"
"Wah, dia seorang Direktur? Pantas saja dia beruang. Dia memberi uang yang banyak sehingga aku tak bisa menolak kala ia memaksa untuk mengganti pintu rumahmu. Lagi pula dia bilang ini untuk keselamatanmu, jadi kurasa bukan ide yang buruk untuk mengganti—"
Aku tak menghiraukan lagi ucapan Bibi Ahn karena setelahnya aku minta izin untuk datang mendekati Pak Direktur yang sedang berdiri melipat kedua tangan di dada di pinggiran pagar rumah atap sewaanku.
"Hei! Apa yang kaulakukan?!" Aku mengernyit, tetapi dia malah menoleh sembari tersenyum tengil. Menyebalkan sekali.
"Kau tidak mau berbagi anak kunci rumahmu, jadi kuputuskan mengganti kunci pintunya dengan kode pengaman." Pak Direktur mengedik bahu seenaknya.
"Tetapi, aku—"
Ucapanku terputus oleh teguran Bibi Ahn kemudian. "Nak Direktur, sudah selesai pintunya. Kalau begitu aku dan mereka turun dulu. Nak Kyungsoo, Bibi pamit pulang." Bibi berpamitan.
Setelah Pak Direktur menundukkan kepala dengan senyuman, Bibi Ahn melangkahkan kaki meninggalkan atap rumah.
"Tadi dia memanggilku dengan sebutan anak muda. Sekarang Nak Direktur, lucu sekali." Pak Direktur terkikik, membuatku menoleh dengan tatap nyalang dan mulai memukul lengannya dengan kasar.
"Akk! Aw, hei, hei!"
"Kau ini selalu seenaknya! Tidak bertanya dahulu sebelum—"
"Tuan Do Kyungsoo?"
Aku tersentak kemudian, tangan terhenti menganiaya Pak Direktur. Ada lelaki setengah baya lainnya yang naik ke rumahku. Mata semakin terbelalak kala melihat mesin pengangkat barang ikut naik ke atas rumahku.
"Benar. Saya Do Kyungsoo." Pak Direktur yang menjawab.
"Jadi, ranjang dan sofa akan ditaruh di mana?"
"Ayo ikut dengan saya." Pak Direktur berjalan untuk masuk ke dalam rumah
"Hei! Hei! Hei!" Aku berteriak dan mengejar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Our Symphony
Fiksi Penggemar[COMPLETED] (21+) Boys Love. This story contains some sex scenes in detail, unappropriate words, and uneducated manners. Do not read if you're underage! Kyungsoo tak sengaja bertemu dengannya kala tertinggal kapal feri yang akan ditumpangi...