22. My Boyfriend

7.4K 813 265
                                    




Pak Direktur masih tersenyum, sesekali gigi putih bersihnya tercungkil selaras dengan senyum tampan itu. Aku tak tahu kenapa, barangkali lantaran wajahku yang berbinar dan bibir yang terus bersenandung acak seraya memegangi dengan erat salah satu telapak tangan Pak Direktur.

Aku terlewat senang, lagi-lagi belum pernah sekalipun terjadi di hidupku untuk menemani sang kekasih bepergian dan bertemu dengan orang-orang eksekutif dalam urusan pekerjaan. Ini pertama kalinya dan aku benar-benar bahagia. Rasanya seperti aku adalah orang berharga sehingga ia serta-merta mengajak untuk datang bersama di pertemuan penting urusan perusahaan.

"Ceritakan tentang siapa yang akan kita temui?" tanyaku sembari masih menggengam tangan Pak Direktur, menyatukan rongga-rongga jari jemari sehingga rasa hangat terhantar. Setelah menjemput di lantai lima tadi, Pak Direktur mengantar pulang dan menyuruh untuk bersiap-siap. Kala matahari sudah terbenam, kami pergi dengan mobil Pak Direktur.

Pak Direktur sedang mengemudi, tetapi ia tak keberatan jika satu tangannya terus kujamah hingga lekat. Aku sungguh suka rasa hangat yang tercipta dari sentuhan Pak Direktur.

"Direktur Park, sepupu Jimin. Ingat waktu aku bercerita tentang keluarga Bibi Jimin yang mengurusinya? Direktur Park adalah anak Bibi Jimin."

"Ah, yang pamannya mencabuli? Kenapa Model Park tetap mau membantu?" Aku mengernyit. Jika aku, maka tak akan sudi lagi bahkan melihat wajah mereka aku tak mau.

"Itulah Jimin, Kyung. Aku sendiri tak mengerti bagaimana cara ia berpikir kendati aku sudah lama berteman. Dia tetap merasa berhutang pada mereka meskipun ia telah dilecehkan selama hidup bersama mereka."

"Sok baik atau pura-pura baik?" Aku mengedik bahu tak acuh.

Pak Direktur tersenyum. "Tidak baik begitu, Sayang. Seharusnya kau belajar dari Jimin. Meskipun sudah banyak orang yang bersikap jahat padamu, kau sebisa mungkin bersikap baik; terus berdoa agar mereka mendapat karma semacam kesusahan di mana saat itulah hanya kau yang bisa membantu mereka."

Aku menatapnya dengan mata berkedip. Ah, sisi Pak Direktur yang lain. Aku bahkan tak menyangka lelaki mesum sepertinya bisa berucap semacam ini. Terdengar bijak.

Lagi pula, bukannya benci dengan Model Park, tetapi sungguh, jika mengingat bagaimana ucapannya dengan membawa bunga hias aglaonema hari itu, aku menjadi terlalu kesal.

"Apa aku terlalu kekanakan, Pak Direktur?" Terkadang sendirinya pun suka berpikir, sikapku seringkali labil bahkan di umur yang sudah sangat dewasa ini. Aku bahkan tetap suka manja, gemar keras kepala, dan mau tak mau terus ada iri dan dengki. Kurasa aku belum dewasa, tidak seperti Pak Direktur.

"Bagaimana pun dirimu, aku tetap menyukainya, Kyung. Jangan berkecil hati, jadilah dirimu sendiri. Aku akan tetap di sisimu, mengingatkanmu seperti tadi jika sekelebat pikiran jahat masuk di kepalamu."

Aku masih terkesima. Padahal itu adalah sebuah rayuan gombal, tetapi Pak Direktur membuatku semakin terjatuh saja.

Ah, bagaimana ini?

_______________






Aku sendiri tak tahu mengapa, namun sepertinya aku memang tak pernah cocok dengan model Park. Bukannya ingin menjadi seseorang yang jahat, tetapi dari caranya bicara dan dari caranya bersikap, Park Jimin bahkan bukan gayaku sama sekali.

Bittersweet Our Symphony Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang